Kasus BLBI, KPK Tetapkan Sjamsul Nursalim dan Istri Buron
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status buron untuk dua tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan dan pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuditas Bank Indonesian (SKL BLBI), Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menjelaskan, KPK sangat serius menangani penyidikan dugaan korupsi penerbitan dan pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham (SPKPS) atau SKL ke Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 sehubungan dengan kewajiban penyerahan aset obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk dua tersangka. Keduanya yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim.
Saut memaparkan, KPK telah dua kali melayangkan surat panggilan pemeriksaan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka. Pemanggilan kedua pasangan suami-istri tersebut sudah dilakukan sesuai mekanisme hukum.
Surat panggilan disampaikan dengan berbagai macam jalur termasuk menggandeng KBRI Singapura dan The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
Namun, kata Saut, Sjamsul dan Itjih tidak memenuhi panggilan KPK. Oleh karena itu, KPK kemudian melakukan pembahasan di internal guna menyikapi hal tersebut. Hasilnya KPK memutuskan menetapkan Sjamsul dan Itjih untuk masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Iya, iya sudah DPO," ujar Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019) malam.
Di sisi lain, Saut belum menerima informasi lanjutan secara teknis tentang pengiriman surat permohonan ke Interpol atau Kapolri kepada Sekretariat National Central Bureau (SES-NCB) Interpol Indonesia.
Yang jelas, kata dia, sebelumnya pimpinan KPK telah memerintahkan Plt Deputi Penindakan KPK Brigjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak menyiapkan surat dan sesegera mungkin mengirimkan ke Interpol.
"Kemarin memang dari Deputi sudah menyiapkan itu. Tinggal berikutnya seperti apa nanti kita tunggu dulu," tegasnya.
Mantan staf ahli kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini menegaskan sehubungan dengan kasus yang sama, KPK juga sedang dan terus melakukan pembahasan atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004 Syafruddin Arsjad Temenggung.
Saut menegaskan, KPK secara kelembagaan hampir mencapai keputusan akhir untuk mengajukan peninjauan kembali ke MA atas putusan kasasi Syafruddin.
"Kita enggak diam sampai di situ (putusan kasasi-red) saja. Kita ada proses peninjauan kembali. Dari pimpinan, sudah ada komitmen itu (peninjauan kembali). Tapi kita sedang menunggu salinan putusan kasasi," ucapnya.
Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, putusan kasasi MA yang membebaskan Syafruddin Arsjad Temenggung dan pertimbangan putusan tersebut memiliki konsekuensi logis atas kasus yang sama dengan tersangka lain yang sedang ditangani KPK.
Pria yang biasa disapa Eddy ini menggariskan, meski Syafruddin diputus bebas tapi tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim tetap bisa diproses KPK.
"Kalau SAT (Syafruddin) dilepaskan dari segala tuntutan hukum karena ada alasan pemaaf, atau ada suatu tindakan yang dibolehkan oleh hukum, maka ini tidak menghapus pidana terhadap pelaku peserta lainnya. Kalau dia (Syafruddin) ada alasan pembenar, itu pun tidak serta-merta menghentikan kasus yang sedang disidik KPK," tutur Eddy.
Maqdir Ismail selaku kuasa hukum keluarga Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim mengakui dirinya dan pihak keluarga telah mendengar informasi dan membaca berita tentang keputusan KPK menetapkan status DPO untuk Sjamsul dan Itjih dan segera mengirimkan surat permohonan DPO ke interpol.
Menurut Maqdir, langkah dan sikap KPK ini sangat berlebihan. Maqdir menilai KPK tidak mempertimbangkan dan memperhatikan putusan MA yang membebaskan Syafruddin Arsjad Temenggung.
Dalam perkara Syafruddin sebelumnya, disebutkan Syafruddin bersama-sama dengan Sjamsul dan Itjih. Demikian juga saat penetapan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka jelas KPK menyangkakan keduanya bersama-sama Syafruddin.
"Ketika dalam perkara Pak SAT disebutkan sebagai bersama kemudian diputuskan bebas dan tidak ada pidana, mestinya tidak bisa juga disebutkan mereka berdua ini bersama-sama dengan Pak SAT. Harus statusnya Pak Sjamsul dan Bu Itjih gugur dengan sendirinya dan tidak bisa dimasukkan dalam DPO," kata Maqdir kepada SINDOnews, Jumat (2/8/2019) malam.
Dia melanjutkan, kengototan KPK meneruskan penyidik kasus dengan tersangka Sjamsul dan Itjih disusul penetapan status DPO keduanya menunjukkan kesan ada kemarahan KPK atas putusan bebas Syafruddin.
Menurut dia, sikap ini jelas sangat tidak fair. "Yang saya khawatirkan sikap yang diambil oleh pimpinan sekarang ini kan meninggalkan masalah. Karena mereka sekarang nanti berhenti (selesai menjabat) sebagai pimpinan KPK. Ini akan jadi masalah bagi pimpinan baru," ucapnya.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menjelaskan, KPK sangat serius menangani penyidikan dugaan korupsi penerbitan dan pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham (SPKPS) atau SKL ke Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 sehubungan dengan kewajiban penyerahan aset obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk dua tersangka. Keduanya yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim.
Saut memaparkan, KPK telah dua kali melayangkan surat panggilan pemeriksaan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka. Pemanggilan kedua pasangan suami-istri tersebut sudah dilakukan sesuai mekanisme hukum.
Surat panggilan disampaikan dengan berbagai macam jalur termasuk menggandeng KBRI Singapura dan The Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
Namun, kata Saut, Sjamsul dan Itjih tidak memenuhi panggilan KPK. Oleh karena itu, KPK kemudian melakukan pembahasan di internal guna menyikapi hal tersebut. Hasilnya KPK memutuskan menetapkan Sjamsul dan Itjih untuk masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Iya, iya sudah DPO," ujar Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019) malam.
Di sisi lain, Saut belum menerima informasi lanjutan secara teknis tentang pengiriman surat permohonan ke Interpol atau Kapolri kepada Sekretariat National Central Bureau (SES-NCB) Interpol Indonesia.
Yang jelas, kata dia, sebelumnya pimpinan KPK telah memerintahkan Plt Deputi Penindakan KPK Brigjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak menyiapkan surat dan sesegera mungkin mengirimkan ke Interpol.
"Kemarin memang dari Deputi sudah menyiapkan itu. Tinggal berikutnya seperti apa nanti kita tunggu dulu," tegasnya.
Mantan staf ahli kepala Badan Intelijen Negara (BIN) ini menegaskan sehubungan dengan kasus yang sama, KPK juga sedang dan terus melakukan pembahasan atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) periode 2002-2004 Syafruddin Arsjad Temenggung.
Saut menegaskan, KPK secara kelembagaan hampir mencapai keputusan akhir untuk mengajukan peninjauan kembali ke MA atas putusan kasasi Syafruddin.
"Kita enggak diam sampai di situ (putusan kasasi-red) saja. Kita ada proses peninjauan kembali. Dari pimpinan, sudah ada komitmen itu (peninjauan kembali). Tapi kita sedang menunggu salinan putusan kasasi," ucapnya.
Guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, putusan kasasi MA yang membebaskan Syafruddin Arsjad Temenggung dan pertimbangan putusan tersebut memiliki konsekuensi logis atas kasus yang sama dengan tersangka lain yang sedang ditangani KPK.
Pria yang biasa disapa Eddy ini menggariskan, meski Syafruddin diputus bebas tapi tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim tetap bisa diproses KPK.
"Kalau SAT (Syafruddin) dilepaskan dari segala tuntutan hukum karena ada alasan pemaaf, atau ada suatu tindakan yang dibolehkan oleh hukum, maka ini tidak menghapus pidana terhadap pelaku peserta lainnya. Kalau dia (Syafruddin) ada alasan pembenar, itu pun tidak serta-merta menghentikan kasus yang sedang disidik KPK," tutur Eddy.
Maqdir Ismail selaku kuasa hukum keluarga Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim mengakui dirinya dan pihak keluarga telah mendengar informasi dan membaca berita tentang keputusan KPK menetapkan status DPO untuk Sjamsul dan Itjih dan segera mengirimkan surat permohonan DPO ke interpol.
Menurut Maqdir, langkah dan sikap KPK ini sangat berlebihan. Maqdir menilai KPK tidak mempertimbangkan dan memperhatikan putusan MA yang membebaskan Syafruddin Arsjad Temenggung.
Dalam perkara Syafruddin sebelumnya, disebutkan Syafruddin bersama-sama dengan Sjamsul dan Itjih. Demikian juga saat penetapan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka jelas KPK menyangkakan keduanya bersama-sama Syafruddin.
"Ketika dalam perkara Pak SAT disebutkan sebagai bersama kemudian diputuskan bebas dan tidak ada pidana, mestinya tidak bisa juga disebutkan mereka berdua ini bersama-sama dengan Pak SAT. Harus statusnya Pak Sjamsul dan Bu Itjih gugur dengan sendirinya dan tidak bisa dimasukkan dalam DPO," kata Maqdir kepada SINDOnews, Jumat (2/8/2019) malam.
Dia melanjutkan, kengototan KPK meneruskan penyidik kasus dengan tersangka Sjamsul dan Itjih disusul penetapan status DPO keduanya menunjukkan kesan ada kemarahan KPK atas putusan bebas Syafruddin.
Menurut dia, sikap ini jelas sangat tidak fair. "Yang saya khawatirkan sikap yang diambil oleh pimpinan sekarang ini kan meninggalkan masalah. Karena mereka sekarang nanti berhenti (selesai menjabat) sebagai pimpinan KPK. Ini akan jadi masalah bagi pimpinan baru," ucapnya.
(dam)