Menko Polhukam Wiranto Minta Pengungsi Kembali ke Wamena
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto meminta pengungsi yang sudah meninggalkan Wamena untuk kembali ke Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Papua itu. Pemerintah berjanji menjamin keamanannya.
TNI dan Polri, menurut dia, sedang berupaya mengembalikan stabilitas keamanan di Wamena pascakerusuhan pada Senin (23/9) itu. “Kami aparat keamanan TNI-Polri akan terus berusaha sekuat tenaga agar trauma ini bisa segera hilang dan mereka bisa beraktivitas seperti biasa,” kata Wiranto dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin.
Menurut Wiranto, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw juga sudah mengajak langsung masyarakat yang mengungsi agar kembali ke Wamena. “Selama ini, Kapolda juga sudah menyampaikan penjelasan ke masyarakat, mengimbau masyarakat untuk kembali dan kami juga akan menjamin keamanan yang utuh,” tandasnya.
Mantan Panglima ABRI itu tak menjawab saat ditanya apakah pemerintah menambah pasukan TNI-Polri guna mengembalikan kondusifitas keamanan di Wamena. Dia hanya meminta masyarakat agar ikut mendinginkan suasana dengan menggunakan media sosial (medsos) guna menghilangkan trauma warga pendatang terhadap peristiwa kerusuhan Wamena.
“Kita mengharapkan agar masyarakat yang bergerak di medsos untuk mendinginkan suasana ini atau katakanlah bisa menghilangkan trauma ini,” ujarnya. Wiranto menerangkan, banyak warga dari Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan tinggal di Wamena bekerja sebagai pedagang dan membantu menghidupkan perekonomian.
“Bisa dibilang kalau mereka itu tidak bergerak, maka roda perekonomian di daerah itu bisa mati, bisa macet,” paparnya. Karena itu, dia mengajak semua pihak membantu menjamin keamanan terhadap semua masyarakat yang tinggal di Wamena. “Kita minta kesadaran itu daerah terdampak kerusuhan itu untuk menyadari ini, sehingga bisa memberikan jaminan keamanan yang notabenenya kembali saya katakan mereka itu kunci roda ekonominya,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan (GSK) Mahfud MD menyebut penyelesaian konflik di Papua harus memperhatikan keseimbangan antara hak asasi manusia (HAM) dan keamanan. Selain itu, kesejahteraan masyarakat di Bumi Cendrawasih juga mesti diperhatikan agar konflik tidak berkelanjutan.
“Tetapi harus diingat bahwa menyelesaikan masalah di Papua harus dalam koridor. Harus menyeimbangkan tujuan, kesejahteraan, dan keamanan, keduanya harus dikaitkan dalam keseimbangan, jangan sampai pecah,” ujarnya.
Mahfud meminjam istilah Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian terkait penyelesaian konflik di Papua. Menurut dia, tantangan aparat saat ini adalah melindungi HAM dan menjaga keamanan di Bumi Cendrawasih. Keduanya harus seimbang sehingga tidak ada pelanggaran.
“Jadi antara HAM dan KAM itu harus sama-sama dijaga, dan itu tantangan. Sehingga, pendekatan diperlukan di dalam membangun Papua sekarang dalam jangka waktu dekat ini menyelesaikan konflik horizontal bahwa orang Papua dan orang non-Papua yang ada di Papua itu adalah saudara sebangsa dan se-Tanah Air,” tandasnya.
Kemudian, ada pula pendekatan kultural untuk menyelesaikan konflik di Papua. Dengan begitu, jika pendekatan kultural dan keseimbangan HAM-keamanan diwujudkan, maka akan tercipta kedamaian di Papua.
“Jadi itulah pesannya saudara, mari kita melalui pertemuan ini kita berkirim pesan ke Papua, kita adalah bersaudara, jaga persaudaraan, akan rugi semua siapapun dari warga bangsa ini kalau keributan di Papua tidak diselesaikan secara baik,” jelas mantan Ketua MK itu.
TNI dan Polri, menurut dia, sedang berupaya mengembalikan stabilitas keamanan di Wamena pascakerusuhan pada Senin (23/9) itu. “Kami aparat keamanan TNI-Polri akan terus berusaha sekuat tenaga agar trauma ini bisa segera hilang dan mereka bisa beraktivitas seperti biasa,” kata Wiranto dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin.
Menurut Wiranto, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw juga sudah mengajak langsung masyarakat yang mengungsi agar kembali ke Wamena. “Selama ini, Kapolda juga sudah menyampaikan penjelasan ke masyarakat, mengimbau masyarakat untuk kembali dan kami juga akan menjamin keamanan yang utuh,” tandasnya.
Mantan Panglima ABRI itu tak menjawab saat ditanya apakah pemerintah menambah pasukan TNI-Polri guna mengembalikan kondusifitas keamanan di Wamena. Dia hanya meminta masyarakat agar ikut mendinginkan suasana dengan menggunakan media sosial (medsos) guna menghilangkan trauma warga pendatang terhadap peristiwa kerusuhan Wamena.
“Kita mengharapkan agar masyarakat yang bergerak di medsos untuk mendinginkan suasana ini atau katakanlah bisa menghilangkan trauma ini,” ujarnya. Wiranto menerangkan, banyak warga dari Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan tinggal di Wamena bekerja sebagai pedagang dan membantu menghidupkan perekonomian.
“Bisa dibilang kalau mereka itu tidak bergerak, maka roda perekonomian di daerah itu bisa mati, bisa macet,” paparnya. Karena itu, dia mengajak semua pihak membantu menjamin keamanan terhadap semua masyarakat yang tinggal di Wamena. “Kita minta kesadaran itu daerah terdampak kerusuhan itu untuk menyadari ini, sehingga bisa memberikan jaminan keamanan yang notabenenya kembali saya katakan mereka itu kunci roda ekonominya,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan (GSK) Mahfud MD menyebut penyelesaian konflik di Papua harus memperhatikan keseimbangan antara hak asasi manusia (HAM) dan keamanan. Selain itu, kesejahteraan masyarakat di Bumi Cendrawasih juga mesti diperhatikan agar konflik tidak berkelanjutan.
“Tetapi harus diingat bahwa menyelesaikan masalah di Papua harus dalam koridor. Harus menyeimbangkan tujuan, kesejahteraan, dan keamanan, keduanya harus dikaitkan dalam keseimbangan, jangan sampai pecah,” ujarnya.
Mahfud meminjam istilah Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian terkait penyelesaian konflik di Papua. Menurut dia, tantangan aparat saat ini adalah melindungi HAM dan menjaga keamanan di Bumi Cendrawasih. Keduanya harus seimbang sehingga tidak ada pelanggaran.
“Jadi antara HAM dan KAM itu harus sama-sama dijaga, dan itu tantangan. Sehingga, pendekatan diperlukan di dalam membangun Papua sekarang dalam jangka waktu dekat ini menyelesaikan konflik horizontal bahwa orang Papua dan orang non-Papua yang ada di Papua itu adalah saudara sebangsa dan se-Tanah Air,” tandasnya.
Kemudian, ada pula pendekatan kultural untuk menyelesaikan konflik di Papua. Dengan begitu, jika pendekatan kultural dan keseimbangan HAM-keamanan diwujudkan, maka akan tercipta kedamaian di Papua.
“Jadi itulah pesannya saudara, mari kita melalui pertemuan ini kita berkirim pesan ke Papua, kita adalah bersaudara, jaga persaudaraan, akan rugi semua siapapun dari warga bangsa ini kalau keributan di Papua tidak diselesaikan secara baik,” jelas mantan Ketua MK itu.
(don)