Sistem Zonasi PPDB Butuh Peta Jalan
A
A
A
JAKARTA - Masa pendaftaran siswa baru sudah dimulai. Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah mengkritisi sistem ini dengan menyebut seharusnya sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilakukan dengan membuat peta jalan terlebih dulu.
Ferdiansyah mengatakan, seharusnya pendaftaran peserta didik baru (PPDB) baru dengan sistem zonasi seharusnya dilakukan dengan terlebih dulu membuat peta jalan. Dia menjelaskan, peta jalan ini terkait dengan dua indikator yakni distribusi guru dan pemerataan sarana prasarana. ''Seharusnya zonasi itu dilakukan setelah (membenahi) guru dan sarana prasarana baru zonasi,'' katanya di gedung MPR/DPR, Senin (17/6/2019).
Politikus Golongan Karya ini menilai bahwa masyarakat yang mau mencari sekolah itu pasti melihat dulu apakah sekolahnya berkualitas atau tidak guru-guru yang bertugas di sekolah tersebut. Lalu juga masyarakat akan melihat atau mencari tahu apakah fasilitas yang disediakan di sekolah yang dituju itu sudah menunjang kegiatan belajar mengajar atau belum.
Ferdi menerangkan, jika kualitas pendidikan di Indonesia sudah merata baik itu dari gurunya, sarana prasarana, tingkat pendidikan dan ekonomi orangtua maka dia yakin sistem zonasi ini tidak akan banyak menimbulkan masalah. ''Tapi ini kan berbeda. Kenapa misalnya orang mau ke sekolah di Tebet padahal rumahnya di Lebak Bulus itu karena mau cari guru dan sarprasnya bagus,'' ungkapnya.
Ferdi melanjutkan, zonasi itu sejatinya harus dilakukan secara bertahap. Seperti halnya kurikulum 2013, katanya, itu pun dilakukan secara bertahap. Atau Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) pun dilakukan secara bertahap di daerah-daerah yang sudah siap dulu fasilitas komputernya. Ferdi mengatakan, kebijakan yang sifatnya nasional seperti di bidang pendidikan ini memang membutuhkan waktu untuk bisa sukses.
Ferdiansyah mengatakan, seharusnya pendaftaran peserta didik baru (PPDB) baru dengan sistem zonasi seharusnya dilakukan dengan terlebih dulu membuat peta jalan. Dia menjelaskan, peta jalan ini terkait dengan dua indikator yakni distribusi guru dan pemerataan sarana prasarana. ''Seharusnya zonasi itu dilakukan setelah (membenahi) guru dan sarana prasarana baru zonasi,'' katanya di gedung MPR/DPR, Senin (17/6/2019).
Politikus Golongan Karya ini menilai bahwa masyarakat yang mau mencari sekolah itu pasti melihat dulu apakah sekolahnya berkualitas atau tidak guru-guru yang bertugas di sekolah tersebut. Lalu juga masyarakat akan melihat atau mencari tahu apakah fasilitas yang disediakan di sekolah yang dituju itu sudah menunjang kegiatan belajar mengajar atau belum.
Ferdi menerangkan, jika kualitas pendidikan di Indonesia sudah merata baik itu dari gurunya, sarana prasarana, tingkat pendidikan dan ekonomi orangtua maka dia yakin sistem zonasi ini tidak akan banyak menimbulkan masalah. ''Tapi ini kan berbeda. Kenapa misalnya orang mau ke sekolah di Tebet padahal rumahnya di Lebak Bulus itu karena mau cari guru dan sarprasnya bagus,'' ungkapnya.
Ferdi melanjutkan, zonasi itu sejatinya harus dilakukan secara bertahap. Seperti halnya kurikulum 2013, katanya, itu pun dilakukan secara bertahap. Atau Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) pun dilakukan secara bertahap di daerah-daerah yang sudah siap dulu fasilitas komputernya. Ferdi mengatakan, kebijakan yang sifatnya nasional seperti di bidang pendidikan ini memang membutuhkan waktu untuk bisa sukses.
(pur)