Manipulasi Opini, Aktivitas Buzzer Bisa Bahayakan Negara

Sabtu, 12 Oktober 2019 - 11:31 WIB
Manipulasi Opini, Aktivitas Buzzer Bisa Bahayakan Negara
Manipulasi Opini, Aktivitas Buzzer Bisa Bahayakan Negara
A A A
JAKARTA - Keberadaan buzzer (pendengung) di era media sosial (medsos) tidak bisa dinafikan lagi. Sama juga seperti medsos, buzzer juga memiliki sisi positif dan negatif.

Karena itu, sebagai orang yang hidup di Indonesia, buzzer harus memiliki etika dalam menyebarkan berita atau opini ke masyarakat. Sebab konten yang disebar para buzzer ini akan sangat mudah diserap masyarakat.

“Keberadaan buzzer, tidak hanya melulu jelek, tetapi tetap ada positif. Tapi bila buzzer memanipulasi opini publik, memanipulasi fakta maka itu menjadi salah. Kalau itu terjadi tentu buzzer harus dihapuskan karena bukan hanya membahayakan negara, tetapi bisa memecah belah rakyat,” ujar pengamat komunikasi politik, Hendri Satrio.

Yang paling menakutkan, lanjut Hendri, bila kemudian buzzer-buzzer ini dianggap sebagai salah satu pendorong orang untuk membenci manusia Indonesia lainnya.

“Jadi kalau menurut saya, buzzer yang demikian harus dihilangkan. Itu kan mudah bagi pemerintah. Harusnya bisa, paling gak segera dilakukan screening terhadap buzzer dan mengajak semua pihak tidak menggunakan buzzer untuk kegiatan negatif,” kata founder Lembaga Survei KedaiKOPI ini, di Jakarat, Selasa 8 Oktober 2019.

Hendri menilai, keberadaan buzzer harus dibedakan dibandingkan medsos. Sisi positif medsos lebih banyak dibandingkan mudharatnya. Paling kentara, melalui medsos, setiap orang akhirnya bisa bebas berpendapat tanpa harus menunggu media konvesional seperti televisi, radio, dan surat kabar memuat pemikiran individu yang lain.

Dengan medsos, sambung dia, orang bisa lebih eksis mengeluarkan pendapatnya. Tapi, menurut dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina ini, masalahnya banyak orang yang justru bukan menyuarakan opini di medsos, tetapi hanya membaca opini orang lain.

Dengan adanya opini orang lain di medsos, kemudian medsos dianggap sebagai wahana yang bisa mengatur opini orang lain.

Hendri melanjutkan, dengan opini orang lain dibaca, si individu itu bisa ikut-ikutan memiliki opini yang sama dan bisa menyuarakan opini yang sama dengan yang dibaca. Karena fenomena itu kemudian, dimanfaatkan orang-orang yang memanfaatkan medsos untuk kepentingannya dengan menggunakan buzzer.

“Supaya apa? Supaya lebih banyak lagi orang yang memiliki opini sama dengan dia. Jadi ini untuk memengaruhi opini orang lain,” tutur Hendri.

Hendri menilai, sejauh pengamatannya keberadaan buzzer sangat efektif untuk melakukan propaganda. Rata-rata para buzzer memiliki follower yang banyak. Itulah yang membuat buzzer sangat laris, tidak hanya di even politik, tetapi juga untuk mempromosikan sesuatu.

Sebenarnya, kata Hendri, keberadaan para buzzer ini mudah dikenali. Caranya mereka pasti menggiring opini yang sama, isu sama, meskipun caranya berbeda. Untuk itu, dia mengimbau di tengah kondisi negara yang "belum sembuh" setelah menjalani proses demokrasi serta kondisi sosial politik akhir-akhir ini, para buzzer ini harus menggunakan hati nuraninya untuk ikut serta menjaga perdamaian dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme masih menjadi ancaman nyata bagi Indonesia.

“Gunakanlah buzzer-buzzer ini untuk kebaikan. Jangan digunakan untuk hal-hal yang bisa justru memutarbalikkan fakta yang akhirnya bisa menghancurkan negara ini,” tutur Hendri.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6049 seconds (0.1#10.140)