Respons Prof Romli Soal Wadah Pegawai dan Capim KPK
A
A
A
JAKARTA - Pakar Hukum Pidana yang juga salah satu perumus Undang-Undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Prof Romli Atmasasita, mempertanyakan integritas pengurus Wadah Pegawai KPK terhadap lembaga KPK.
"Karena bukan mereka satu-satunya yang berhak menyatakan sebagai pemilik tunggal lembaga KPK yang saya perjuangkan 17 tahun lalu," ungkapnya, Jumat (30/8/2019).
Hal tersebut diungkapkan Romli saat mengomentari aksi dari Wadah Pegawai KPK yang membuat petisi untuk menolak salah satu calon pimpinan. Menurut Romli, aksi tersebut merecoki kerja pansel, tidak etis serta melanggar UU ASN dan UU KPK.
"Tindakan Wadah Pegawai KPK ini mirip dengan kerja LSM bukan lagi kerja aparatur sipil negara yang paham hirarki dan garis komando. Wadah Pegawai KPK bukan organ independen, tetapi terikat kode etik dan disiplin sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.
Romli mengungkapkan, jika ada calon pimpinan yang integritasnya dipersoalkan. Hal itu bukanlah tugas dan wewenang pegawai KPK, tetapi menjadi hak koalisi antikorupsi dan Komisi III DPR, yang nanti akan memilih lima dari 10 calon yang diajukan Presiden ke DPR.
Mengenai unsur pimpinan KPK, Romli memaparkan, dalam UU KPK jelas menyatakan, bahwa unsur pimpinan KPK adalah unsur dari pemerintah dan masyarakat. Secara historis, penyusunan UU KPK, unsur pemerintah adalah Jaksa dan Polri.
Menurutnya, lembaga-lembaga sejenis di negara lain di ASEAN juga diisi oleh polisi, bukan nonkarier polisi. "Pasalnya, mereka wajib memiliki sertifikat khusus sebagai penyidik, dan korupsi merupakan extraordinary crime yang memerlukan tenaga penyidik spesialis tersendiri," pungkasnya.
"Karena bukan mereka satu-satunya yang berhak menyatakan sebagai pemilik tunggal lembaga KPK yang saya perjuangkan 17 tahun lalu," ungkapnya, Jumat (30/8/2019).
Hal tersebut diungkapkan Romli saat mengomentari aksi dari Wadah Pegawai KPK yang membuat petisi untuk menolak salah satu calon pimpinan. Menurut Romli, aksi tersebut merecoki kerja pansel, tidak etis serta melanggar UU ASN dan UU KPK.
"Tindakan Wadah Pegawai KPK ini mirip dengan kerja LSM bukan lagi kerja aparatur sipil negara yang paham hirarki dan garis komando. Wadah Pegawai KPK bukan organ independen, tetapi terikat kode etik dan disiplin sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.
Romli mengungkapkan, jika ada calon pimpinan yang integritasnya dipersoalkan. Hal itu bukanlah tugas dan wewenang pegawai KPK, tetapi menjadi hak koalisi antikorupsi dan Komisi III DPR, yang nanti akan memilih lima dari 10 calon yang diajukan Presiden ke DPR.
Mengenai unsur pimpinan KPK, Romli memaparkan, dalam UU KPK jelas menyatakan, bahwa unsur pimpinan KPK adalah unsur dari pemerintah dan masyarakat. Secara historis, penyusunan UU KPK, unsur pemerintah adalah Jaksa dan Polri.
Menurutnya, lembaga-lembaga sejenis di negara lain di ASEAN juga diisi oleh polisi, bukan nonkarier polisi. "Pasalnya, mereka wajib memiliki sertifikat khusus sebagai penyidik, dan korupsi merupakan extraordinary crime yang memerlukan tenaga penyidik spesialis tersendiri," pungkasnya.
(maf)