Muhammadiyah dan NU Tegaskan Harus Ada Sipil dalam Komposisi Pimpinan KPK
A
A
A
JAKARTA - Muhammadiyah dan Nadhlatul Ulama (NU) meminta agar proses seleksi lima calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini tengah berlangsung dan sedang memasuki babak akhir harus ada keterwakilan unsur masyarakat atau sipil.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafi’i Maarif menegaskan, dalam rangka menjaga semangat reformasi dan demokratisasi, maka keterwakilan unsur sipil dalam pimpinan KPK adalah harga mutlak yang tak bisa ditawar.
"Kalau tidak ada representasi masyarakat sipil dalam (kelima) unsur komisioner KPK, maka ini akan sulit untuk menciptakan kesempurnaan terutama dalam pengambilan keputusan di KPK. Ini sudah otomatis mencederai spirit reformasi dan semangat demokratisasi," kata Syafi’i Ma’arif saat dihubungi via telpon, Jakarta, Kamis 12 September 2019.
Lebih lanjut, sesepuh Muhammadiyah yang juga akrab disapa Buya Syafi’i Ma’arif ini mengatakan, pentingnya memasukkan unsur sipil ke dalam nahkoda KPK itu demi menjaga mandat Reformasi yang mensyaratkan perlu adanya keterwakilan sipil di Komisioner KPK.
Buya mengaku sudah mengkomunikasikan terkait pentingnya keterwakilan unsur sipil dalam seleksi Capim KPK ini ke pimpinan DPR.
"Mengenai hal ini (harus ada perwakilan masyarakat/sipil) sudah saya sampaikan ke pimpinan DPR untuk diperhatikan," ungkap dia.
Senada dengan itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj juga meminta agar komposisi pimpinan KPK benar-benar proporsional.
"Proporsionalitas juga aspek penting dalam kepemimpinan KPK," kata Said kepada wartawan di Jakarta, Kamis 12 September 2019.
Menurutnya, proporsionalitas dalam kepemimpinan KPK itu sendiri berarti dari 10 Capim KPK yang saat ini sedang menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR harus ada keterwakilan daris setiap unsur salah satunya dari kalangan sipil dan akademisi.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafi’i Maarif menegaskan, dalam rangka menjaga semangat reformasi dan demokratisasi, maka keterwakilan unsur sipil dalam pimpinan KPK adalah harga mutlak yang tak bisa ditawar.
"Kalau tidak ada representasi masyarakat sipil dalam (kelima) unsur komisioner KPK, maka ini akan sulit untuk menciptakan kesempurnaan terutama dalam pengambilan keputusan di KPK. Ini sudah otomatis mencederai spirit reformasi dan semangat demokratisasi," kata Syafi’i Ma’arif saat dihubungi via telpon, Jakarta, Kamis 12 September 2019.
Lebih lanjut, sesepuh Muhammadiyah yang juga akrab disapa Buya Syafi’i Ma’arif ini mengatakan, pentingnya memasukkan unsur sipil ke dalam nahkoda KPK itu demi menjaga mandat Reformasi yang mensyaratkan perlu adanya keterwakilan sipil di Komisioner KPK.
Buya mengaku sudah mengkomunikasikan terkait pentingnya keterwakilan unsur sipil dalam seleksi Capim KPK ini ke pimpinan DPR.
"Mengenai hal ini (harus ada perwakilan masyarakat/sipil) sudah saya sampaikan ke pimpinan DPR untuk diperhatikan," ungkap dia.
Senada dengan itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj juga meminta agar komposisi pimpinan KPK benar-benar proporsional.
"Proporsionalitas juga aspek penting dalam kepemimpinan KPK," kata Said kepada wartawan di Jakarta, Kamis 12 September 2019.
Menurutnya, proporsionalitas dalam kepemimpinan KPK itu sendiri berarti dari 10 Capim KPK yang saat ini sedang menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR harus ada keterwakilan daris setiap unsur salah satunya dari kalangan sipil dan akademisi.
(mhd)