Keluarga Besar Purna Adhyaksa Inginkan Jaksa Agung dari Internal Kejaksaan

Minggu, 21 Juli 2019 - 19:04 WIB
Keluarga Besar Purna...
Keluarga Besar Purna Adhyaksa Inginkan Jaksa Agung dari Internal Kejaksaan
A A A
JAKARTA - Jabatan Jaksa Agung sangat strategis dalam penegakan hukum. Karena itu, sosok yang dipilih Presiden harus mereka yang benar-benar mumpuni dalam hal penegakan hukum, khususnya mengerti mengenai seluk beluk kejaksaan. Karena itu, Keluarga Besar Purna Adhyaksa mengharapkan Jaksa Agung pada kabinet 2019-2024 mendatang berasal dari pejabat karir atau mantan pejabat Kejaksaan.

Mantan JAM Pidsus Kejagung Sudhono Iswahyudi mengatakan, Jaksa Agung hendaknya figur yang telah mendalami dan memahami kondisi institusi Kejaksaan, baik sebagai institusi maupun perilaku personel-personel Kejaksaan.

"Kejaksaan itu punya kultur yang spesifik yang tidak dipunyai instansi lain. Dan yang tahu itu adalah orang-orang yang mendalami di Kejaksaan itu. Figur Jaksa Agung seperti itu yang diharapkan. Jaksa Agung itu seharusnya ya pejabat karir, sama dengan Kapolri atau Panglima TNI yang dari karir karena tugas penegak hukum itu tugas profesional. Sama dengan dokter dan tenaga- tenaga ahli spesifik lainnya," tuturnya dalam diskusi bertajuk "Kriteria Jaksa Agung yang Dikehendaki Keluarga Besar Purna Adhyaksa yang digelar Koalisi Indonesia Negara Hukum di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (31/7/2019).

Saat ini, di internal Kejaksaan Agung ada banyak pejabat yang memiliki potensi bagus sebagai Jaksa Agung. "Saya tidak perlu menyebutkan nama. Tapi banyak pejabat Eselon I, mantan-mantan jaksa yang masih muda yang punya kualitas bagus. Yang pasti Jaksa Agung adalah mereka yang memahami kultur Kejaksaan baik mantan jaksa maupun yang masih menjabat," paparnya.

Dikatakan Sudhono, Jaksa Agung dalam menjalan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh bidang eksekutif atau legislatif. "Jaksa Agung mempunyai single authority yang mengendalikan penegakan hukum. Mulai dari penyidikan, ketika di pengadilan dan menentukan hukuman-hukuman yang akan dijatuhkan," katanya.

Dia bahkan menyebut mestinya jaksa yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pertanggungjawabannya kepada Jaksa Agung, bukan dikendalikan oleh KPK. "Karena itu jaksa karir yang paling memenuhi syarat utama sebagai Jaksa Agung," katanya.

Mantan Direktur Penyidikan Kejagung Chairul Imam menambahkan, selain HM Prasetyo, di era Orde Baru ada Jaksa Agung dari Golkar yakni Marzuki Darusman dan dari LSM Marsilam Simanjuntak. Namun, diakuinya saat itu secara kinerja tidak cukup baik. "Kita tahu bagaimana keberadaannya. Karena itu, Presiden kita harapkan dalam memilih Jaksa Agung hendaknya menyerap aspirasi kalangan internal Kejaksaan," tuturnya.

Dikatakan Chairul, sebaiknya Jaksa Agung bebas dari politik praktis untuk menghindari konflik kepentingan. "Itu yang selama ini menjadi salah satu kendala di Kejaksaan. Oleh karena itu mengapa seorang jaksa itu harus pindah-pindah tugas ya agar tidak terlibat konflik kepentingan dengan teman sendiri, apalagi soal konflik politik," tuturnya.

Mantan Puspenkum Kejagung Barman Zahir menambahkan, seorang Jaksa Agung setidaknya memiliki enam tugas yakni pembinaan, intelijen, pidana umum, pidana khusus, pengawasan, dan datun (perdata dan tata usaha negara). "Apakah bisa orang luar sebagai Jaksa Agung? Belajar satu tahun belum tentu bisa. Dan menjadi Jaksa Agung itu bukan saatnya untuk belajar anatomi Kejaksaan, it's too late (sudah terlambat). Yang tahu anatomi Kejaksaan hanya orang Kejaksaan sendiri, tidak bisa orang lain. Pemilihan personel di Kejaksaan itu tidak bisa asbun (asal bunyi), tapi tidak tahu permasalahan," tuturnya.

Barman mengatakan bahwa di internal Kejaksaan banyak pejabat yang memiliki potensi baik sebagai Jaksa Agung. "Kami tak akan menyebut nama, banyak. Pokoknya yang sudah eselon 1, jujur, berintegritas tinggi, tidak macam-macam. Sebagai mantan humas saya tahu," katanya.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7003 seconds (0.1#10.140)