Bina Mantan Napi Teroris, Polri Beri Pelatihan Wirausaha
A
A
A
SRAGEN - Polri terus melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap mantan narapidana yang terpapar paham radikal atau narapidana teroris (Napiter). Pembinaan dan pendampingan yang dilakukan salah satunya penguatan ekonomi bagi napiter.
Seperti yang dilakukan Polres Sragen dan Polresta Surakarta. Polres Seragen misalnya, hingga kini terus membina Napiter bernama Paimin. Saat ini, Paimin hidup dengan tenang di kampung halamannya di Desa Maron, Kelurahan Karanganyar, Sambung Macan, Sragen, Jawa Tengah.
Sebelumnya, Paimin manjalani hukumanan selama 4 tahun di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Polda Metro Jaya dan terakhir di LP Magelang. Beruntung Paimin tidak dikucilkan oleh Masyarakat di kampungnya. Mereka justru secara bergotong-royong membantu membangun rumah untuk Paimin dan Keluarga.
Setelah menjalani hukuman, Paimin dibina oleh BNPT dan Polres Sragen selama empat tahun. Paimin kemudian mendapat bantuan berupa warung beserta isinya dan satu ekor sapi turunan Limosine, senilai Rp25 juta sebagai mata pencahariannya.
Sementara itu, Paimin mengaku sempat menjadi pengikut Umar Patek karena pengaruh teman satu pengajian di Masjid Muhammad Ramadhan, Bekasi. ”Saya kini hidup di kampung halaman dengan seorang istri dan empat anak. Saya insyaf dan tidak akan terjerumus ke dalam jaringan teroris lagi,” ucapnya.
Kapolres Sragen AKBP Yimmy Kurniawan, mengatakan pembinaan terus dilakukan kepada para Napiter. Tujuannya untuk membantu mereka menjalani kehidupan di masyarakat. "Kita terus lakukan pembinaan terhadap napiter, bentuk pembinaan salah satunya penguatan ekonomi," kata AKBP Yimmy Kurniawan.
Hal yang sama dilakukan Polresta Surakarta yang membina mantan Napiter bernama Hamidi. Saat ini, Hamidi membuka usaha tanaman hias bonsai.
Kapolresta Surakarta, Polda Jawa Tengah, AKBP Andy Rifai mengatakan, napiter di Surakarta berasal dari kalangan masyarakat yang tingkat pendidikan rendah.
"Dari kasus-kasus yang kami tangani, dilihat dari latar belakangnya rata-rata narapidana yang terpapar ajaran radikal memiliki tingkat pendidikan yang rendah," kata Andy di Mapolresta Surakarta, Kamis, 4 Oktober 2019
Andy mengatakan pihak kepolisian terus memantau kondisi narapidana ketika yang bersangkutan kembali ke tengah masyarakat.
"Sekembalinya dia setelah dari tahanan, tetap harus ada pendampingan terus menerus, baik dari anggota Polri, oleh tokoh agama, serta tokoh masyarakat," kata Andy.
Melalui bimbingan dan pendampingan tersebut, diharapkan para mantan narapidana kasus teroris dapat hidup di tengah masyarakat tanpa kembali kepada paham radikal.
Andy menyadari, pendampingan dan pemantauan untuk para mantan narapidana kasus terorisme bukanlah hal yang mudah, mengingat label sebagai mantan napi teroris selalu menjadi kendala di tengah masyarakat. ”Saat kembali ke tengah masyarakat, malah ada masyarakat yang justru menjauhi," kata Andy.
Oleh sebab itu pihak kepolisian selalu berupaya agar masyarakat di lingkungan tempat tinggal mantan napi teroris, dapat menerima mengingat napiter telah menjalani hukumannya.
"Ini penting sekali, karena kuncinya itu memang dari lingkungan. Kalau dari lingkungan yang bersangkutan bisa merasa nyaman, tentu untuk kembali ke kelompok atau paham radikalisme bisa dieliminasi," kata Andy.
Seperti yang dilakukan Polres Sragen dan Polresta Surakarta. Polres Seragen misalnya, hingga kini terus membina Napiter bernama Paimin. Saat ini, Paimin hidup dengan tenang di kampung halamannya di Desa Maron, Kelurahan Karanganyar, Sambung Macan, Sragen, Jawa Tengah.
Sebelumnya, Paimin manjalani hukumanan selama 4 tahun di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Polda Metro Jaya dan terakhir di LP Magelang. Beruntung Paimin tidak dikucilkan oleh Masyarakat di kampungnya. Mereka justru secara bergotong-royong membantu membangun rumah untuk Paimin dan Keluarga.
Setelah menjalani hukuman, Paimin dibina oleh BNPT dan Polres Sragen selama empat tahun. Paimin kemudian mendapat bantuan berupa warung beserta isinya dan satu ekor sapi turunan Limosine, senilai Rp25 juta sebagai mata pencahariannya.
Sementara itu, Paimin mengaku sempat menjadi pengikut Umar Patek karena pengaruh teman satu pengajian di Masjid Muhammad Ramadhan, Bekasi. ”Saya kini hidup di kampung halaman dengan seorang istri dan empat anak. Saya insyaf dan tidak akan terjerumus ke dalam jaringan teroris lagi,” ucapnya.
Kapolres Sragen AKBP Yimmy Kurniawan, mengatakan pembinaan terus dilakukan kepada para Napiter. Tujuannya untuk membantu mereka menjalani kehidupan di masyarakat. "Kita terus lakukan pembinaan terhadap napiter, bentuk pembinaan salah satunya penguatan ekonomi," kata AKBP Yimmy Kurniawan.
Hal yang sama dilakukan Polresta Surakarta yang membina mantan Napiter bernama Hamidi. Saat ini, Hamidi membuka usaha tanaman hias bonsai.
Kapolresta Surakarta, Polda Jawa Tengah, AKBP Andy Rifai mengatakan, napiter di Surakarta berasal dari kalangan masyarakat yang tingkat pendidikan rendah.
"Dari kasus-kasus yang kami tangani, dilihat dari latar belakangnya rata-rata narapidana yang terpapar ajaran radikal memiliki tingkat pendidikan yang rendah," kata Andy di Mapolresta Surakarta, Kamis, 4 Oktober 2019
Andy mengatakan pihak kepolisian terus memantau kondisi narapidana ketika yang bersangkutan kembali ke tengah masyarakat.
"Sekembalinya dia setelah dari tahanan, tetap harus ada pendampingan terus menerus, baik dari anggota Polri, oleh tokoh agama, serta tokoh masyarakat," kata Andy.
Melalui bimbingan dan pendampingan tersebut, diharapkan para mantan narapidana kasus teroris dapat hidup di tengah masyarakat tanpa kembali kepada paham radikal.
Andy menyadari, pendampingan dan pemantauan untuk para mantan narapidana kasus terorisme bukanlah hal yang mudah, mengingat label sebagai mantan napi teroris selalu menjadi kendala di tengah masyarakat. ”Saat kembali ke tengah masyarakat, malah ada masyarakat yang justru menjauhi," kata Andy.
Oleh sebab itu pihak kepolisian selalu berupaya agar masyarakat di lingkungan tempat tinggal mantan napi teroris, dapat menerima mengingat napiter telah menjalani hukumannya.
"Ini penting sekali, karena kuncinya itu memang dari lingkungan. Kalau dari lingkungan yang bersangkutan bisa merasa nyaman, tentu untuk kembali ke kelompok atau paham radikalisme bisa dieliminasi," kata Andy.
(cip)