Kembali Digelar, ICSS Angkat Tema Pemerintahan hingga Pembangunan Berkelanjutan

Selasa, 05 November 2019 - 15:55 WIB
Kembali Digelar, ICSS...
Kembali Digelar, ICSS Angkat Tema Pemerintahan hingga Pembangunan Berkelanjutan
A A A
JAKARTA - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) kembali menggelar International Conference on Social Sciences di Aula FISIP UMJ, Jakarta. Dalam penyelenggaran kedua ini, ICSS mengangkat tema "Pemerintahan, Hubungan Manusia, dan Pembangunan Berkelanjutan".

Beragam subtema menarik dipaparkan dalam ICSS ke-2 2019. Beberapa di antaranya, yakni Pemerintah, Politik, dan Hubungan Internasional; Kekuasaan, Demokrasi dan Pemilihan Umum; Kebijakan Publik, Administrasi, dan Pemerintahan; Komunikasi, Media Sosial dan Hiburan; Pekerjaan Sosial, Kesejahteraan Sosial dan Kebijakan Sosial; Islam, Spiritualitas, dan Pembangunan; Pembangunan Lingkungan, Perumahan dan Keberlanjutan.

Konferensi yang dihadiri presenter dan peserta dari berbagai provinsi di Indonesia dan beberapa negara di Asia Tenggara dengan berbagai bidang studi ini bertujuan untuk melihat lebih dekat tentang bagaimana pembangunan negara-negara di dunia harus membawa kesejahteraan dan kebaikan publik bagi masyarakat secara berkelanjutan dalam berbagai aspek. Melalui konferensi ini diharapkan tercipta ide-ide alternatif dan meningkatkan peluang untuk kolaborasi erat dan aliansi strategis terutama dalam penelitian ilmiah tentang reformasi konsep tata kelola menuju pembangunan berkelanjutan.

Ketua Pelaksana ICSS UMJ, Dr Debby Affianty menyambut berbagi wawasan, hasil studi atau studi literatur tentang topik konferensi. Menurutnya, pembahasan topik konferensi dibagi dalam dua sesi, sesi pleno serta sesi paralel.

"Kami berharap ICSS ke-2 ini akan berfungsi sebagai tempat strategis bagi akademisi dan praktisi untuk terhubung dengan akademisi lain dan bidang studi lain sehingga mereka dapat menjalin studi kolaboratif dan interdisipliner," ujarnya di tengah acara, Selasa (5/11).

Saat pembukaan, Wakil Rektor 1 UMJ, Dr Endang Sulastri, yang menawakili Rektor UMJ menyampaikan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi adanya seminar Internasional ICSS 2019.

"Hasil seminar internasional ini nantinya diharapkan tidak hanya menjadi tumpukan kertas saja, namum mampu memberikan manfaat bagi masyarakat luas, harus dilakukan deseminasi dalam seminar internasional dan dipublikasikan sehingga memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat," ucap Endang.

Salah satu narasumber, Deputy Speaker of the People's Consultative Assembly of Republic of Indonesia, Arsul Sani berharap seminar yang diadakan UMJ ini mampu melahirkan pemikiran-pemikiran, sumbangan-sumbangan pemikiran kepada MPR agar menjadi bahan kajian.

"Ada beberapa hal yang menjadi relevan pada seminar pagi ini, kalau kita bicara tentang Sustainable Development dalam konteks government, memang ini yang sebetulnya ingin dituju dan menjadi salah satu rekomendasi MPR, yaitu terkait dengan keinginan untuk memasukkan kembali haluan negara dalam UUD kita tentu karena ini negara demokrasi," tutur Arsul Sani.

"Ide dasar haluan negara paling gampang analogikanya seperti jika kita ke Singapura atau bahkan ke Vietnam. Singapura pada 2050-2070 itu sudah tergambar visualisasi, visualisasi ini adalah hal-hal yang akan dicapai. Itulah yang disebut dengan haluan negara yaitu untuk memberikan arah bahwa tujuan kita itu ke sana. Semoga para pembicara nanti bisa memberikan gambaran bagaimana Sustainable Developmnet dinegara mereka dilaksanakan," katanya lagi.

Prof (Siti Zuhro dari Indonesia Institute of Sciences (LIPI) and University of Muhammadiyah Jakarta menuturkan birokrasi senantiasa menjadi tumpuan tarik menarik kepentingan politik. Birokrasi Indonesia adalah sumber masalah bagi demokrasi Indonesia.

Pada rezim orde baru, Soeharto menyalahgunakan birokrasi sebagai instrumen politik untuk mendukung rezim otoriternya. Dalam melakukan hal itu, birokrasi hanya digunakan sebagai mesin pemilihan mengumpulkan suara untuk partai Golkar. Golkar merasuki birokrasi dan institusi ini dipolitisasi dan tidak netral.

"Hal tersebut mengakibatkan munculnya birokrasi yang dominan dan tersentralisasi yang tidak transparan. Pada 1998 Indonesia memulai proses panjang menuju netralitas, tetapi prosesnya tidak lengkap. Memang benar bahwa politik dan pemilihan umum berubah pada 1999," ujar Siti Zuhro.

Selama masa transisi, kekuatan masyarakat lebih banyak berpartisipasi dalam pembentukan kebijakan. Ini menunjukkan bahwa peran nyata dan signifikan dari kekuatan masyarakat dan penguatan partisipasi politik rakyat telah menjadi sangat penting di Indonesia kontemporer.

Sementara itu, President of Hayrat Foundation Representative of Turkey in Indonesia, Dr (Cand) Cemal Sahin menyampaikan modernisasi ada di beberapa bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama.

"Modernisasi dalam sejarah Islam menurut saya di dunia Islam sudah mengalami krisis yang sangat besar. Untuk mengatasi krisis tersebut ada banyak pembaharuan. Krisis pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan setelah Khulafaurrasyidin. Banyak munculnya masalah yang baru untuk mengatasi krisis ini, setiap krisis melahirkan tokoh-tokoh untuk mengatasi krisis tersebut, yang kedua sangat besar peran onggot terhadap Islam, menghancurkan Islam di Timur Tengah," papar Cemal Sahin.

Pada kesempatan yang sama, Prof Datuk Dr Yahaya Ibrahim dari Universiti Sultan Zainal Abidin, Terengganu, Malaysia menjelaskan mengenai Pengembangan Pariwisata Muslim Berkelanjutan, Peran Pemerintah, Pemain Industri dan Komunitas Lokal Permintaan terhadap Turisme Muslim dimulai setelah destinasi pilihan turis beralih ke negara-negara Islam karena meningkatnya prasangka di kalangan nonmuslim terhadap Muslim. Situasi ini memiliki dampak positif pada pengembangan pariwisata di negara-negara Islam yang berkontribusi pada pertumbuhan destinasi pariwisata berkelanjutan.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8484 seconds (0.1#10.140)