Rajut Persatuan dengan Perkuat Kearifan Lokal

Sabtu, 20 Juli 2019 - 02:05 WIB
Rajut Persatuan dengan Perkuat Kearifan Lokal
Rajut Persatuan dengan Perkuat Kearifan Lokal
A A A
JAKARTA - Sebagai negara yang multikultural, Indonesia terkenal dengan kekayaan kebudayaan, bahasa, ras, serta kehidupan beragamanya.

Dari dulu hingga saat ini masyarakat Indonesia hidup di tengah-tengah kearifan budaya lokal dalam menghadapi kebinekaan. Karena di dalam konsep Bhinneka Tunggal Ika terdapat kearifan lokal berupa ajaran hidup gotong royong, toleransi, kerja keras, dan saling menghormati.

Bahkan kearifan lokal ini dapat dijadikan panduan dalam penyelesaian masalah perselisihan, konflik, kekerasan termasuk radikalisme. Kearifan lokal tidak hanya menjadi strategi kultural dalam menyelesaiakan masalah (problem solver), tetapi juga bisa menjadi deteksi dini (early warning system) bagi keberadaan ancaman paham radikal di tengah masyarakat.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof DR Yusny Saby mengatakan, kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia di berbagai daerah sangat penting untuk mendeteksi ancaman radikalisme dan terorisme.

Tidak hanya itu, kearifan lokal juga dapat digunakan sebagai wadah untuk merajut kembali persatuan bangsa pasca Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.

“Kearifan lokal itu begini, ada suatu ungkapan bahasa Aceh leumo bloh paya, kuda cot iku. Gob meuseunoh kuasa, tanyoe nyang karu. Artinya, sapi yang masuk ke lumpur, kuda yang terkejut. Orang lain yang berebut jabatan/kekuasaan, malah kita yang ribut. Ini urusan politik sudah selesai. Politik ini jangan menjadikan kita menjadi kebingungan atau kesusahan atau tergoncang karena urusan urusan orang lain. Politik urusan politik. Demikian juga di bisnis ya bisnis juga seperti itu,” ujar Yusny, di Jakarta, Jumat 19 Juli 2019.

Dengan ungkapan tersebut, kata dia, yang terpenting dari kearifan lokal adalah agar setiap orang melaksanakan urusannya sendiri. Jangan melakukan sesuatu berlebihan agar orang lain merasa damai dan nyaman dalam melakukan aktivitasnya.

“Janganlah kita melebihi langkah-langkah kita. Telapak kaki kita itu seberapa besarnya, demikian juga dengan duduk, berapa lebar yang dibutuhkan. Sehingga dengan demikian itu akan ada kedamaian, keamanan dan tidak membuat orang-orang lain itu merasa terancam dengan cara kita dalam melakukan sesuatu,” tuturnya.

Untuk itu dia meminta semua pihak dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari diharapkan bisa mematuhi aturan. “Itulah yang dimaksud dengan adat istiadat dan sistem yang sudah berlaku sesuai apa yang sudah digariskan. Itulah yang harus dipahami masyarakat,” ujarnya.

Dia juga memberikan gambaran tentang kearifan lokal sebagai deteksi dini dalam mengantisipasi paham radikal atau hal lain yang dapat menggangu persatuan di tengah masyarakat.

Misalnya, ketika ada seseorang berbuat negatif maka harus ada orang-orang bijak yang dapat memahami suasana di lingkungan tersebut. Orang tersebut kemudian mengambil keputusan dengan tepat, baik secara langsung maupun tidak langsung tanpa memihak.

“Ini yang tentunya sangat penting sekali. Untuk itu kita harus selalu berkomunikasi dengan orang-orang bijak yang dapat memahami terhadap suasana. Karena dialah yang lebih paham. Sebab tidak semua orang itu paham terhadap suatu masalah,” tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7519 seconds (0.1#10.140)