Tangkal Radikalisme, Kemenag Tulis Ulang 155 Buku Pelajaran

Senin, 11 November 2019 - 20:35 WIB
Tangkal Radikalisme,...
Tangkal Radikalisme, Kemenag Tulis Ulang 155 Buku Pelajaran
A A A
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan untuk menulis ulang 155 buku-buku pelajaran sekolah jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.

Penulisan ulang buku ini upaya Kemenag untuk mencegah radikalisme masuk melalui lingkungan sekolah.

“Ada 155 buku yang sedang kita siapkan dan insya Allah akhir tahun ini sudah bisa di-launching oleh Menteri Agama. Ya semua jenjang, dari kelas 1 sampai kelas 12,” ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin saat berbicara dalam Forum Merdeka Barat 9 dengan tema Mengedepankan Strategi Deradikalisasi, di Ruang Serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta (11/11/2019).

Menurut dia, penulisan ulang buku-buku agama di Indonesia. Sebagai salah satu instrumen, untuk menghalau potensi penetrasi radikalisme masuk di lembaga pendidikan.

"Di-review kembali potensi-potensi yang konten berpotensi disalahpahami, berpotensi ditafsirkan tidak sesuai visi Kemenag, visi Indonesia, misalnya dilakukan review. Atau materi yang berpotensi ditafsirkan tidak sesuai dengan visi beragama moderat atau bertentangan dengan konstitusi, itu yang dilakukan review,” tutur Kamaruddin.

Dia mencontohkan ada kesalahan dalam buku pelajaran agama terkait khilafah. Kamaruddin menjelaskan pengertian khilafah bisa disalahpahami oleh murid ataupun guru jika tidak dijelaskan dengan baik.

“Khilafah itu kan pernah ada dalam sejarah Islam sampai runtuhnya Turki Usmani pada tahun 1923 ya. Sebelumnya, khilafah artinya pemerintahan global seluruh dunia, itu enggak mungkin sekarang negara atau bangsa seperti ini, enggak mungkin dong masa pemerintahannya di Indonesia, meng-cover seluruh dunia, itu kan mustahil,” tuturnya. (Baca Juga: Tak Asal Sebut, Pemerintah Harus Tahu Dulu Makna Radikalisme)

Untuk mencegah masuknya paham radikal di lingkungan pendidikan, Kamaruddin mengatakan pihaknya telah meminta seluruh perguruan tinggi agar membuat sebuah pusat kajian moderasi beragama.

“Di situ nanti bisa menjadi tempat diskusi kemudian memproduksi kontranarasi terhadap radikalisme. Membuat kontranarasi terhadap isu-isu terorisme atau membuat diskursus keilmuan yang berorientasi pada moderasi beragama di samping bentuk kurikulum," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0896 seconds (0.1#10.140)