Pemerintah Tegaskan Komitmen Tangani Masalah Kerusakan Lingkungan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya menilai, Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla sangat serius akan menangani kerusakan lingkungan yang sudah lama tidak tertangani. Karena di dalamnya banyak aspek, termasuk soal government pertambangan dan law enforcement serta termasuk dalam hubungan pusat dan daerah.
Siti Nurbaya mengatakan hal itu di Jakarta, Selasa (23/7/2019) usai dipanggil Wapres Jusuf Kalla bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan, serta Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono untuk menyelesaikan permasalahan bekas lahan tambang-tambang yang berizin maupun tidak.
"Kami mendapatkan arahan dari Bapak Wapres dan akan ditindak lnjuto secara lebih mendalam lagi," tambah Siti.
Menteri Siti mengungkapkan, ketika dahulu menjabat Sekjen Departemen Dalam Negeri dirinya mengetahui secara persis bahwa salah satu bench mark hubungan pusat dan daerah ialah bagaimana soal sumber daya alam dan lingkungan ini dikelola.
Pada kesempatan itu Wapres Jusuf Kalla mengatakan, pengaturan pemulihan lahan eks tambang merupakan persoalan mendesak. Sejumlah banjir dalam skala besar seperti di Konawe dan Samarinda akibat lahan tambang yang tidak dipulihkan.
"Manfaat yang diperoleh dari tambang itu jauh lebih besar kerusakannya, korban rakyat dari pada apa yang diperoleh rakyat. Yang terjadi rakyat kecil kena (dampaknya), penambang yang ambil manfaat. Jadi harus ada sanksi karena merusak lingkungan," kata Jusuf Kalla.
Lebih lanjut Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, mengenai penanganan kerusakan lingkungan hidup, langkah-langkah sistematis telah disiapkan dan dilaksakan sebaik-baiknya oleh KLHK. Sebab soal lingkungan hidup menyangkut daerah dan masyarakat.
"Maka, salah satu diantaranya dalam upaya mengatasi merkuri," kata Siti.
Siti Nurbaya menyatakan, pemerintahan Presiden Jokowi dan Kementeeian LHK secara bertahap dan konseptual menangani masalah2 lingkungan yang rekatif berat dan sudah sangat lama tidak tertangani. Soal limbah media, limbah, merkuri, lubang pascatambang dan sangat banyak.
"Bisa dikatakan puluhan tahun tidak ditangani dan Presiden serta Wapres memerintahkan untuk ditangani dan kita tangani secara bertahap dan sistematis. Saya sangat paham bahwa tidak mudah, tapi yang penting kita mulai. Satu persatu masalah-masalah lingkungan yang berat kita selesaikan," tegas Siti.
Sebelumnya, saat membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) RAN PPM di Jakarta, Senin (22/7), Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono mengtakan, Pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030 dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM).
Perpres tersebut merupakan implementasi Konvensi Minamata yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik.
"Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada tahun 2017 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri dan kemudian dituangkan kedalam Perpres 21/2019 tentang pelaksanaan RAN PPM. Rapat Kerja Teknis ini merupakan salah satu wadah untuk memperkuat komitmen pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan Perpres RAN PPM tersebut," papar Bambang Hendroyono.
Sedangkan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa merkuri, yang juga dikenal sebagai raksa, merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Merkuri bersifat toksik, sulit terurai, bersifat bioakumulasi dan dapat berpindah tempat dalam jarak jauh melalui atmosfer. Merkuri secara global telah dilarang, baik produksi maupun penggunaannya.
Namun demikian di sektor tertentu seperti sektor kesehatan dan industri, merkuri masih dipergunakan dengan beberapa aturan. "Khusus di sektor pertambangan emas, penggunaan merkuri telah dilarang seluruhnya," tegas Vivien.
Minamata Diseases merupakan kasus pencemaran merkuri yang paling terkenal di dunia, yaitu pembuangan limbah yang mengandung merkuri dari pabrik pupuk Chisso di Teluk Minamata. Tidak kurang dari 2.200 orang meninggal dan/atau menderita gangguan syaraf serius.
Dampak terhadap kesehatan ini baru dirasakan oleh masyarakat dalam durasi 10-30 tahun sejak terjadi pencemaran. Kejadian ini memperlihatkan betapa bahayanya jika merkuri terpapar kepada manusia sehingga harus diatur pengelolaannya secara global.
Perpres 21/2019 mengenai RAN PPM bertujuan untuk menetapkan target dan strategi pengurangan dan penghapusan merkuri pada 4 bidang prioritas yaitu manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil, dan kesehatan.
Peraturan ini juga mewajibkan daerah untuk membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) di tiap daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai tindak lanjut pelaksanaan RAN PPM dengan jeda waktu paling lama satu tahun setelah Perpres 21/2019 ditandatangani.
Kementerian LHK sebagai Sekretariat pelaksanaan kebijakan bertugas untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAN PPM serta mengkoordinasikan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAN PPM dengan lembaga terkait.
Selain itu, Kementerian LHK melakukan pendampingan kepada daerah dalam penyusunan RAD Provinsi dan RAD Kabupaten, serta mengelola data dan informasi mengenai tingkat, status, serta proyeksi merkuri.
Siti Nurbaya mengatakan hal itu di Jakarta, Selasa (23/7/2019) usai dipanggil Wapres Jusuf Kalla bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan, serta Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono untuk menyelesaikan permasalahan bekas lahan tambang-tambang yang berizin maupun tidak.
"Kami mendapatkan arahan dari Bapak Wapres dan akan ditindak lnjuto secara lebih mendalam lagi," tambah Siti.
Menteri Siti mengungkapkan, ketika dahulu menjabat Sekjen Departemen Dalam Negeri dirinya mengetahui secara persis bahwa salah satu bench mark hubungan pusat dan daerah ialah bagaimana soal sumber daya alam dan lingkungan ini dikelola.
Pada kesempatan itu Wapres Jusuf Kalla mengatakan, pengaturan pemulihan lahan eks tambang merupakan persoalan mendesak. Sejumlah banjir dalam skala besar seperti di Konawe dan Samarinda akibat lahan tambang yang tidak dipulihkan.
"Manfaat yang diperoleh dari tambang itu jauh lebih besar kerusakannya, korban rakyat dari pada apa yang diperoleh rakyat. Yang terjadi rakyat kecil kena (dampaknya), penambang yang ambil manfaat. Jadi harus ada sanksi karena merusak lingkungan," kata Jusuf Kalla.
Lebih lanjut Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, mengenai penanganan kerusakan lingkungan hidup, langkah-langkah sistematis telah disiapkan dan dilaksakan sebaik-baiknya oleh KLHK. Sebab soal lingkungan hidup menyangkut daerah dan masyarakat.
"Maka, salah satu diantaranya dalam upaya mengatasi merkuri," kata Siti.
Siti Nurbaya menyatakan, pemerintahan Presiden Jokowi dan Kementeeian LHK secara bertahap dan konseptual menangani masalah2 lingkungan yang rekatif berat dan sudah sangat lama tidak tertangani. Soal limbah media, limbah, merkuri, lubang pascatambang dan sangat banyak.
"Bisa dikatakan puluhan tahun tidak ditangani dan Presiden serta Wapres memerintahkan untuk ditangani dan kita tangani secara bertahap dan sistematis. Saya sangat paham bahwa tidak mudah, tapi yang penting kita mulai. Satu persatu masalah-masalah lingkungan yang berat kita selesaikan," tegas Siti.
Sebelumnya, saat membuka Rapat Kerja Teknis (Rakernis) RAN PPM di Jakarta, Senin (22/7), Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono mengtakan, Pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030 dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM).
Perpres tersebut merupakan implementasi Konvensi Minamata yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik.
"Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada tahun 2017 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri dan kemudian dituangkan kedalam Perpres 21/2019 tentang pelaksanaan RAN PPM. Rapat Kerja Teknis ini merupakan salah satu wadah untuk memperkuat komitmen pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan Perpres RAN PPM tersebut," papar Bambang Hendroyono.
Sedangkan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan bahwa merkuri, yang juga dikenal sebagai raksa, merupakan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Merkuri bersifat toksik, sulit terurai, bersifat bioakumulasi dan dapat berpindah tempat dalam jarak jauh melalui atmosfer. Merkuri secara global telah dilarang, baik produksi maupun penggunaannya.
Namun demikian di sektor tertentu seperti sektor kesehatan dan industri, merkuri masih dipergunakan dengan beberapa aturan. "Khusus di sektor pertambangan emas, penggunaan merkuri telah dilarang seluruhnya," tegas Vivien.
Minamata Diseases merupakan kasus pencemaran merkuri yang paling terkenal di dunia, yaitu pembuangan limbah yang mengandung merkuri dari pabrik pupuk Chisso di Teluk Minamata. Tidak kurang dari 2.200 orang meninggal dan/atau menderita gangguan syaraf serius.
Dampak terhadap kesehatan ini baru dirasakan oleh masyarakat dalam durasi 10-30 tahun sejak terjadi pencemaran. Kejadian ini memperlihatkan betapa bahayanya jika merkuri terpapar kepada manusia sehingga harus diatur pengelolaannya secara global.
Perpres 21/2019 mengenai RAN PPM bertujuan untuk menetapkan target dan strategi pengurangan dan penghapusan merkuri pada 4 bidang prioritas yaitu manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil, dan kesehatan.
Peraturan ini juga mewajibkan daerah untuk membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) di tiap daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai tindak lanjut pelaksanaan RAN PPM dengan jeda waktu paling lama satu tahun setelah Perpres 21/2019 ditandatangani.
Kementerian LHK sebagai Sekretariat pelaksanaan kebijakan bertugas untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAN PPM serta mengkoordinasikan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan RAN PPM dengan lembaga terkait.
Selain itu, Kementerian LHK melakukan pendampingan kepada daerah dalam penyusunan RAD Provinsi dan RAD Kabupaten, serta mengelola data dan informasi mengenai tingkat, status, serta proyeksi merkuri.
(maf)