29 Jamaah Haji Indonesia Masih Dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi
A
A
A
JAKARTA - Jamaah haji Indonesia yang masih dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) hingga saat ini berjumlah 29 orang. Tiga orang di RSAS Jeddah, tujuh orang di RSAS Madinah, dan sisanya 19 orang di RSAS Mekkah.
Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Endang Jumali mengatakan pascaoperasional haji 2019, sebanyak 59 jamaah sakit dan dirawat di RSAS. Dalam prosesnya, sebanyak 21 orang di antaranya meninggal dunia.
"Jamaah sakit yang sudah pulang 9 orang. Jadi tersisa di sana 29 orang," ujar Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Endang Jumali di sela Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1440 H/2019 M di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (8/10/2019) petang.
Diungkapkan, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pemulangan jamaah haji sakit ke Tanah Air. Pertama, sesuai ketentuan jamaah haji menggunakan maskapai yang sama ketika berangkat dan pulang. Namun Garuda Indonesia ternyata tidak bisa menyediakan tempat baring bagi jamaah haji yang sakit. Padahal kondisi jamaah berbeda-beda, ada yang bisa didudukkan tapi ada juga harus berbaring.
"Maka kita harus koordinasi dengan Saudia Airlines, karena hanya Saudia yang ada tempat tidur khusus untuk jamaah yang sakit ketika dipulangkan," jelas Endang.
Selain itu, Garuda juga tidak bisa langsung menyediakan oksigen bagi jamaah haji sakit yang dipulangkan. Manajemen di Jeddah harus menunggu hingga sepekan kiriman dari Garuda Jakarta.
Hal ini tentu berdampak terhadap jamaah karena kondisinya masih belum stabil. Misalnya, seharusnya jamaah sakit bisa langsung dipulangkan ke Tanah Air tapi karena tidak ada oksigen maka jamaah sakit lagi dan tidak layak terbang.
Terus pihak maskapai Garuda, kebutuhan oksigen harus dikirim dari Jakarta jadi menunggu 1 minggu minimal. Jadi kalau ada pas ada yang sakit harus pulang, harus minta dulu ke Garuda Jakarta baru dikirim. "Nah kondisi kan on/off, kadang kemarin harusnya berangkat, ternyata nggak ada oksigen ngedrop, balik lagi ke rumah sakit," ucapnya.
Sebelum pemulangan jamaah haji sakit, kata Endang, Teknis Urusan Haji juga harus mengurus perpanjangan visa yang bersangkutan. Pihaknya mengirimkan surat ke Kementerian Haji untuk persetujuan Imigrasinya karena sudah habis visa hajinya.
"Itu salah satu prosedur yang agak sedikit lama, dua tiga hari lah proses itu," tuturnya.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Haji (Kemenkes), Eka Jusuf Singka menambahkan, jamaah haji yang masih tinggal di Arab Saudi kebanyakan sakit saluran pernapasan dan sedikit penyakit jantung. Sebagian dari mereka dalam waktu dekat bisa dipulangkan ke Tanah Air.
"Akan ada yang pulang lagi, 10 orang sudah dinyatakan layak terbang," katanya.
Menurut Eka, selama masa operasional haji, sebanyak 241 jamaah sakit berhasil dipulangkan ke Indonesia. Sementara pascaoperasional haji ada sebanyak 25 jamaah sakit yang dipulangkan.
"Kami juga sudah kirim 6 petugas kesehatan ke Arab Saudi. Dua di Mekkah, dua di Madinah, dua di Jeddah untuk bertugas selama sebulan. Mereka ini seperti PPIH jilid II," katanya.
Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Endang Jumali mengatakan pascaoperasional haji 2019, sebanyak 59 jamaah sakit dan dirawat di RSAS. Dalam prosesnya, sebanyak 21 orang di antaranya meninggal dunia.
"Jamaah sakit yang sudah pulang 9 orang. Jadi tersisa di sana 29 orang," ujar Konsul Haji Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Endang Jumali di sela Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1440 H/2019 M di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (8/10/2019) petang.
Diungkapkan, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pemulangan jamaah haji sakit ke Tanah Air. Pertama, sesuai ketentuan jamaah haji menggunakan maskapai yang sama ketika berangkat dan pulang. Namun Garuda Indonesia ternyata tidak bisa menyediakan tempat baring bagi jamaah haji yang sakit. Padahal kondisi jamaah berbeda-beda, ada yang bisa didudukkan tapi ada juga harus berbaring.
"Maka kita harus koordinasi dengan Saudia Airlines, karena hanya Saudia yang ada tempat tidur khusus untuk jamaah yang sakit ketika dipulangkan," jelas Endang.
Selain itu, Garuda juga tidak bisa langsung menyediakan oksigen bagi jamaah haji sakit yang dipulangkan. Manajemen di Jeddah harus menunggu hingga sepekan kiriman dari Garuda Jakarta.
Hal ini tentu berdampak terhadap jamaah karena kondisinya masih belum stabil. Misalnya, seharusnya jamaah sakit bisa langsung dipulangkan ke Tanah Air tapi karena tidak ada oksigen maka jamaah sakit lagi dan tidak layak terbang.
Terus pihak maskapai Garuda, kebutuhan oksigen harus dikirim dari Jakarta jadi menunggu 1 minggu minimal. Jadi kalau ada pas ada yang sakit harus pulang, harus minta dulu ke Garuda Jakarta baru dikirim. "Nah kondisi kan on/off, kadang kemarin harusnya berangkat, ternyata nggak ada oksigen ngedrop, balik lagi ke rumah sakit," ucapnya.
Sebelum pemulangan jamaah haji sakit, kata Endang, Teknis Urusan Haji juga harus mengurus perpanjangan visa yang bersangkutan. Pihaknya mengirimkan surat ke Kementerian Haji untuk persetujuan Imigrasinya karena sudah habis visa hajinya.
"Itu salah satu prosedur yang agak sedikit lama, dua tiga hari lah proses itu," tuturnya.
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Haji (Kemenkes), Eka Jusuf Singka menambahkan, jamaah haji yang masih tinggal di Arab Saudi kebanyakan sakit saluran pernapasan dan sedikit penyakit jantung. Sebagian dari mereka dalam waktu dekat bisa dipulangkan ke Tanah Air.
"Akan ada yang pulang lagi, 10 orang sudah dinyatakan layak terbang," katanya.
Menurut Eka, selama masa operasional haji, sebanyak 241 jamaah sakit berhasil dipulangkan ke Indonesia. Sementara pascaoperasional haji ada sebanyak 25 jamaah sakit yang dipulangkan.
"Kami juga sudah kirim 6 petugas kesehatan ke Arab Saudi. Dua di Mekkah, dua di Madinah, dua di Jeddah untuk bertugas selama sebulan. Mereka ini seperti PPIH jilid II," katanya.
(kri)