Penerapan Pancasila Butuh Banyak Panutan, Bukan Slogan Semata

Kamis, 26 September 2019 - 17:12 WIB
Penerapan Pancasila Butuh Banyak Panutan, Bukan Slogan Semata
Penerapan Pancasila Butuh Banyak Panutan, Bukan Slogan Semata
A A A
JAKARTA - Kesaktian Pancasila sering didengungkan sebagai bukti keteguhan falsafah bangsa Indonesia dalam menghadapi upaya ancaman ideologi lain.

Pancasila sakti bukan hanya karena mampu menolak berbagai ideologi lain, tetapi menjadi bagian integral yang telah melindungi keragaman dan sesuai dengan identitas bangsa, sehingga ideologi lain seperti komunisme ataupun khilafah menjadi tertolak.

Ideologi seperti komunisme yang pada mulanya ingin memperjuangkan kelompok proletar dan kaum tertindas direduksi menjadi ideologi keras yang bertentangan dengan Pancasila yang berketuhanan.

Begitu pula khilafah sebagai model kepemimpinan dalam Islam yang menerapkan syariah direduksi menjadi ideologi kekuasaan yang ingin memberangus keragaman dan kebinekaan yang bertentangan dengan Pancasila.

Peneliti senior dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, jika ingin Pancasila membumi maka bangsa ini memerlukan panutan-panutan yang dicermikan oleh para tokoh elite nasional hinga tokoh-tokoh di daerah.

“Karena tidak mungkin Indonesia dibangun tanpa Pancasila. Karakter Pancasila adalah karakter kita, napas kita, ruh kita, ideologi kita. Kalau itu ditinggalkan, ya kita akan membangun nilai-nilai baru yang tidak jelas itu sehingga masuklah infiltrasi ideologi-ideologi lain,” ujar Siti di Jakarta, Rabu 25 September 2019.

Siti mengatakan, tidak perlu kita menyebut-nyebut "saya Pancasila, saya Indonesia". Tetapi yang diperlukan adalah bagaimana warga negara Indonesia bisa menghayati, mengimplementasi dan mengongkretkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

“Itulah nilai-nilai lokal yang harus kita kedepankan kembali, karena tidak ada bangsa yang besar tanpa mengedepankan nilai-nilainya sendiri. Karena kita orang Indonesia dengan Pancasila, dengan Bhinneka Tunggal Ika kita, dengan keyakinan pada NKRI dan mengacu pada konstitusi yang disebut dengan Undang-Undang Dasar 1945,” tuturnya.

Agar generasi muda yang masih mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah ini tidak mudah tersusupi paham-paham seperti khilafah ataupun Komunisme, dia mengatakan, sejatinya lembaga-lembaga pendidikan berkewajiban menyampaikan kepada anak didiknya bahwa Indonesia memiliki konsensus dasar yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Konsensus itu, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Yang mana empat consensus tersebut sangat wajib diikuti dan dipatuhi dan tidak bisa ditawar lagi. Dengan demikian, para pendidik pun juga tidak hanya sekadar mengajarkan atau mengatakan "Ada bahaya, Islam radikal, ada PKI atau komunis, bahaya komunis dan sebagainya".

“Sehingga sebagai warga negara, kita punya ownership, kita punya rasa memiliki sebagai warga negara. Kita punya hak dan kewajiban,” ujarnya.

Oleh karena itu ketika ada transfer pengetahuan seperti itu, kata dia, harus disampaikan bahwa tidak ada ideologi lain selain Pancasila untuk warga negara Indonesia. Hal tersebut sebetulnya harus diemban para tenaga pendidik dengan memadai, dengan penuh tanggung jawab moral.

“Tidak hanya oleh para pengajar tetapi juga oleh para pengurus lembaga negara juga. Mau tidak mau mereka harus mengemban itu. Karena mereka ini adalah role model, panutan. Role model itu panutan yang patut dijadikan acuan bagi warga masyarakat untuk dicontoh dan diteladani,” tuturnya.

Tak hanya itu, menurut dia, jika ada yang menyebarkan ideologi keras itu sudah masuk ranah pidana. Karena hal itu dilarang secara hukum.

“Karena ini merongrong bangsa kita, merongrong kedaulatan negara kita. Siapa pun itu, tanpa pandang bulu harus diberikan penalti setimpal. Karena sebenar itu sudah masuk kategori makar meskipun tidak harus pakai bala tentara dan persenjataan yang luar biasa,” tuturnya.

Untuk itu alumni Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Jember ini mengingatkan kepada semua masyarakat di semua lapisan baik yang bawah, menengah maupun atas itu untuk betul-betul mampu memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai upaya umntuk membentengi diri dan lingkungan sekitarnya agar tidak mudah terpengaruh ideologi lain .

“Akhirnya yang kita butuhkan lagi adalah munculnya sosok-sosok yang bisa meneladani nilai-nilai Pancasila. Kita berharap sekali munculnya teladan-teladan dari semua tokoh-tokoh elite, pemuka agama, pemuka adat, lalu elite nasional, elite regional, elite lokal dan seterusnya. Jadi bukan hanya seruan klise. Kalau mereka semua bisa merefleksikan Pancasila, ideologi-ideologi seperti khilafah dan komunisme tertolak sendirinya,” ujarnya mengakhiri.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3886 seconds (0.1#10.140)