ITB Siapkan Aplikasi Canggih untuk Atasi Karhutla

Kamis, 19 September 2019 - 18:34 WIB
ITB Siapkan Aplikasi Canggih untuk Atasi Karhutla
ITB Siapkan Aplikasi Canggih untuk Atasi Karhutla
A A A
JAKARTA - Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menawarkan aplikasi canggih berbasis web untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ketua Peneliti ITB Armi Susandi saat memaparkan Forest fire Management System (FORMS) di depan para peneliti dunia dari berbagai institusi bergengsi seperti King’s College London, ITB, UK Research and Innovation Science and Technology Facilities Council (UKRI STFC) dan BMKG dalam International Training and Workshop on Identifying and Monitoring the Environmental Impact of Forest and Peatland Fires, yang berlangsung di Palangkaraya, 18-20 September 2019.

Aplikasi FORMS ini diinisiasi oleh Armi, setelah mendapat permintaan langsung dari Ketua BNPB Letjen TNI Doni Monardo yang ingin kebakaran hutan di Indonesia bisa cepat teratasi dan tidak berulang di tahun berikutnya sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Aplikasi FORMS tersebut berisi fitur-fitur prediksi potensi sebaran api dan sebaran asap yang dapat di lihat dengan tepat lokasinya hingga tiga hari ke depan, sehingga dapat dimanfaatkan dalam menyusun strategi pemadaman karhutla, serta menjadi petunjuk penting bagi aparat di lapangan dalam memadamkan kebakaran hutan dan lahan tersebut," kata alumni Max Planck Jerman, Kamis (18/9/2019).

Armi menjelaskan, FORMS akan dikembangkan dengan beberapa fitur utama seperti telemetri untuk memantau tinggi muka air di area gambut, early warning potensi kebakaran hutan, data pendukung cuaca untuk operasi hujan buatan, serta analisis dampak (impact base) dari kebakaran hutan tersebut untuk penentuan besarnya bantuan yang akan diberikan secara tepat.

Penggunaan FORMS, kata Armi, akan memberikan harapan besar pengurangan kejadian karhutla di masa mendatang karena diantisipasi lebih awal melalui prediksi potensi kebakaran hutan dan lahan dari potensi hotspot yang ada.

Tentunya aspek penting lainnya seperti perbaikan budaya berkebun dan penegakan hukum perlu dilakukan dalam mengatasi bencana asap tersebut saat ini dan mendatang

"Aplikasi FORMS di harapkan bisa diluncurkan secara resmi lengkap dengan fitur-fiturnya dalam beberapa bulan ke depan dalam versi web dan Apps. Sistem ini akan didukung oleh data dan informasi yang penting dari berbagai sumber khususnya dari kementerian dan lembaga terkait," kata Armi yang baru saja menyelesaikan PPSA XXII Lemhannas RI.

Armi menambahkan, berdasarkan informasi yang di publish dari ESRI, sejak awal tahun hingga hari ini sudah lebih dari 302.000 titik panas (hotspot) terpantau setidaknya di empat provinsi, yaitu Provinsi Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Papua.

"Ke empat provinsi tersebut yang paling besar jumlah kejadiannya. Kejadian kebakaran hutan tersebut paling banyak terjadi di wilayah konsesi hutan yaitu sebesar 32% dan didominasi di wilayah gambut, sementara kejadian kebakaran hutan dan lahan di perkebunan yang telah tersertifikasi (RSPO dan IPSP) cenderung minim terjadi," ujarnya.

Armi menyebut, penyebab kebakaran hutan 99% akibat dari ulah manusia. Hal ini diperparah dengan kondisi saat ini dimana wilayah Indonesia tengah mengalami Elnino moderat (terjadi kekeringan dan hujan sangat rendah). Ilmuwan asal Padang, Sumatera Barat ini memprediksi kondisi kekeringan tersebut masih akan berlangsung hingga April 2020 mendatang.

Sebagai ahli kebencanaan Armi berharap angin monsun Timur Laut yang membawa uap air dan awan basah serta menimbulkan hujan akan mengimbangi kejadian El Nino tersebut. "Kami memprediksi awal musim hujan akan tertunda hingga 1-2 bulan mendatang, terlihat dari arah angin yang masuk ke wilayah Indonesia masih di dominasi dari arah Selatan," ujarnya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6959 seconds (0.1#10.140)