PDIP Pastikan Amandemen UUD 45 Berpegang pada Rekomendasi MPR Sebelumnya
A
A
A
JAKARTA - PDIP memastikan bahwa Amandemen UUD 1945 tetap akan berpegangan pada rekomendasi MPR periode 2014-2019. Meskipun Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra dan Partai Nasdem ingin agar amandemen dilakukan secara menyeluruh, masih ada 7 partai lain yang berpandangan berbeda.
“Kenapa suka mencari perbedaan? Kenapa tidak mencari persamaannya saja. Coba kalau kita berpikir komprehensif dan menyeluruh, gagasan Nasdem yang ingin amendemen menyeluruh ini dan diaminkan oleh Gerindra, dalam konsep amendemen menyeluruh itu kan pasti ada GBHN-nya. Artinya, persamaannya adalah baik Gerindra maupun Nasdem itu sama-sama menghendaki kembali hadirnya haluan negara melalui perubahan terbatas UUD,” ujar Wakil Ketua MPR dari PDIP, Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Basarah menjelaskan, baik itu Gerindra, Nasdem dan partai lain punya usulan dan pemikiran masing-masing. Dan lagi, sebelum menyerap aspirasi dari masyarakat luas, internal MPR akan menyamakan pandangan terlebih dulu. Jadi, beragam pandangan yang sekarang ada dari para ketum parpol, termasuk dari Ketum Nasdem dan Gerindra akan menjadi bahan kajian di Badan Pengkajian MPR untuk nanti disamakan persepsinya untuk kemudian diputuskan secara kelembagaan.
“Makanya nanti keputusan formil kenegaraan sesuai syarat 1/3 anggota MPR mengusulkan perubahan UUD, dan sebelum sampai tahapan itu, perlu tahapan menyamakan persepsi dulu, kita tanyakan ke ketum parpol. Kita buat konsensus bahwa semua parpol setuju bahwa amendemen hanya khusus soal haluan negara, jadi hanya mengubah Pasal 3 UUD soal wewenang MPR mengatur haluan negara,” terangnya.
Menurut Basarah, tahapannya masih panjang sekali. Untuk itu, dia meminta agar amandemen ini tidak dibingkai sebagai hal yang tidak baik.
Soal apakah amandemen ini menjadi bola liar adalah bagaimana masing-masing ketum parpol bersikap dan menginstruksikan fraksinya bahwa amandemen ini terbatas. MPR juga perlu menanyakan pada stakeholder lain yakni Presiden.
“Model kesepakatan itu pernah jadi yurisprudensi hukum saat MPR 1999-2004. Saat itu semua pimpinan fraksi sepakat 5 hal juga sebelum amendemen yakni, tidak mengubah pembukaan UUD, tidak mengubah bentuk negara, memperkuat sistem presidensil, hal-hal bersifat substansi dalam penjelasan UUD dihapus dan substansinya dimasukkan dalam pasal, dan perubahan tidak mengubah naskah asli. Bisa tidak perubahan itu dilakukan terbatas? ternyata bisa,” paparnya.
Basarah sendiri melihat dari dinamika bahwa fraksi-fraksi tetap berpegangan pada rekomendasi MPR 2014-2019. Amandemen ini berujung pada keputusan akhir MPR dan niat baik masing-masing ketum parpol.
Kalau niatnya untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih baik sesuai pandangan dan sikap PDIP bahwa, bangsa ini tidak boleh dipertaruhkan nasibnya selama lima tahun hanya kepada visi misi seorang calon presiden dan kepala daerah. Bangsa ini perlu dipastikan road map pembangunan nasional secara terukur, terencana, dan berkesinambungan sehingga tidak boleh ganti presiden, ganti kebijakan dan program.
“Pandangan PDIP kami tidak ingin ke depan anak cucu kami semua itu tidak memiliki kepastian akan hidup dalam alam pembangunan bangsa Indonesia seperti apa. Sehingga, itu perlu diikat dalam road map pembangunan nasional. Siapa presidennya, gubernur, bupati, wali kotanya, tidak persoalan, dia akan terus dipilih oleh rakyat melalui mekanisme demokrasi lima tahunan,” paparnya.
Terlebih, Basarah menambahkan bahwa sikap PDIP ini sudah dua kali diputuskan dalam forum partai yang pertama itu Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada Januari 2016 lalu, yang kedua ditegaskan kembali dalam Kongres 2019 kemarin yang mana PDIP akan memperjuangan untuk melakukan amendemen terbatas dan menghadirkan kembali haluan negara.
“Kalau saya jabarkan secara legal formal maka yang diperintahkan untu diperjuangkan diubah adalah hanya Pasal 3 UUD 1945 di mana dalam pasal tersebut menyangkut wewenang MPR yang semula berbunyi mengubah dan menetapkan UUD ditambah frasa kalimat menetapkan haluan negara, hanya itu.”
“Jadi, di luar perubahan pasal itu PDI-P tidak berada dalam pikiran apalagi sikap untuk mengubah pasal-pasal lain di dalam UUD tersebut. kalau ada rencana untuk mengubah pasal-pasal lain di dalam UUD, PDIP kemungkinan akan mempertimbangkan kembali rencana agenda Amendemen UUD 1945 tersebut,” tegasnya.
“Kenapa suka mencari perbedaan? Kenapa tidak mencari persamaannya saja. Coba kalau kita berpikir komprehensif dan menyeluruh, gagasan Nasdem yang ingin amendemen menyeluruh ini dan diaminkan oleh Gerindra, dalam konsep amendemen menyeluruh itu kan pasti ada GBHN-nya. Artinya, persamaannya adalah baik Gerindra maupun Nasdem itu sama-sama menghendaki kembali hadirnya haluan negara melalui perubahan terbatas UUD,” ujar Wakil Ketua MPR dari PDIP, Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
Basarah menjelaskan, baik itu Gerindra, Nasdem dan partai lain punya usulan dan pemikiran masing-masing. Dan lagi, sebelum menyerap aspirasi dari masyarakat luas, internal MPR akan menyamakan pandangan terlebih dulu. Jadi, beragam pandangan yang sekarang ada dari para ketum parpol, termasuk dari Ketum Nasdem dan Gerindra akan menjadi bahan kajian di Badan Pengkajian MPR untuk nanti disamakan persepsinya untuk kemudian diputuskan secara kelembagaan.
“Makanya nanti keputusan formil kenegaraan sesuai syarat 1/3 anggota MPR mengusulkan perubahan UUD, dan sebelum sampai tahapan itu, perlu tahapan menyamakan persepsi dulu, kita tanyakan ke ketum parpol. Kita buat konsensus bahwa semua parpol setuju bahwa amendemen hanya khusus soal haluan negara, jadi hanya mengubah Pasal 3 UUD soal wewenang MPR mengatur haluan negara,” terangnya.
Menurut Basarah, tahapannya masih panjang sekali. Untuk itu, dia meminta agar amandemen ini tidak dibingkai sebagai hal yang tidak baik.
Soal apakah amandemen ini menjadi bola liar adalah bagaimana masing-masing ketum parpol bersikap dan menginstruksikan fraksinya bahwa amandemen ini terbatas. MPR juga perlu menanyakan pada stakeholder lain yakni Presiden.
“Model kesepakatan itu pernah jadi yurisprudensi hukum saat MPR 1999-2004. Saat itu semua pimpinan fraksi sepakat 5 hal juga sebelum amendemen yakni, tidak mengubah pembukaan UUD, tidak mengubah bentuk negara, memperkuat sistem presidensil, hal-hal bersifat substansi dalam penjelasan UUD dihapus dan substansinya dimasukkan dalam pasal, dan perubahan tidak mengubah naskah asli. Bisa tidak perubahan itu dilakukan terbatas? ternyata bisa,” paparnya.
Basarah sendiri melihat dari dinamika bahwa fraksi-fraksi tetap berpegangan pada rekomendasi MPR 2014-2019. Amandemen ini berujung pada keputusan akhir MPR dan niat baik masing-masing ketum parpol.
Kalau niatnya untuk kepentingan bangsa dan negara yang lebih baik sesuai pandangan dan sikap PDIP bahwa, bangsa ini tidak boleh dipertaruhkan nasibnya selama lima tahun hanya kepada visi misi seorang calon presiden dan kepala daerah. Bangsa ini perlu dipastikan road map pembangunan nasional secara terukur, terencana, dan berkesinambungan sehingga tidak boleh ganti presiden, ganti kebijakan dan program.
“Pandangan PDIP kami tidak ingin ke depan anak cucu kami semua itu tidak memiliki kepastian akan hidup dalam alam pembangunan bangsa Indonesia seperti apa. Sehingga, itu perlu diikat dalam road map pembangunan nasional. Siapa presidennya, gubernur, bupati, wali kotanya, tidak persoalan, dia akan terus dipilih oleh rakyat melalui mekanisme demokrasi lima tahunan,” paparnya.
Terlebih, Basarah menambahkan bahwa sikap PDIP ini sudah dua kali diputuskan dalam forum partai yang pertama itu Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada Januari 2016 lalu, yang kedua ditegaskan kembali dalam Kongres 2019 kemarin yang mana PDIP akan memperjuangan untuk melakukan amendemen terbatas dan menghadirkan kembali haluan negara.
“Kalau saya jabarkan secara legal formal maka yang diperintahkan untu diperjuangkan diubah adalah hanya Pasal 3 UUD 1945 di mana dalam pasal tersebut menyangkut wewenang MPR yang semula berbunyi mengubah dan menetapkan UUD ditambah frasa kalimat menetapkan haluan negara, hanya itu.”
“Jadi, di luar perubahan pasal itu PDI-P tidak berada dalam pikiran apalagi sikap untuk mengubah pasal-pasal lain di dalam UUD tersebut. kalau ada rencana untuk mengubah pasal-pasal lain di dalam UUD, PDIP kemungkinan akan mempertimbangkan kembali rencana agenda Amendemen UUD 1945 tersebut,” tegasnya.
(kri)