KPK Putuskan Capim Firli Diduga Lakukan Pelanggaran Etik Berat
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah memutuskan, terjadinya dugaan pelanggaran berat yang dilakukan Calon Pimpinan (Capim) KPK, Firli Bahuri, saat bertugas sebagai Deputi Bidang Penindakan KPK.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, pada Rabu (11/9/2019) ini KPK menyampaikan informasi resmi KPK terkait pemeriksaan etik mantan Deputi Bidang Penindakan KPK Firli atau Firli Bahuri.
Saut menegaskan, penyampaian secara resmi proses dan hasil pemeriksaan etik terhadap Firli tersebut punya dua alasan. Pertama, dalam rangka pelaksanaan perintah undang-undang (UU) KPK bertanggung jawab pada publik atas pelaksanaan tugasnya termasuk membuka akses informasi pada publik. Kedua kata Saut, karena ada kesimpangsiuran informasi di masyarakat.
"Pimpinan telah menerima laporan hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal KPK sebagaimana yang disampaikan Deputi Bidang PIPM tertanggal 23 Januari 2019. Perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," ujar Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
(Baca juga: Penjelasan Capim KPK Ini Soal Pelanggaran Kode Etik)
Saat konferensi pers, Saut didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah dan Penasihat KPK ex-offico Dewan Pertimbangan Pegawai KPK Mohammad Tsani Annafari. Pihaknya punya alasan mengapa pernyataan resmi KPK baru disampaikan saat ini.
Dia membeberkan, pihaknya tidak ada keinginan apapun untuk menjegal Firli yang akan mengikuti proses fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) di Komisi III DPR sebagai calon pimpinan pimpinan KPK periode 2019-2023. Saut mengklaim, selama beberapa waktu belakangan pimpinan KPK memiliki banyak kesibukan hingga turun ke daerah untuk kegiatan pencegahan korupsi.
"Hari ini, 11 September 2019 KPK telah menyampaikan surat resmi pada DPR khususnya Komisi II terkait rekam jejak calon pimpinan KPK dengan harapan agar dapat menjadi pertimbangan dalam prseos pemilihan calon pimpinan KPK, Masyarakat membutuhkan pimpinan KPK yang berintegritas dan dapat bekerja secara independen," ucapnya.
Mohammad Tsani Annafari membeberkan, pelanggaran etik berat yang diduga dilakukan Firli atau Firli Bahuri semasa bertugas sebagai Deputi Bidang Penindakan KPK terkait dengan dua kasus yang ditangani KPK.
Pertama, penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah deaeyrah dalam PT Newmont Nusa Tenggara (beralih nama menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara) pada tahun 2009-2016. Kaitannya tutur Tsani, yakni dua kali pertemuan Firli dengan Gubernur NTB periode 2013-2018 Muhammad Zainul Majdi yang karib disapa Tuan Guru Bajang (TGB).
Kedua, Tsani melanjutkan, kasus dugaan suap pengurusan alokasi dan pengesahan dana perimbangan daerah atau DAK dan DID dari APBN dan APBN Perubahan untuk sekitar 10 daerah dengan tersangka saat itu Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Yaya kini terpidana 6 tahun 6 bulan penjara.
Keterhubungan untuk kasus kedua, Tsani melanjutkan, Firli mengamankan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar saat penjadwalan ulang di KPK. Bahrullah saat itu akan diperiksa sebagai saksi untuk Yaya Purnomo terkait dengan pengurusan DAK Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
"Pada 1 November 2018 malam hari, di sebuah hotel di Jakarta, saudara F bertemu dengan seorang pimpinan partai politik," tegas Tsani.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, pada Rabu (11/9/2019) ini KPK menyampaikan informasi resmi KPK terkait pemeriksaan etik mantan Deputi Bidang Penindakan KPK Firli atau Firli Bahuri.
Saut menegaskan, penyampaian secara resmi proses dan hasil pemeriksaan etik terhadap Firli tersebut punya dua alasan. Pertama, dalam rangka pelaksanaan perintah undang-undang (UU) KPK bertanggung jawab pada publik atas pelaksanaan tugasnya termasuk membuka akses informasi pada publik. Kedua kata Saut, karena ada kesimpangsiuran informasi di masyarakat.
"Pimpinan telah menerima laporan hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal KPK sebagaimana yang disampaikan Deputi Bidang PIPM tertanggal 23 Januari 2019. Perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," ujar Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
(Baca juga: Penjelasan Capim KPK Ini Soal Pelanggaran Kode Etik)
Saat konferensi pers, Saut didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah dan Penasihat KPK ex-offico Dewan Pertimbangan Pegawai KPK Mohammad Tsani Annafari. Pihaknya punya alasan mengapa pernyataan resmi KPK baru disampaikan saat ini.
Dia membeberkan, pihaknya tidak ada keinginan apapun untuk menjegal Firli yang akan mengikuti proses fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) di Komisi III DPR sebagai calon pimpinan pimpinan KPK periode 2019-2023. Saut mengklaim, selama beberapa waktu belakangan pimpinan KPK memiliki banyak kesibukan hingga turun ke daerah untuk kegiatan pencegahan korupsi.
"Hari ini, 11 September 2019 KPK telah menyampaikan surat resmi pada DPR khususnya Komisi II terkait rekam jejak calon pimpinan KPK dengan harapan agar dapat menjadi pertimbangan dalam prseos pemilihan calon pimpinan KPK, Masyarakat membutuhkan pimpinan KPK yang berintegritas dan dapat bekerja secara independen," ucapnya.
Mohammad Tsani Annafari membeberkan, pelanggaran etik berat yang diduga dilakukan Firli atau Firli Bahuri semasa bertugas sebagai Deputi Bidang Penindakan KPK terkait dengan dua kasus yang ditangani KPK.
Pertama, penyelidikan dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah deaeyrah dalam PT Newmont Nusa Tenggara (beralih nama menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara) pada tahun 2009-2016. Kaitannya tutur Tsani, yakni dua kali pertemuan Firli dengan Gubernur NTB periode 2013-2018 Muhammad Zainul Majdi yang karib disapa Tuan Guru Bajang (TGB).
Kedua, Tsani melanjutkan, kasus dugaan suap pengurusan alokasi dan pengesahan dana perimbangan daerah atau DAK dan DID dari APBN dan APBN Perubahan untuk sekitar 10 daerah dengan tersangka saat itu Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Yaya kini terpidana 6 tahun 6 bulan penjara.
Keterhubungan untuk kasus kedua, Tsani melanjutkan, Firli mengamankan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bahrullah Akbar saat penjadwalan ulang di KPK. Bahrullah saat itu akan diperiksa sebagai saksi untuk Yaya Purnomo terkait dengan pengurusan DAK Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
"Pada 1 November 2018 malam hari, di sebuah hotel di Jakarta, saudara F bertemu dengan seorang pimpinan partai politik," tegas Tsani.
(maf)