841 Jamaah Haji Ajukan Mutasi Kloter
A
A
A
JEDDAH - Jumlah jamaah haji Indonesia yang mengajukan tanazul kepulangan ke Tanah Air hingga kemarin hampir mencapai 1.000 orang. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2019 telah memproses surat tanazul untuk 841 jamaah haji.
Tanazul adalah mutasi antarkelompok terbang (kloter) untuk kepulangan jamaah haji karena alasan tertentu. Perpindahan jadwal kepulangan bisa maju atau mundur dari jadwal semula tergantung dari kebutuhan dan ketersediaan tempat duduk pesawat kloter yang dituju.
Ada beberapa alasan jamaah haji melakukan tanazul. Pertama, kondisi jamaah sakit yang mendesak dipulangkan ke Tanah Air. Kedua, jamaah yang terpisah dari keluarganya karena sakit di embarkasi, sehingga tertunda keberangkatannya kemudian di Tanah Suci disatukan dengan kloter.
Ketiga, pada saat jadwal keberangkatan visa belum terbit, kemudian jamaah tersebut diterbangkan dengan kloter berikutnya dan sampai di Arab Saudi dimungkinkan kembali bergabung dengan kloternya. Keempat, karena urusan kedinasan mengharuskan pulang lebih cepat. Kelima, mengajukan pulang mundur karena mendampingi jamaah sakit yang belum bisa diterbangkan ke Tanah Air.
Berdasarkan laporan resmi tertanggal 24 Agustus 2019, PPIH Arab Saudi telah memproses surat mutasi antarkloter atau tanazul bagi 841 jamaah haji. Mereka tersebar dari beberapa embarkasi yang ada di Tanah Air. "Itu jumlah pemohon per tanggal 24 (Agustus 2019). Jumlahnya (yang sudah disetujui tanazul) saya belum update," ujar Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah, PPIH 2019, Subhan Cholid, Minggu (25/8/2019).
Menurutnya, tanazul dibatasi hanya untuk embarkasi dan maskapai penerbangan yang sama. Setiap surat pengajuan tanazul yang masuk ke PPIH akan diverifikasi oleh petugas. Jika alasannya sakit, maka dicek apakah jamaah tersebut layak terbang secara medis. Jika alasannya ada urusan kedinasan, maka akan diukur sejauh mana urgensinya untuk pulang cepat. Ketika alasannya kuat, petugas akan menyesuaikan dengan ketersediaan bangku di pesawat.
"Kalau dia pasien baring memerlukan 9 seat untuk direbahkan jadi ranjang, apakah ada open seat sebanyak itu dan di kloter mana, ini juga jadi pertimbangan," kata Subhan.
Pada prinsipnya, kata Subhan, seluruh kursi di kloter telah penuh tapi kemudian ada satu dua sheet kosong karena ada jamaah yang batal berangkat lantaran sakit atau meninggal dunia. Atau juga jumlah anggota kloter berkurang karena sakit atau wafat di Tanah Suci. "Itulah yang bisa kita isi dengan jamaah yang mengajukan mutasi," ujar Subhan.
Subhan menegaskan bahwa prioritas tanazul akan diberikan kepada jamaah haji yang sakit. Namun jika kemudian ada alasan lain dan kursi tersedia, maka tetap bisa disetujui. Khusus bagi yang mengajukan pemunduran pemulangan harus menanggung risiko terkait tempat menginap dan katering karena sudah tidak ditanggung PPIH.
Selain sakit dan urusan kedinasan, ada beberapa jamaah haji yang mengajukan tanazul karena keperluan keluarga, seperti menikah. Pernikahan itu tidak hanya menyangkut jamaah sendiri tapi juga pihak lain, keluarga besar dari pihak istri atau suami, sehingga mengharuskan dia pulang lebih awal.
"Setelah kita cek tidak ada sheet, kemudian mereka membeli tiket sendiri. Tanazul tapi tiket sendiri dan mengikhlaskan tiketnya," katanya.
Menurut Subhan, hal itu tidak masalah. Pihak muassasah akan memproses penyerahan paspornya setelah ada fotokopi tiket pesawat dan surat izin dari PPIH.
Sesungguhnya, secara umum jamaah menginginkan berangkat dan pulang dengan kloternya masing-masing. Sebab naik haji buka semata perjalanan wisata. Jamaah yang berangkat haji memiliki upacara-upacara sendiri di daerah asal, sehingga jika tidak terpaksa, tidak ada alasan yang kuat, maka mereka tidak mengajukan tanazul.
Tanazul adalah mutasi antarkelompok terbang (kloter) untuk kepulangan jamaah haji karena alasan tertentu. Perpindahan jadwal kepulangan bisa maju atau mundur dari jadwal semula tergantung dari kebutuhan dan ketersediaan tempat duduk pesawat kloter yang dituju.
Ada beberapa alasan jamaah haji melakukan tanazul. Pertama, kondisi jamaah sakit yang mendesak dipulangkan ke Tanah Air. Kedua, jamaah yang terpisah dari keluarganya karena sakit di embarkasi, sehingga tertunda keberangkatannya kemudian di Tanah Suci disatukan dengan kloter.
Ketiga, pada saat jadwal keberangkatan visa belum terbit, kemudian jamaah tersebut diterbangkan dengan kloter berikutnya dan sampai di Arab Saudi dimungkinkan kembali bergabung dengan kloternya. Keempat, karena urusan kedinasan mengharuskan pulang lebih cepat. Kelima, mengajukan pulang mundur karena mendampingi jamaah sakit yang belum bisa diterbangkan ke Tanah Air.
Berdasarkan laporan resmi tertanggal 24 Agustus 2019, PPIH Arab Saudi telah memproses surat mutasi antarkloter atau tanazul bagi 841 jamaah haji. Mereka tersebar dari beberapa embarkasi yang ada di Tanah Air. "Itu jumlah pemohon per tanggal 24 (Agustus 2019). Jumlahnya (yang sudah disetujui tanazul) saya belum update," ujar Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah, PPIH 2019, Subhan Cholid, Minggu (25/8/2019).
Menurutnya, tanazul dibatasi hanya untuk embarkasi dan maskapai penerbangan yang sama. Setiap surat pengajuan tanazul yang masuk ke PPIH akan diverifikasi oleh petugas. Jika alasannya sakit, maka dicek apakah jamaah tersebut layak terbang secara medis. Jika alasannya ada urusan kedinasan, maka akan diukur sejauh mana urgensinya untuk pulang cepat. Ketika alasannya kuat, petugas akan menyesuaikan dengan ketersediaan bangku di pesawat.
"Kalau dia pasien baring memerlukan 9 seat untuk direbahkan jadi ranjang, apakah ada open seat sebanyak itu dan di kloter mana, ini juga jadi pertimbangan," kata Subhan.
Pada prinsipnya, kata Subhan, seluruh kursi di kloter telah penuh tapi kemudian ada satu dua sheet kosong karena ada jamaah yang batal berangkat lantaran sakit atau meninggal dunia. Atau juga jumlah anggota kloter berkurang karena sakit atau wafat di Tanah Suci. "Itulah yang bisa kita isi dengan jamaah yang mengajukan mutasi," ujar Subhan.
Subhan menegaskan bahwa prioritas tanazul akan diberikan kepada jamaah haji yang sakit. Namun jika kemudian ada alasan lain dan kursi tersedia, maka tetap bisa disetujui. Khusus bagi yang mengajukan pemunduran pemulangan harus menanggung risiko terkait tempat menginap dan katering karena sudah tidak ditanggung PPIH.
Selain sakit dan urusan kedinasan, ada beberapa jamaah haji yang mengajukan tanazul karena keperluan keluarga, seperti menikah. Pernikahan itu tidak hanya menyangkut jamaah sendiri tapi juga pihak lain, keluarga besar dari pihak istri atau suami, sehingga mengharuskan dia pulang lebih awal.
"Setelah kita cek tidak ada sheet, kemudian mereka membeli tiket sendiri. Tanazul tapi tiket sendiri dan mengikhlaskan tiketnya," katanya.
Menurut Subhan, hal itu tidak masalah. Pihak muassasah akan memproses penyerahan paspornya setelah ada fotokopi tiket pesawat dan surat izin dari PPIH.
Sesungguhnya, secara umum jamaah menginginkan berangkat dan pulang dengan kloternya masing-masing. Sebab naik haji buka semata perjalanan wisata. Jamaah yang berangkat haji memiliki upacara-upacara sendiri di daerah asal, sehingga jika tidak terpaksa, tidak ada alasan yang kuat, maka mereka tidak mengajukan tanazul.
(kri)