PPIH Siapkan 10 Bus untuk Safari Wukuf
A
A
A
MEKKAH - Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) mulai menyiapkan sarana-prasana kesehatan saat puncak haji. Salah satunya fasilitas 10 bus safari wukuf bagi jamaah haji yang sakit.
Hingga saat ini lebih dari 200 jamaah haji masih menjalani perawatan medis di Mekkah karena sakit. Jika kondisi kesehatan mereka tak kunjung membaik, maka PPIH akan menyiapkan bus khusus sehingga tetap bisa menjalankan wukuf sebagai salah satu rukun haji. Kepala Seksi (Kasie) Kesehatan Daerah Kerja (Daker) Mekkah PPIH 2019, dr M Imran mengatakan, jumlah total jamaah haji Indonesia yang dirawat sebanyak 263 orang. Dari jumlah itu, 112 jamaah dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah, sementara sisanya, sebanyak 151 orang di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS).
Menurut Imran, pihaknya berupaya semaksimal mungkin agar kondisi jamaah yang dirawat segera membaik, sehingga bisa mengikuti puncak haji, yakni wukuf di Arafah pada 9 Agustus 2019. Bagi jamaah haji yang belum sembuh saat puncak haji nanti, maka mereka akan diikutkan dalam safari wukuf. Jamaah akan dibawa ke Arafah dengan menggunakan bus khusus yang dilengkapi dengan peralatan medis, sehingga tetap bisa melaksanakan wukuf.
"Disiapkan 10 bus (untuk safari wukuf). Ada enam unit bus untuk pasien yang bisa dibawa dengan cara duduk. Masing-masing berkapasitas 50 orang. Sementara sisanya untuk pasien yang harus dibawa dengan cara berbaring, kita memiliki total kapasitas sebanyak 32 orang," kata dr Imran kepada Tim Media Center Haji (MCH), kemarin.
Hingga Sabtu (3/8/2019), terdapat 40 jamaah yang perlu disafariwukufkan dan tujuh jamaah sakit yang harus dibadalhajikan. Namun hingga puncak haji nanti, Imran belum bisa memastikan berapa jumlah jamaah haji yang akan ikut dalam safari wukuf.
"Kesimpulan berapa yang disafariwukufkan masih terlalu dini untuk disebut. Karena tujuan perawatan di KKHI dan RSAS agar kondisi kesehatannya membaik dan bisa kembali bersama kloter," kata penanggung jawab di KKHI Mekkah ini.
Menteri Agama yang juga Amirul Hajj 2019, Lukman Hakim Saifuddin mengaku telah membahas persiapan menghadapi wukuf di Arafah dengan tim kesehatan. Pasien jamaah haji yang sakit akan diikutkan safari wukuf dengan menggunakan kendaraan khusus. Bus-bus itu telah dimodifikasi tempat duduknya agar pasien tetap nyaman ketika menjalani wukuf.
"Bus bahkan dimodifikasi untuk berbaring pasien-pasien kita. Itu segala sesuatunya sudah kita siapkan," kata Menag.
Daya tampung maksimal kendaraan safari wukuf yang disiapkan adalah 300 pasien duduk dan 32 pasien berbaring. Menag sangat berharap jumlah jamaah haji yang ikut safari wukuf tidak sampai sebanyak itu. Namun jika nanti ada perkembangan yang di luar dugaan, pihaknya telah menyiapkan antisipasi agar jamaah haji tetap bisa mendapatkan hak wukuf.
"Pak Dirjen (Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah) sudah menyampaikan bahwa kita mengantisipasi kemungkinan terburuk, maka kemudian kita siapkan penambahan armada bus," katanya.
Bagi jamaah haji sakit yang tidak mungkin untuk dibawa ke Arafah untuk melaksanakan wukuf, kata Menag, pihaknya juga menyiapkan badal haji. PPIH telah menyeleksi petugas yang akan menggantikan jamaah yang meninggal dunia atau sakit tapi tidak bisa melaksanakan rukun haji.
Menag mengingatkan bahwa pemulihan kesehataan jamaah haji tidak semata mengandalkan obat dan perawatan medis. Bentuk-bentuk perhatian, empati, dan simpati juga harus dilakukan maksimal dalam upaya penyembuhan jamaah sakit. Karena itu, Menag berharap para petugas kesehatan melakukannya sehingga proses pemulihan bisa lebih cepat.
Sementara itu, berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) hingga Minggu (4/8/2019) pukul 12.00 Waktu Arab Saudi (WAS), jumlah jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia telah mencapai 55 orang. Jumlah ini menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2016 tercatat 16 orang, 2017 sebanyak 90 orang, dan 2018 mencapai 62 orang. Namun yang perlu diwaspadai adalah saat puncak haji. Banyak jamaah haji kelelahan dan bisa menyebabkan meninggal dunia.
Karena itu, kata Menag, penyiapan pos-pos kesehatan di Arafah dan Mina sangat penting. Pos-pos kesehatan ini akan menjadi ujung tombak pelayanan jamaah haji saat puncak haji. "Tentu saja KKHI Mekkah juga jangan dilupakan. Biasanya kita terlalu berkonsentrasi Armina tapi lupa bahwa kita punya KKHI yang menjadi pusat dari seluruh penanganan kesehatan kita," katanya.
Penurunan jumlah jamaah haji yang meninggal tersebut, menurut Menag, adalah buah dari kegiatan promotif-preventif yang dilakukan lebih gencar. Sejak dari Tanah Air, jamaah diimbau untuk berpola hidup sehat untuk menjaga kondisi tubuhnya.
"Mudah-mudahan angka ini tetap bisa kita jaga, meski tahun ini jumlah jamaah jauh lebih banyak, ada tambahan 10.000 dari tahun lalu dan di antara 10.000 itu setengahnya adalah lansia. Kita semua, khususnya petugas kesehatan memiliki komitmen yang sangat tinggi agar angka-angka itu tidak semakin bertambah dibanding tahun-tahun lalu. Mudah-mudahan," katanya.
Menag meminta kepada petugas untuk mendampingin setiap tahan pengurusan jenazah jamaah haji Indonesia. Dari mulai memandikan, mengkafani, hingga pemakaman harus didampingi oleh petugas. "baik petugas kesehatan, petugas sektor, petugas kloter, dan lain sebagainya," katanya.(Abdul Malik Mubarok)
Hingga saat ini lebih dari 200 jamaah haji masih menjalani perawatan medis di Mekkah karena sakit. Jika kondisi kesehatan mereka tak kunjung membaik, maka PPIH akan menyiapkan bus khusus sehingga tetap bisa menjalankan wukuf sebagai salah satu rukun haji. Kepala Seksi (Kasie) Kesehatan Daerah Kerja (Daker) Mekkah PPIH 2019, dr M Imran mengatakan, jumlah total jamaah haji Indonesia yang dirawat sebanyak 263 orang. Dari jumlah itu, 112 jamaah dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah, sementara sisanya, sebanyak 151 orang di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS).
Menurut Imran, pihaknya berupaya semaksimal mungkin agar kondisi jamaah yang dirawat segera membaik, sehingga bisa mengikuti puncak haji, yakni wukuf di Arafah pada 9 Agustus 2019. Bagi jamaah haji yang belum sembuh saat puncak haji nanti, maka mereka akan diikutkan dalam safari wukuf. Jamaah akan dibawa ke Arafah dengan menggunakan bus khusus yang dilengkapi dengan peralatan medis, sehingga tetap bisa melaksanakan wukuf.
"Disiapkan 10 bus (untuk safari wukuf). Ada enam unit bus untuk pasien yang bisa dibawa dengan cara duduk. Masing-masing berkapasitas 50 orang. Sementara sisanya untuk pasien yang harus dibawa dengan cara berbaring, kita memiliki total kapasitas sebanyak 32 orang," kata dr Imran kepada Tim Media Center Haji (MCH), kemarin.
Hingga Sabtu (3/8/2019), terdapat 40 jamaah yang perlu disafariwukufkan dan tujuh jamaah sakit yang harus dibadalhajikan. Namun hingga puncak haji nanti, Imran belum bisa memastikan berapa jumlah jamaah haji yang akan ikut dalam safari wukuf.
"Kesimpulan berapa yang disafariwukufkan masih terlalu dini untuk disebut. Karena tujuan perawatan di KKHI dan RSAS agar kondisi kesehatannya membaik dan bisa kembali bersama kloter," kata penanggung jawab di KKHI Mekkah ini.
Menteri Agama yang juga Amirul Hajj 2019, Lukman Hakim Saifuddin mengaku telah membahas persiapan menghadapi wukuf di Arafah dengan tim kesehatan. Pasien jamaah haji yang sakit akan diikutkan safari wukuf dengan menggunakan kendaraan khusus. Bus-bus itu telah dimodifikasi tempat duduknya agar pasien tetap nyaman ketika menjalani wukuf.
"Bus bahkan dimodifikasi untuk berbaring pasien-pasien kita. Itu segala sesuatunya sudah kita siapkan," kata Menag.
Daya tampung maksimal kendaraan safari wukuf yang disiapkan adalah 300 pasien duduk dan 32 pasien berbaring. Menag sangat berharap jumlah jamaah haji yang ikut safari wukuf tidak sampai sebanyak itu. Namun jika nanti ada perkembangan yang di luar dugaan, pihaknya telah menyiapkan antisipasi agar jamaah haji tetap bisa mendapatkan hak wukuf.
"Pak Dirjen (Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah) sudah menyampaikan bahwa kita mengantisipasi kemungkinan terburuk, maka kemudian kita siapkan penambahan armada bus," katanya.
Bagi jamaah haji sakit yang tidak mungkin untuk dibawa ke Arafah untuk melaksanakan wukuf, kata Menag, pihaknya juga menyiapkan badal haji. PPIH telah menyeleksi petugas yang akan menggantikan jamaah yang meninggal dunia atau sakit tapi tidak bisa melaksanakan rukun haji.
Menag mengingatkan bahwa pemulihan kesehataan jamaah haji tidak semata mengandalkan obat dan perawatan medis. Bentuk-bentuk perhatian, empati, dan simpati juga harus dilakukan maksimal dalam upaya penyembuhan jamaah sakit. Karena itu, Menag berharap para petugas kesehatan melakukannya sehingga proses pemulihan bisa lebih cepat.
Sementara itu, berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) hingga Minggu (4/8/2019) pukul 12.00 Waktu Arab Saudi (WAS), jumlah jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia telah mencapai 55 orang. Jumlah ini menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2016 tercatat 16 orang, 2017 sebanyak 90 orang, dan 2018 mencapai 62 orang. Namun yang perlu diwaspadai adalah saat puncak haji. Banyak jamaah haji kelelahan dan bisa menyebabkan meninggal dunia.
Karena itu, kata Menag, penyiapan pos-pos kesehatan di Arafah dan Mina sangat penting. Pos-pos kesehatan ini akan menjadi ujung tombak pelayanan jamaah haji saat puncak haji. "Tentu saja KKHI Mekkah juga jangan dilupakan. Biasanya kita terlalu berkonsentrasi Armina tapi lupa bahwa kita punya KKHI yang menjadi pusat dari seluruh penanganan kesehatan kita," katanya.
Penurunan jumlah jamaah haji yang meninggal tersebut, menurut Menag, adalah buah dari kegiatan promotif-preventif yang dilakukan lebih gencar. Sejak dari Tanah Air, jamaah diimbau untuk berpola hidup sehat untuk menjaga kondisi tubuhnya.
"Mudah-mudahan angka ini tetap bisa kita jaga, meski tahun ini jumlah jamaah jauh lebih banyak, ada tambahan 10.000 dari tahun lalu dan di antara 10.000 itu setengahnya adalah lansia. Kita semua, khususnya petugas kesehatan memiliki komitmen yang sangat tinggi agar angka-angka itu tidak semakin bertambah dibanding tahun-tahun lalu. Mudah-mudahan," katanya.
Menag meminta kepada petugas untuk mendampingin setiap tahan pengurusan jenazah jamaah haji Indonesia. Dari mulai memandikan, mengkafani, hingga pemakaman harus didampingi oleh petugas. "baik petugas kesehatan, petugas sektor, petugas kloter, dan lain sebagainya," katanya.(Abdul Malik Mubarok)
(nfl)