Dewan Keamanan PBB Apresiasi Upaya Indonesia Cegah Radikalisasi di Lapas
A
A
A
JAKARTA - Di tengah seretnya prestasi bangsa, upaya Indonesia dalam pengelolaan narapidana teroris dan pencegahan radikalisasi di Lembaga Pemasyarakatan (lapas) mendapat pujian Dewan Keamanan PBB. Upaya itu dinilai efektif dan patut menjadi contoh bagi negara-negara lain.
Apresiasi tersebut disampaikan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB serta negara-negara anggota PBB yang hadir dalam pertemuan Arria-Formula DK PBB bertemakan ‘Challenges to Radicalization in Prisons’. Pertemuan yang merupakan inisiatif Indonesia, Belgia dan United Nations Office on Drugs and Crimes (UNODC) tersebut diselenggarakan di Markas Besar PBB, New York, sejak 12 November 2019, kemarin.
“Pertemuan Arria-Formula DK PBB kali ini bertujuan membahas pengelolaan risiko terhadap narapidana teroris. Untuk itu pengalaman Indonesia dalam deradikalisasi narapidana teroris merupakan kontribusi positif bagi upaya penanggulangan terorisme global,” kata Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB, Dubes Dian Triansyah Djani, yang memimpin pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sri Puguh Budi Utami menjadi salah satu pembicara utama. Mitra diskusi Utami saat itu adalah Wakil Tetap Belgia untuk PBB di New York, serta wakil dari UNODC, International Red Cross and Red Crescent (ICRC) dan Counter-Terrorism Committee Executive Directorate (CTED).
Menurut Dirjenpas, Indonesia telah menerapkan berbagai pendekatan dalam pengelolaan narapidana teroris di lembaga pemasyarakatan melalui kerja sama dengan berbagai pihak. “Dalam hal ini, para pemuka agama, penyintas serangan bom, bahkan mantan narapidana teroris juga dilibatkan dalam proses deradikalisasi tersebut,” kata Dirjenpas.
Dalam kesempatan tersebut, Utami juga menyampaikan berbagai program pelatihan life management dan kewirausahaan yang dilaksanakan dengan melibatkan secara aktif para narapidana teroris. Pelatihan tersebut bertujuan untuk menggali potensi narapidana teroris sehingga pada saatnya nanti dapat berintegrasi kembali di masyarakat.
“Indonesia berkomitmen untuk terus memperbaiki pengelolaan narapidana terorisme, termasuk melalui penyediaan fasilitas gedung yang memadai, sarana pengamanan serta dukungan teknologi dan informasi,” kata Utami. Ia juga menekankan peran penting hubungan positif antara para petugas, pamong dan narapidana guna memastikan efektifnya proses rehabilitasi dan reintegrasi narapidana.
Pertemuan Arria-Formula merupakan salah satu bentuk pertemuan DK PBB yang ditujukan untuk menelaah isu-isu yang dinilai rumit serta memerlukan terobosan. Pertemuan tersebut digelar dengan menghadirkan pakar-pakar dan narasumber melalui dialog interaktif.
Apresiasi tersebut disampaikan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB serta negara-negara anggota PBB yang hadir dalam pertemuan Arria-Formula DK PBB bertemakan ‘Challenges to Radicalization in Prisons’. Pertemuan yang merupakan inisiatif Indonesia, Belgia dan United Nations Office on Drugs and Crimes (UNODC) tersebut diselenggarakan di Markas Besar PBB, New York, sejak 12 November 2019, kemarin.
“Pertemuan Arria-Formula DK PBB kali ini bertujuan membahas pengelolaan risiko terhadap narapidana teroris. Untuk itu pengalaman Indonesia dalam deradikalisasi narapidana teroris merupakan kontribusi positif bagi upaya penanggulangan terorisme global,” kata Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB, Dubes Dian Triansyah Djani, yang memimpin pertemuan tersebut.
Dalam pertemuan tersebut, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sri Puguh Budi Utami menjadi salah satu pembicara utama. Mitra diskusi Utami saat itu adalah Wakil Tetap Belgia untuk PBB di New York, serta wakil dari UNODC, International Red Cross and Red Crescent (ICRC) dan Counter-Terrorism Committee Executive Directorate (CTED).
Menurut Dirjenpas, Indonesia telah menerapkan berbagai pendekatan dalam pengelolaan narapidana teroris di lembaga pemasyarakatan melalui kerja sama dengan berbagai pihak. “Dalam hal ini, para pemuka agama, penyintas serangan bom, bahkan mantan narapidana teroris juga dilibatkan dalam proses deradikalisasi tersebut,” kata Dirjenpas.
Dalam kesempatan tersebut, Utami juga menyampaikan berbagai program pelatihan life management dan kewirausahaan yang dilaksanakan dengan melibatkan secara aktif para narapidana teroris. Pelatihan tersebut bertujuan untuk menggali potensi narapidana teroris sehingga pada saatnya nanti dapat berintegrasi kembali di masyarakat.
“Indonesia berkomitmen untuk terus memperbaiki pengelolaan narapidana terorisme, termasuk melalui penyediaan fasilitas gedung yang memadai, sarana pengamanan serta dukungan teknologi dan informasi,” kata Utami. Ia juga menekankan peran penting hubungan positif antara para petugas, pamong dan narapidana guna memastikan efektifnya proses rehabilitasi dan reintegrasi narapidana.
Pertemuan Arria-Formula merupakan salah satu bentuk pertemuan DK PBB yang ditujukan untuk menelaah isu-isu yang dinilai rumit serta memerlukan terobosan. Pertemuan tersebut digelar dengan menghadirkan pakar-pakar dan narasumber melalui dialog interaktif.
(pur)