KPK Diingatkan Tak Terseret Agenda Politik

Rabu, 24 Juli 2019 - 19:12 WIB
KPK Diingatkan Tak Terseret...
KPK Diingatkan Tak Terseret Agenda Politik
A A A
JAKARTA - Pengamat dan partai politik mengendus ada aroma politik dalam beberapa langkah hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nuansa politik ini dinilai kentara dan tak terhindarkan di mata publik, di saat banyak kasus besar belum bisa diselesaikan KPK seperti kasus BLBI, Century, Pelindo, Garuda dan lainnya yang harusnya jadi fokus utama lembaga antirasuah.

Jelang bergantinya kepemimpinan di komisi antirasuah, harusnya yang digencarkan adalah penanganan kasus yang kini menjadi 'PR', bukan bergerak di ranah bersentuhan politik. Termasuk, masuk dalam opini menentukan sosok calon menteri di kabinet.

Akibatnya adalah wajar jika publik menduga ada upaya untuk menjatuh para pembantu Presiden. Apalagi, saat ini gencar isu pergantian kabinet untuk pemerintahan Jokowi periode kedua. KPK pun diingatkan untuk kembali fokus ke ranah hukum murni.

"Seharusnya fokus ke kasus besar. Tidak terkait politis dalam kasus-kasus. Pada akhirnya orang bisa berkelit jalur hukum dan politik berbeda. Tetapi sering kali hukum menjadi instrumen politik menjatuhkan lawannya. Menjadi instrumen untuk menaikan popularits politik dan menjatuhkan lawan. Seharusnya tidak boleh terjadi," tegas Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Jakarta, Suparji Ahmad, Rabu (24/7/2019).

Dia menyebut aroma politik dalam kasus korupsi tidak bisa dihindari. Menurutnya, tak dapat dipungkiri hukum sering dijadikan instrumen politik. Akhirnya, kasus-kasus besar pun tak mampu diselesaikan KPK, bisa dipersepsikan masuk ke ranah politik. Apalagi kini sejumlah menteri Joko Widodo (Jokowi) diseret-seret dalam pusaran kasus di KPK.

"Jadi banyak kasus besar tidak dapat diselesaikan. Fakta yang mengagetkan, kasus BLBI yang kemudian sudah menjadi terdakwa dinyatakan bebas oleh Mahkamah Agung dikasasi ini menjadi fenomena yang menarik. Ada yang kontradiksi itu Nursalim dan istri jadi tersangka tetapi tidak tahu di mana tempat tinggalnya dan lain-lain," kata Suparji lagi.

Menurutnya, kasus ini pun menjadi lebih menarik. Dia pun bertanya-tanya kenapa penuntasan kasus BLBI seperti tidak serius. "Ada apa di balik itu sehingga harapan menuntaskan kasus BLBI itu imajinatif. Karena penetapan tersangkanya saja tidak jelas. Tersangka pokoknya sudah dibebaskan oleh MA," katanya.

Kemudian, pada peraperadilan kasus Century tidak ada kasus yang siginifikan. Lanjutnya, putusan praperadilan sudah setahun seperti tidak ditindaklanjuti secara serius.

"Kita masih belum memperoleh capaian dari KPK menuntaskan kasus. Apalagi komisoner sekarang mau habis masa tugasnya. Sesuatu yang nol lagi kalau sudah pergantian komisioner," imbuhnya.

Senada, pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir mengharapkan KPK dapat mengambil langkah-langkah besar guna menuntaskan sejumlah utang kasus besar yang sampai saat ini belum terselesaikan. "Beberapa kasus yang ditangani KPK, yang melibatkan banyak orang nampaknya tidak tuntas, seharusnya bisa," ujarnya.

Menurutnya, KPK kerap menggunakan cara-cara bombastis saat melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. Dicontohkan, dalam kasus Century disebutkan bahwa dalam perkara itu melibatkan banyak pihak.

"Tetapi ending akhirnya tidak sebombastis ketika lidik dan sidik. Yang kena, sebutnya saja hanya satu, padahal dalam dakwaan disebutkan turut serta, artinya bersama-sama melakukan," jelasnya.

Kasus lain, yang menurut dia harus segera dituntaskan adalah tindak pidana korupsi di Bakamla dan juga korupsi proyek e-KTP. Karena kasus-kasus tersebut dinilai melibatkan banyak orang, namun baru segelintir orang yang dinyatakan bersalah dalam perkara-perkara itu.

"Ini tiga contoh kasus besar yang melibatkan banyak orang, yang tidak tuntas. Kalau BLBI nampaknya semakin absurd. Tapi malah kasus yang samar-samar malah yang digebuk terlebih dahulu," ungkapnya

Dia berpendapat, ada sejumlah kasus yang kemudian menjadi "terseleksi" untuk dituntaskan oleh KPK, apalagi jika dilihat bahwa pelakunya memiliki backing politik kekuasaan.

"BUMN yang lebih empuk, tidak punya backing. Sementara kasus besar lain terseleksi oleh KPK dan akhirnya tenggelam dengan sendirinya. Dan kalau kita lihat, pelakunya punya backing politik kekuasaan," tuturnya.

Menurutnya, penanganan perkara di KPK bisa saja tidak terlepas dari adanya unsur-unsur politis. Akan tetapi, hal itu menjadi hal yang sulit untuk dibuktikan. Hal tersebut akan dapat dirasakan dengan membaca hasil penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK, ada unsur politiknya atau tidak.

"Kalau KPK dikatakan murni tanpa politik, nampaknya ada. Tapi ketika dikatakan ada, sulit kita nyatakan pembuktiannya. Tapi dari produk yang dihasilkan itu kita bisa membacanya," kata Mudzakir.

Politisi PKB Abdul Kadir Karding berharap KPK tidak menjadi alat politik. Seharusnya lembaga hukum tetap pada porsi yang objektif. "Sesungguhnya tidak ada niatan dari KPK untuk membeda-bedakan antara kasus besar maupun kasus yang dialami oleh pelaku-pelaku politik. Tetapi masukan ini tentu perlu menjadi masukan bagi teman-teman KPK bekerja, kalau itu memang betul datanya," katanya.

Jadi, lanjutnya, publik tinggal menanti apakah kasus besar terabaikan dan membidik menteri menjadi perhatian KPK. Namun, dia optimistis KPK punya pandangan tersendiri.

Mengenai kabinet jilid II perlu masukan KPK, Karding memandang tergantung kebutuhan Jokowi. Jika melihat kacamata undang-undang tidak perlu karena menteri adalah hak prerogatif presiden.

Di kesempatan berbeda, Sekjen Partai Nasdem Jhonny G Plate juga menegaskan, tidak sepatutnya hukum dijadikan alat politik. Menurutnya, hukum sudah harusnya berjalan sesuai kaidahnya.

Pada akhirnya, publik pun akan dibuat heran karena KPK tak kunjung menuntaskan kasus lama. Unsur politis pun bisa terendus jika seperti itu, terlebih ada kasus BLBI, Century, Kasus RJ Lino serta Emirsyah Satar.

Sementara, Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara mengatakan, dirinya percaya KPK masih cukup profesional dalam menjalankan penegakan hukum.

Anggota DPR ini menilai, tidak ada dugaan kaitan tendensi politik dalam pemeriksaan sejumlah menteri. "Kita Khusnuzon (berprasangka baik) lah, saya rasa KPK tidak tergiring suasana politik karena mau ada Kabinet baru," ujarnya.

Menanggapi ini, Mantan Ketua KPK Antasari Azhar mengatakan KPK bukan lembaga politik melainkan lembaga hukum. Maka, kata dia, kasus-kasus lama harus dituntaskan. "Dengan demikian maka kasus-kasus lama harus segera dituntaskan sebagai pertanggungjawaban kepada publik," singkatnya.

Sementara mantan pimpinan KPK lainnya, Busyro Muqoddas mengatakan sejak dulu KPK selalu dimainkan aktor politisi. Artinya, tidak ada kesungguhan elit untuk melakukan pemberatasan korupsi. "Sejak 15 tahun hingga sekarang dan ke depan tidak ada tanda-tanda kesunggungan elite," katanya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0730 seconds (0.1#10.140)