Sustainable Tourism , Poros Maritim Dunia, dan Usulan ke UNESCO

Minggu, 21 Juli 2019 - 11:22 WIB
Sustainable Tourism , Poros Maritim Dunia, dan Usulan ke UNESCO
Sustainable Tourism , Poros Maritim Dunia, dan Usulan ke UNESCO
A A A
Menilik sejarah, Nusantara memiliki posisi strategis sebagai poros yang menghubungkan 'negeri-negeri di atas angin', yaitu Tiongkok, India, Timur Tengah hingga Eropa. Jauh sebelum bangsa Eropa melakukan aktivitas perdagangan di Asia Tenggara, Nusantara telah menjadi pemain penting dalam perdagangan dunia dan telah lama dikenal sebagai negara pemasok utama komoditas penting di dunia, yakni rempah-rempah.

Diperkirakan dalam perjalanan waktu dan pada skala dunia, 400-500 spesies tanaman telah dipergunakan dan dikenal sebagai rempah. Di Asia Tenggara sendiri, jumlahnya mendekati 275 spesies (Prosea, 1999). Bisa dibayangkan, ketika Eropa belum memiliki banyak pengetahuan tentang berbagai komoditas, rempah-rempah dari dunia Timur telah menyediakan khasiat, cita rasa dan aroma yang dipergunakan sebagai bumbu masak, penawar racun dan obat, bahkan sampai bahan pengawet.

Dengan peran sepenting itu, rempah-rempah menjadi komoditas utama yang mampu mempengaruhi kondisi politik, ekonomi maupun sosial budaya dalam skala global. Para raja hingga negara-negara besar dunia mengirim ekspedisi mengarungi samudera untuk mencarinya. Pedagang mempertaruhkan nyawa dan kekayaannya. Perang demi perang memperebutkannya.

Dunia bergolak dan sejarah peradaban manusia berubah. Poros perdagangan rempah-rempah global Asia, India–Nusantara–Tiongkok, melalui perairan Hindia hingga Pasifik dinilai meninggalkan jejak peradaban yang signifikan. Terletak di sepanjang jalur maritim tersibuk di dunia, Nusantara dari masa ke masa telah menjadi daerah strategis yang amat penting dan tujuan perdagangan selama ribuan tahun.

Sebagai akibat dari lalu lintas laut yang padat ke Asia Timur, Timur Tengah, Eropa dan sebaliknya, banyak peradaban berinteraksi, bertukar pengetahuan, pengalaman, dan budaya. Wilayah tersebut menjelma sebagai ruang silaturahmi antarmanusia lintas bangsa sekaligus sarana pertukaran dan pemahaman antarbudaya yang mempertemukan berbagai ide, konsep, gagasan dan praksis, melampaui konteks ruang dan waktu dipertemukan oleh laut dan samudera.

“Warisan budaya maritim dalam jejak perniagaan global ini menjadi semakin penting untuk diangkat, dikaji dan dimaknai kembali. Apalagi ketika dewasa ini banyak bergulir pertarungan konsep seperti Jalur Sutera Maritim yang diusung Tiongkok, maupun ragam konsep tentang wawasan Indo-Pasifik yang kesemuanya menuntut Indonesia untuk mengambil peranan penting,” tutur Hasan Wirajuda, Menteri Luar Negeri periode 2001 -2009 yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina Yayasan Negeri Rempah.

Pengalaman sejarah Indonesia terutama sepanjang rute yang dilintasi Jalur Rempah berperan penting untuk memetakan visi maritim Indonesia ke depan. Pemahaman atas Jalur Rempah dan sejarahnya juga menjadi sangat penting dalam mengembangkan potensi wisata berkelanjutan (sustainable tourism) di bidang kemaritiman, wawasan dan identitas maritim, potensi sumber daya alam dan ilmu pengetahuan maritim Indonesia, maupun diplomasi maritim Indonesia.

Namun, meskipun Indonesia sudah menegaskan konsepsi Negara kepulauan melalui Deklarasi Djuanda sejak 1957, dan setelah melalui perjuangan diplomasi selama 25 tahun konsepsi Negara kepulauan disahkan oleh Konvensi Hukum Laut PBB 1982, perhatian atas sektor kemaritiman baru terfokus pada beberapa tahun terakhir, terutama melalui rencana pengembangan Poros Maritim Dunia 2045.

Hakikatnya, pengembangan Poros Maritim Dunia 2045 adalah untuk menempatkan Indonesia ke dalam percaturan dunia sebagai salah satu pemain kunci yang patut diperhitungkan serta berpengaruh terhadap kebijakan global yang tidak hanya didominasi oleh Negara-negara besar.

Indonesia pun telah dipandang sebagai Negara dengan tingkat perekonomian yang unggul dan memiliki potensi untuk terus berkembang melampaui Negara-negara maju, justru karena posisi Indonesia berada di kawasan paling dinamis yaitu Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia memiliki posisi kepemimpinan yang mampu menjembatani suara kolektif Negara-negara di kawasan yang sama.

Penyelenggaraan International Forum on Spice Route 2019 yang digagas Yayasan Negeri Rempah bersama Kemenkomar pada Juni 2019 lalu, juga sebagai bentuk penegasan peranan penting Indonesia dalam perkembangan peradaban dunia melalui Jalur Rempah, baik melalui praktik perdagangan, maupun penyebaran pengetahuan dan kebudayaan.

Forum tersebut juga merefleksikan kembali sejarah Jalur Rempah dan peranan Indonesia di masa lampau dan kini. Hasil diskusi dan presentasi para pakar lokal dan internasional menunjukkan sejumlah praktik dan pengetahuan di masa lalu dapat menjadi rujukan yang relevan untuk menjawab tantangan isu-isu kemaritiman di masa sekarang.

Sebagai tindak lanjut, sejumlah strategi dibuat untuk menguatkan dan mengakselerasi kebijakan maritim Indonesia yang berdampak, baik pada tataran regional (kawasan) maupun kebijakan nasional yang dapat mengakselerasi peranan Indonesia dalam kemaritiman dunia di masa sekarang di antaranya dalam lingkup diplomasi budaya, pembentukan wawasan dan identitas maritim, penerapan sosial-budaya dan iptek, serta mempersiapkan pengajuan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia (World Heritage) ke UNESCO melalui pembentukan jejaring kemaritiman (Spice Route Connection).
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7968 seconds (0.1#10.140)