Urban Farming Berbasis PKK, Terobosan Membangun Ketahanan Pangan
A
A
A
PADANG - Pertumbuhan di Kota Malang, melaju begitu pesat. Kota Pendidikan, Kota Wisata, dan Kota Industri yang disematkan di kota berudara sejuk ini, menjadi magnet bagi masyarakat dari berbagai penjuru Nusantara, untuk datang di Kota Malang.
Kondisi ini membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal semakin pesat, dan mulai menggerus lahan pertanian. Meski dunia pertanian telah banyak ditinggalkan oleh generasi milenial, tetapi keberadaannya masih sangat dibutuhkan untuk memasok kebutuhan pangan masyarakat.
Kecukupan ketersediaan bahan pangan, pemenuhan gizi untuk tumbuh kembang anak, bahkan hingga lanju inflasi, sangat ditentukan oleh produk-produk yang dihasilkan oleh dunia pertanian tersebut.
Berbagai tantangan kota dalam pemenuhan kebutuhan pangan, gizi, dan menekan laju inflasi, tidak membuat langkah Wali Kota Malang, Sutiaji sedikitpun surut. Tantangan itu, menjadi pemacu untuk terus berinovasi demi membangun peradaban kota.
Salah satu inovasi yang digagas dan dikembangkan oleh orang nomor satu di Kota Malang ini adalah, pengembangan pertanian perkotaan, atau lebih dikenal dengan sebutan urban farming, yang berbasis keluarga dan masyarakat.
"Pengembangan urban farming berbasis masyarakat, keluarga, dan ibu rumah tangga yang tergabung di PKK, menjadi solusi untuk mengatasi banyak persoalan terkait pangan, gizi, hingga inflasi," tuturnya.
Wali kota yang dikenal ramah tersebut, mengatakan, membangun urban farming juga menjawab persoalan rendahnya kepemilikan lahan pertanian di masyarakat. Produksi bahan pangan melalui usaha tani, cukup memanfaatkan lahan pekarangan yang ada, serta barang bekas yang tidak terpakai.
"Lahan persawahan kita memang terbatas, tapi bukan berarti program ketahanan pangan tidak bisa dihidupkan di kawasan perkampungan dan permukiman perkotaan," ujarnya penuh rasa optimis.
Keberadaan urban farming ini, selain sebagai ruang untuk menjaga ketahanan pangan, menurutnya juga sekaligus sebagai ruang hijau di lingkugan rumah agar lingkungannya tetap lestari dan menyegarkan.
Urban farming di pekarangan rumah yang serba terbatas, diakuinya bisa menjadi sarana pengendalian inflasi di Kota Malang, karena dengan ketahanan dan kemandirian pangan, warga tidak terdampak secara ekstrim akan fluktuasi harga-harga pangan.
Urban farming lebih banyak melakukan budidaya tanaman yang bersifat produk volatile, yaitu produk pertanian yang mempunyai nilai harga jual fluktuatif, yang artinya harga tertinggi dan terendah dari produk itu sangat tidak stabil, seperti produk sayuran daun, buah tomat, dan cabe, serta bawang merah.
Misi besar lainnya adalah zero stunting. "Stunting Jatim, masuk kategori tinggi. Sejalan dengan program Pemprov Jatim, Pemkot Malang juga melakukan langkah-langkah penguatan untuk mampu menekan jumlah stunting. Salah satunya melalui perbaikan mutu dan gizi pangan," terangnya.
Urban farming yang digarap, di antaranya menonjolkan tanaman-tanaman organik yang itu bagus untuk pertumbuhan dan kesehatan keluarga, sehingga di 2023 ditargetkan Kota Malang zero stunting.
Sudah 57 kelurahan yang disentuh untuk pengembangan program urban farming tersebut. Terbanyak tanaman cabai yang dibudidayakan disetiap rumah. Dan diakui keberadaan tanaman cabai itu sangat membantu rumah tangga, utamanya saat harga cabai mahal.
Kemandirian pangan, ketahanan pangan, serta pengendalian inflasi, dan zero stunting, sebagai bagian dari misi program urban farming. Dan salah satu wujud konkritnya, telah didistribusikan hasil olahan urban farming dan juga kompos ke rumah tangga di beberapa wilayah kelurahan.
Dukungan pengembangan urban farming juga datang dari Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang, Hj. Widayati Sutiaji, kesadaran untuk mengembangkan urban farming sudah tumbuh dalam kelompok-kelompok PKK.
Menurutnya, urban farming menjadi pilihan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat di Kota Malang, karena kondisi lahan persawahan yang semakin terbatas.
Bagi generasi milenial, bertani dianggap sudah bukan profesi yang menarik lagi untuk digeluti. Bahkan, banyak masyarakat yang beranggapan dunia pertanian sudah sulit dijadikan gantungan hidup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Namun, bagi Widayati, pertanian perkotaan adalah harapan baru, utamanya bagi keluarga-keluarga di perkotaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian di meja makan keluarga, sehingga tidak harus repot lagi mengeluarkan uang tambahan untuk belanja.
Ditambahkan perempuan murah senyum ini, bahwa dalam rangka penguatan urban farming, PKK Kota Malang, punya program yang namanya Hatinya. Yakni, singkatan dari Halaman Asri Teratur Indah dan Nyaman.
"Program Hatinya PKK itu juga dikawinkan dengan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang dilakukan Pemkot Malang. Tujuannya mengoptimalisasikan pemanfaatan lahan pekarangan, serta menjadi sarana untuk terbangunnya ketahanan pangan," terangnya.
Kondisi ini membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal semakin pesat, dan mulai menggerus lahan pertanian. Meski dunia pertanian telah banyak ditinggalkan oleh generasi milenial, tetapi keberadaannya masih sangat dibutuhkan untuk memasok kebutuhan pangan masyarakat.
Kecukupan ketersediaan bahan pangan, pemenuhan gizi untuk tumbuh kembang anak, bahkan hingga lanju inflasi, sangat ditentukan oleh produk-produk yang dihasilkan oleh dunia pertanian tersebut.
Berbagai tantangan kota dalam pemenuhan kebutuhan pangan, gizi, dan menekan laju inflasi, tidak membuat langkah Wali Kota Malang, Sutiaji sedikitpun surut. Tantangan itu, menjadi pemacu untuk terus berinovasi demi membangun peradaban kota.
Salah satu inovasi yang digagas dan dikembangkan oleh orang nomor satu di Kota Malang ini adalah, pengembangan pertanian perkotaan, atau lebih dikenal dengan sebutan urban farming, yang berbasis keluarga dan masyarakat.
"Pengembangan urban farming berbasis masyarakat, keluarga, dan ibu rumah tangga yang tergabung di PKK, menjadi solusi untuk mengatasi banyak persoalan terkait pangan, gizi, hingga inflasi," tuturnya.
Wali kota yang dikenal ramah tersebut, mengatakan, membangun urban farming juga menjawab persoalan rendahnya kepemilikan lahan pertanian di masyarakat. Produksi bahan pangan melalui usaha tani, cukup memanfaatkan lahan pekarangan yang ada, serta barang bekas yang tidak terpakai.
"Lahan persawahan kita memang terbatas, tapi bukan berarti program ketahanan pangan tidak bisa dihidupkan di kawasan perkampungan dan permukiman perkotaan," ujarnya penuh rasa optimis.
Keberadaan urban farming ini, selain sebagai ruang untuk menjaga ketahanan pangan, menurutnya juga sekaligus sebagai ruang hijau di lingkugan rumah agar lingkungannya tetap lestari dan menyegarkan.
Urban farming di pekarangan rumah yang serba terbatas, diakuinya bisa menjadi sarana pengendalian inflasi di Kota Malang, karena dengan ketahanan dan kemandirian pangan, warga tidak terdampak secara ekstrim akan fluktuasi harga-harga pangan.
Urban farming lebih banyak melakukan budidaya tanaman yang bersifat produk volatile, yaitu produk pertanian yang mempunyai nilai harga jual fluktuatif, yang artinya harga tertinggi dan terendah dari produk itu sangat tidak stabil, seperti produk sayuran daun, buah tomat, dan cabe, serta bawang merah.
Misi besar lainnya adalah zero stunting. "Stunting Jatim, masuk kategori tinggi. Sejalan dengan program Pemprov Jatim, Pemkot Malang juga melakukan langkah-langkah penguatan untuk mampu menekan jumlah stunting. Salah satunya melalui perbaikan mutu dan gizi pangan," terangnya.
Urban farming yang digarap, di antaranya menonjolkan tanaman-tanaman organik yang itu bagus untuk pertumbuhan dan kesehatan keluarga, sehingga di 2023 ditargetkan Kota Malang zero stunting.
Sudah 57 kelurahan yang disentuh untuk pengembangan program urban farming tersebut. Terbanyak tanaman cabai yang dibudidayakan disetiap rumah. Dan diakui keberadaan tanaman cabai itu sangat membantu rumah tangga, utamanya saat harga cabai mahal.
Kemandirian pangan, ketahanan pangan, serta pengendalian inflasi, dan zero stunting, sebagai bagian dari misi program urban farming. Dan salah satu wujud konkritnya, telah didistribusikan hasil olahan urban farming dan juga kompos ke rumah tangga di beberapa wilayah kelurahan.
Dukungan pengembangan urban farming juga datang dari Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang, Hj. Widayati Sutiaji, kesadaran untuk mengembangkan urban farming sudah tumbuh dalam kelompok-kelompok PKK.
Menurutnya, urban farming menjadi pilihan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat di Kota Malang, karena kondisi lahan persawahan yang semakin terbatas.
Bagi generasi milenial, bertani dianggap sudah bukan profesi yang menarik lagi untuk digeluti. Bahkan, banyak masyarakat yang beranggapan dunia pertanian sudah sulit dijadikan gantungan hidup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Namun, bagi Widayati, pertanian perkotaan adalah harapan baru, utamanya bagi keluarga-keluarga di perkotaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian di meja makan keluarga, sehingga tidak harus repot lagi mengeluarkan uang tambahan untuk belanja.
Ditambahkan perempuan murah senyum ini, bahwa dalam rangka penguatan urban farming, PKK Kota Malang, punya program yang namanya Hatinya. Yakni, singkatan dari Halaman Asri Teratur Indah dan Nyaman.
"Program Hatinya PKK itu juga dikawinkan dengan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang dilakukan Pemkot Malang. Tujuannya mengoptimalisasikan pemanfaatan lahan pekarangan, serta menjadi sarana untuk terbangunnya ketahanan pangan," terangnya.
(akn)