Tenda Jamaah Haji di Armina Bernomor Kloter Embarkasi
A
A
A
MEKKAH - Konsep penomoran tenda bagi jamaah haji Indonesia di Arafah dan Mina akhirnya disetujui Muassasah Asia Tenggara. Dengan penomoran tenda ini, jamaah akan lebih mudah mengenali tempat tinggalnya pada puncak haji Agustus nanti.
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama (Kemenag), Sri Ilham Lubis mengatakan, dia bersama rombongan yang dipimpin Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Nizar Ali, telah bertemu pihak Muassasah Asia Tenggara guna membahas persiapan pelaksanaan Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Indonesia boleh menandai tenda jamaah dengan nomor yang disesuaikan dengan kelompok terbang (kloter) masing-masing.
"Mereka menyetujui konsep penomoran tenda yang akan kita lakukan," kata Sri Ilham kepada tim Media Center Haji (MCH), kemarin.
Menurut Sri Ilham, setelah disetujui, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) akan melakukan pemetaan posisi tenda jamaah Indonesia sesuai denah Arafah dan Mina. Pemetaan dilakukan untuk menentukan penempatan kloter-kloter sesuai dengan kapasitas tenda. Setelah selesai, PPIH memberikan nomor-nomor tenda ke Muassasah Asia Tenggara, termasuk stikernya.
"Selama ini penempatan jemaah di Armina diserahkan kepada ketua maktab dan kloter sehingga tidak ada standar," ujarnya.
Sri Ilham mengatakan, dengan adanya penomoran tenda sesuai kapasitas kloter, maka dapat diprediksi luasan ruang yang diberikan bagi tiap jamaah, baik di Arafah maupun Mina. Selain itu, jamaah menjadi mudah mengenali tenda tempat tinggal mereka dan memudahkan petugas memberikan layanan kepada jamaah haji.
"Pihak Muassasah juga meminta kepada jamaah haji Indonesia agar tetap memakai gelang identitas yang diberikan oleh Muassasah," katanya.
Dirjen PHU, Nizar Ali menjelaskan, penomoran tenda berkaitan dengan zonasi embarkasi. Stiker nomor yang dipasang akan mengandung informasi terkait embarkasi, kloter, dan kapasitas tenda. "Kalau tahun kemarin kan dibebaskan untuk dua kloter, sehingga ada semacam dalam tanda petik siapa duluan di situ," katanya.
Nizar mengatakan, pihaknya sudah melakukan survei awal persiapan pelaksanaan Armuzna. Peninjauan ini dilakukan guna memastikan para petugas bekerja dengan baik, serta menghitung kebutuhan yang diperlukan, termasuk AC dan pemasangannya. Nantinya, akan dilakukan survei kedua dan ketiga untuk memastikan semua sarana prasarana sudah siap digunakan.
"Pada survei kedua, kita akan uji coba ada di dalam tenda kemudian AC dinyalakan jam 12 sampai 1 siang, apakah betul-betul sudah berfungsi dengan baik apa tidak. Kemudian survei terakhir, kunjungan menjelang wukuf di Arafah," katanya.
Menurutnya, setiap tenda di maktab memiliki kapasitas berbeda-beda. Ada yang berukuran 15 x 15 meter dan 10 x 15 meter. Jika dihitung, maka space jamaah saat wukuf di Arafah sangat longgar, rata-rata 1,3 meter.
Nizar mengingatkan jamaah haji untuk tidak memasang atribut selain yang menandakan kloter atau embarkasi. Sebab, keberadaan jamaah haji di Tanah Suci bukan membawa misi organisasi kemasyarakatan (ormas) atau Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) tertentu.
"Atribut yang terkait dengan itu tidak dipasang di sini. Yang ada adalah jamaah kloter mana, embarkasi mana," katanya.
24 Jamaah Haji Indonesia Meninggal Dunia
Sementara itu, jumlah jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia terus bertambah. Hingga, Sabtu (27/7) pukul 13.00 Waktu Arab Saudi (WAS), sebanyak 24 jamaah mengembuskan napas terakhir di Tanah Suci.
Terakhir yang meninggal dunia adalah jamaah haji kloter 64 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS), Saniah Sarkosi. Perempuan berumur 67 tahun ini meninggal di pesawat dalam perjalanan menuju Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Dugaan sementara, Saniah terkena serangan jantung.
"Meninggal di pesawat karena serangan jantung," kata Kepala Seksi (Kasie) Kesehatan Daerah Kerja (Daker) Bandara Jeddah-Madinah, dr Karmidjono Pontjo.
Menurutnya, setelah tiba di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, jenazah Saniah sempat dibawa ke Klinik Bandara. Setelah dipastikan meninggal dunia, almarhumah baru dibawa ke Rumah Sakit King Fahd Jeddah. (Abdul Malik Mubarak)
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama (Kemenag), Sri Ilham Lubis mengatakan, dia bersama rombongan yang dipimpin Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Nizar Ali, telah bertemu pihak Muassasah Asia Tenggara guna membahas persiapan pelaksanaan Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina). Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Indonesia boleh menandai tenda jamaah dengan nomor yang disesuaikan dengan kelompok terbang (kloter) masing-masing.
"Mereka menyetujui konsep penomoran tenda yang akan kita lakukan," kata Sri Ilham kepada tim Media Center Haji (MCH), kemarin.
Menurut Sri Ilham, setelah disetujui, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) akan melakukan pemetaan posisi tenda jamaah Indonesia sesuai denah Arafah dan Mina. Pemetaan dilakukan untuk menentukan penempatan kloter-kloter sesuai dengan kapasitas tenda. Setelah selesai, PPIH memberikan nomor-nomor tenda ke Muassasah Asia Tenggara, termasuk stikernya.
"Selama ini penempatan jemaah di Armina diserahkan kepada ketua maktab dan kloter sehingga tidak ada standar," ujarnya.
Sri Ilham mengatakan, dengan adanya penomoran tenda sesuai kapasitas kloter, maka dapat diprediksi luasan ruang yang diberikan bagi tiap jamaah, baik di Arafah maupun Mina. Selain itu, jamaah menjadi mudah mengenali tenda tempat tinggal mereka dan memudahkan petugas memberikan layanan kepada jamaah haji.
"Pihak Muassasah juga meminta kepada jamaah haji Indonesia agar tetap memakai gelang identitas yang diberikan oleh Muassasah," katanya.
Dirjen PHU, Nizar Ali menjelaskan, penomoran tenda berkaitan dengan zonasi embarkasi. Stiker nomor yang dipasang akan mengandung informasi terkait embarkasi, kloter, dan kapasitas tenda. "Kalau tahun kemarin kan dibebaskan untuk dua kloter, sehingga ada semacam dalam tanda petik siapa duluan di situ," katanya.
Nizar mengatakan, pihaknya sudah melakukan survei awal persiapan pelaksanaan Armuzna. Peninjauan ini dilakukan guna memastikan para petugas bekerja dengan baik, serta menghitung kebutuhan yang diperlukan, termasuk AC dan pemasangannya. Nantinya, akan dilakukan survei kedua dan ketiga untuk memastikan semua sarana prasarana sudah siap digunakan.
"Pada survei kedua, kita akan uji coba ada di dalam tenda kemudian AC dinyalakan jam 12 sampai 1 siang, apakah betul-betul sudah berfungsi dengan baik apa tidak. Kemudian survei terakhir, kunjungan menjelang wukuf di Arafah," katanya.
Menurutnya, setiap tenda di maktab memiliki kapasitas berbeda-beda. Ada yang berukuran 15 x 15 meter dan 10 x 15 meter. Jika dihitung, maka space jamaah saat wukuf di Arafah sangat longgar, rata-rata 1,3 meter.
Nizar mengingatkan jamaah haji untuk tidak memasang atribut selain yang menandakan kloter atau embarkasi. Sebab, keberadaan jamaah haji di Tanah Suci bukan membawa misi organisasi kemasyarakatan (ormas) atau Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) tertentu.
"Atribut yang terkait dengan itu tidak dipasang di sini. Yang ada adalah jamaah kloter mana, embarkasi mana," katanya.
24 Jamaah Haji Indonesia Meninggal Dunia
Sementara itu, jumlah jamaah haji Indonesia yang meninggal dunia terus bertambah. Hingga, Sabtu (27/7) pukul 13.00 Waktu Arab Saudi (WAS), sebanyak 24 jamaah mengembuskan napas terakhir di Tanah Suci.
Terakhir yang meninggal dunia adalah jamaah haji kloter 64 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS), Saniah Sarkosi. Perempuan berumur 67 tahun ini meninggal di pesawat dalam perjalanan menuju Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Dugaan sementara, Saniah terkena serangan jantung.
"Meninggal di pesawat karena serangan jantung," kata Kepala Seksi (Kasie) Kesehatan Daerah Kerja (Daker) Bandara Jeddah-Madinah, dr Karmidjono Pontjo.
Menurutnya, setelah tiba di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, jenazah Saniah sempat dibawa ke Klinik Bandara. Setelah dipastikan meninggal dunia, almarhumah baru dibawa ke Rumah Sakit King Fahd Jeddah. (Abdul Malik Mubarak)
(nfl)