Pakar Hukum Sarankan Presiden Jokowi Dapat Menahan Diri Keluarkan Perppu KPK
A
A
A
JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Indriyanto Seno Adji menyarankan, agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat menahan diri menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Indriyanto berpandangan, penerbitan Perppu tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba, namun harus memenuhi syarat konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan syarat yudisial dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/ 2009.
"Presiden hanya bisa menerbitkan Perppu apabila ada kegentingan yang (bersifat) memaksa," ujar Indriyanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (29/9/2019).
Mantan Plt pimpinan KPK ini menjelaskan, dalam pemahaman dan persyaratan konstitusional, tidak ada kegentingan yang memaksa untuk Presiden Jokowi menerbitkan Perppu atas revisi Undang-undang KPK.
"Jadi dalam kaitan revisi Undang-undang KPK, presiden bukan dan tidak dalam kapasitas menerbitkan Perppu, sehingga Presiden diharapkan tidak terjebak melanggar konstitusi dan hukum untuk menerbitkan Perppu terhadap revisi Undang-undang KPK," jelasnya
Indriyanto menilai, saran menerbitkan Perppu KPK adalah solusi menyesatkan dan memosisikan Presiden dalam jebakan dan penerbitan Perppu secara substansial melanggar konstitusi dan hukum.
"Ada rekayasa politik yang menghendaki Presiden memasuki lubang hitam pelanggaran konstitusi dengan tujuan akhir legally impeachment. Pola menyesatkan ini sebagai modus yang tidak bijak," tuturnya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan untuk mengeluarkan Hal ini disampaikannya seusai bertemu tokoh-tokoh lintas bidang, pada Kamis 26 September 2019. Jokowi mengatakan akan mempertimbangkan masukan tersebut dengan melakukan kajian-kajian terlebih dahulu.
“Tentu saja ini akan segera kita hitung, kita kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior dan guru-guru saya yang hadir pada sore hari ini,” ujarnya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 26 September 2019.
Indriyanto berpandangan, penerbitan Perppu tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba, namun harus memenuhi syarat konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 dan syarat yudisial dalam putusan MK Nomor 138/PUU-VII/ 2009.
"Presiden hanya bisa menerbitkan Perppu apabila ada kegentingan yang (bersifat) memaksa," ujar Indriyanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (29/9/2019).
Mantan Plt pimpinan KPK ini menjelaskan, dalam pemahaman dan persyaratan konstitusional, tidak ada kegentingan yang memaksa untuk Presiden Jokowi menerbitkan Perppu atas revisi Undang-undang KPK.
"Jadi dalam kaitan revisi Undang-undang KPK, presiden bukan dan tidak dalam kapasitas menerbitkan Perppu, sehingga Presiden diharapkan tidak terjebak melanggar konstitusi dan hukum untuk menerbitkan Perppu terhadap revisi Undang-undang KPK," jelasnya
Indriyanto menilai, saran menerbitkan Perppu KPK adalah solusi menyesatkan dan memosisikan Presiden dalam jebakan dan penerbitan Perppu secara substansial melanggar konstitusi dan hukum.
"Ada rekayasa politik yang menghendaki Presiden memasuki lubang hitam pelanggaran konstitusi dengan tujuan akhir legally impeachment. Pola menyesatkan ini sebagai modus yang tidak bijak," tuturnya
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertimbangkan untuk mengeluarkan Hal ini disampaikannya seusai bertemu tokoh-tokoh lintas bidang, pada Kamis 26 September 2019. Jokowi mengatakan akan mempertimbangkan masukan tersebut dengan melakukan kajian-kajian terlebih dahulu.
“Tentu saja ini akan segera kita hitung, kita kalkulasi dan nanti setelah itu akan kita putuskan dan sampaikan kepada senior dan guru-guru saya yang hadir pada sore hari ini,” ujarnya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 26 September 2019.
(wib)