Prihatin dengan Praktik Korupsi, UII Ajukan Judicial Review UU KPK ke MK
A
A
A
YOGYAKARTA - Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengajukan Judicial review Undang-undang (UU) no 19/2019 tentang perubahan UU no 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Judicial review telah diajukan 7 November 2019 lalu.
UII diwakili lima civitas, yakni Fathul Wahid (Rektor Ull), Abdul Jamil (Dekan Fakultas Hukum UH), Eko Riyadi (Direktur Pusat Hak Asasi Manusia (PusHAM), Ari Wabowo (Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UH), dan Mahrus Ali (Dosen FH UII). Penyerahan berkas
permohonan ke MK diwakili oleh kuasa hukum, Anang Zubaidy.
Rektor UII Fathul Wahid mengatakan, ada beberapa alasan mengapa UII mengajukan judicial revial UU KPK ke MK. Pertama karena UII yang lahir dari rahim yang sama dengan Republik Indonesia sudah seharusnya selalu mencintai negeri ini. Sehingga, tidak rela jika praktik
korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa semakin marak di Indonesia.
Kedua, UII melihat ada masalah serius dalam UU KPK terbaru, baik pada aspek formil maupun materiil. Masalah tersebut berpotensi besar melemahkan KPK. “Detail kami sampailan dalam naskah permohonan Judicial Review UII ke Mahkamah Konstitusi,” kata Fathul di ruang
sidang pascasarjana FH UII, Senin (11/11/2019).
Ketiga, kampus sudah seharusnya memperjuangkan apa yang diyakini sebagai kebenaran, tentu dengan cara yang konstitusional. Meski demikian, sebagai insan akademik, tetap terbuka untuk bertukar argumen. Permohonan ke MK akan membuka ruang diskusi itu secara terbuka dan bertanggungjawab.
Keempat, permohonan uji formil dan materiil atas UU KPK adalah wujud cinta warga UII kepada negara dan bangsa ini. Tidak ada kepentingan lain. UII hanya ingin praktik korupsi hilang dari bumi Pertiwi, sehingga bangsa ini menjadi lebih bermartabat, sejahtera dan
berkeadilan. Tentu, MK mempunyai argumen dalam memutuskan setiap permohonan
“Namun, demikian setelah MK memutuskan, apapun hasilnya, UII tetap menghormati putusan MK sebagai lembaga penjaga konstitusi. Meski demikian, tetap berharap permohonan ini dikabulkan,” terangnya
Untuk itu, UII akan tetap mengawal pelaksanaan UU KPK dengan cara-cara yang konstitusional, seperti dengan melakukan eksaminasi putusan MK dan konsisten mendukung semua upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. “Kami tetap berharap adanya revisi kembali UU KPK yang substansinya memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia,” harapnya.
Anang Zubaidy mengatakan, permohonan pengajuan JR UU KPK ke MK ini bukan yang pertama, sebab sebelumnya sudah ada tiga pemohon yang mengajukannya. Hanya saja untuk subtansi berbeda. Tiga pemohoan awal, hanya soal subtansi pasal-pasal dan prosedur pembentukan revisi UU KPK. Sedangkan UII mengajukan dua-duanya, formil dan prosedur pembentuk revisi UU KPK.
“Sesuai dengan ketentua , 14 setelah permohonan pengajuan JR ke MK akan ada surat tanggapan, karena itu kami masih menunggu,” tambahnya.
UII diwakili lima civitas, yakni Fathul Wahid (Rektor Ull), Abdul Jamil (Dekan Fakultas Hukum UH), Eko Riyadi (Direktur Pusat Hak Asasi Manusia (PusHAM), Ari Wabowo (Direktur Pusat Studi Kejahatan Ekonomi FH UH), dan Mahrus Ali (Dosen FH UII). Penyerahan berkas
permohonan ke MK diwakili oleh kuasa hukum, Anang Zubaidy.
Rektor UII Fathul Wahid mengatakan, ada beberapa alasan mengapa UII mengajukan judicial revial UU KPK ke MK. Pertama karena UII yang lahir dari rahim yang sama dengan Republik Indonesia sudah seharusnya selalu mencintai negeri ini. Sehingga, tidak rela jika praktik
korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa semakin marak di Indonesia.
Kedua, UII melihat ada masalah serius dalam UU KPK terbaru, baik pada aspek formil maupun materiil. Masalah tersebut berpotensi besar melemahkan KPK. “Detail kami sampailan dalam naskah permohonan Judicial Review UII ke Mahkamah Konstitusi,” kata Fathul di ruang
sidang pascasarjana FH UII, Senin (11/11/2019).
Ketiga, kampus sudah seharusnya memperjuangkan apa yang diyakini sebagai kebenaran, tentu dengan cara yang konstitusional. Meski demikian, sebagai insan akademik, tetap terbuka untuk bertukar argumen. Permohonan ke MK akan membuka ruang diskusi itu secara terbuka dan bertanggungjawab.
Keempat, permohonan uji formil dan materiil atas UU KPK adalah wujud cinta warga UII kepada negara dan bangsa ini. Tidak ada kepentingan lain. UII hanya ingin praktik korupsi hilang dari bumi Pertiwi, sehingga bangsa ini menjadi lebih bermartabat, sejahtera dan
berkeadilan. Tentu, MK mempunyai argumen dalam memutuskan setiap permohonan
“Namun, demikian setelah MK memutuskan, apapun hasilnya, UII tetap menghormati putusan MK sebagai lembaga penjaga konstitusi. Meski demikian, tetap berharap permohonan ini dikabulkan,” terangnya
Untuk itu, UII akan tetap mengawal pelaksanaan UU KPK dengan cara-cara yang konstitusional, seperti dengan melakukan eksaminasi putusan MK dan konsisten mendukung semua upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. “Kami tetap berharap adanya revisi kembali UU KPK yang substansinya memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia,” harapnya.
Anang Zubaidy mengatakan, permohonan pengajuan JR UU KPK ke MK ini bukan yang pertama, sebab sebelumnya sudah ada tiga pemohon yang mengajukannya. Hanya saja untuk subtansi berbeda. Tiga pemohoan awal, hanya soal subtansi pasal-pasal dan prosedur pembentukan revisi UU KPK. Sedangkan UII mengajukan dua-duanya, formil dan prosedur pembentuk revisi UU KPK.
“Sesuai dengan ketentua , 14 setelah permohonan pengajuan JR ke MK akan ada surat tanggapan, karena itu kami masih menunggu,” tambahnya.
(pur)