Tiket Pesawat Mahal Dinilai karena Faktor Politis
A
A
A
JAKARTA - Harga tiket pesawat yang cukup tinggi, khususnya domestik, masih menjadi perbincangan hangat netizen. Meski ada yang kontra, ada pula warganet yang pro atau memberikan dukungan logis akan tingginya harga tiket karena alasan kuat melalui platform sosial media, Twitter.
Misalnya, ada akun yang mencuit tentang pendapatnya karena tidak keberatan adanya kenaikan tiket pesawat, karena menyadari biaya produksi yang tinggi. Untuk Rudi Valinka dengan akun @kurawa, Rabu (12/06/2019) Pukul 18.52 WIB, menyebutkan.
"Mulai sekarang kita kembali ke realitas kalau bisnis penerbangan memang mahal, harga murah yang lalu anggap "bonus" sebagai kesempatan bagi jutaan orang Indonesia mencoba naik Pesawat terbang.. ingat nenek moyangku seorang pelaut seperti judul lagu."
Rudi Valinka melanjutkan, jika hal itu dilakukan lantaran agar maskapai tidak mengalami kerugian yang semakin besar. "Kasus mahalnya tiket pesawat ini lebih ke soal politis, mau siapapun menteri atau presidennya enggak akan mampu memaksa perusahaan menjual rugi tiket pesawatnya. Kecuali subsidi avtur gratis. Ingat Garuda setiap tahun sudah rugi 3 triliun," katanya.
"Total kerugian Garuda di awal tahun 2018 mencapai Rp40 Triliun dan ini pasti akan ditanggung oleh uang pajak kita di APBN. Secara tidak langsung kita ikut mensubsidi orang-orang mampu untuk beli tiket pesawat," ucapnya.
"Jangan pikir gue juga gak menderita soal tiket pesawat ini, dengan frekuensi yang lumayan sering gue ikut menyadari lebih baik gue bayar sewajarnya, namun maskapainya bisa maintenance pesawat dengan baik, karena nyawa gue mahal banget," sambungnya
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengaku masih mengkaji mengenai wacana menarik masuk maskapai asing ke Indonesia untuk meningkatkan kompetisi. Budi menyebutkan, kehadiran maskapai asing untuk menekan harga tiket di dalam negeri harusnya hanya alternatif terakhir saja.
"Efektif atau tidak tergantung kesiapan mereka sendiri. Tapi sebenarnya saya masih menaruh harapan bahwa maskapai yang ada melakukan reformasi supaya ada keseimbangan harga, supply dan demand. Sehingga maskapai asing (itu) second alternatif," ujar Budi di Jakarta, Senin (10/6/2019).
Dia mengatakan, dirinya saat ini tengah mengkaji wacana tersebut bersama Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. "Ini bagian konseptual, saya sedang pelajari untuk menyampaikan Menko dan Presiden," jelasnya.
Misalnya, ada akun yang mencuit tentang pendapatnya karena tidak keberatan adanya kenaikan tiket pesawat, karena menyadari biaya produksi yang tinggi. Untuk Rudi Valinka dengan akun @kurawa, Rabu (12/06/2019) Pukul 18.52 WIB, menyebutkan.
"Mulai sekarang kita kembali ke realitas kalau bisnis penerbangan memang mahal, harga murah yang lalu anggap "bonus" sebagai kesempatan bagi jutaan orang Indonesia mencoba naik Pesawat terbang.. ingat nenek moyangku seorang pelaut seperti judul lagu."
Rudi Valinka melanjutkan, jika hal itu dilakukan lantaran agar maskapai tidak mengalami kerugian yang semakin besar. "Kasus mahalnya tiket pesawat ini lebih ke soal politis, mau siapapun menteri atau presidennya enggak akan mampu memaksa perusahaan menjual rugi tiket pesawatnya. Kecuali subsidi avtur gratis. Ingat Garuda setiap tahun sudah rugi 3 triliun," katanya.
"Total kerugian Garuda di awal tahun 2018 mencapai Rp40 Triliun dan ini pasti akan ditanggung oleh uang pajak kita di APBN. Secara tidak langsung kita ikut mensubsidi orang-orang mampu untuk beli tiket pesawat," ucapnya.
"Jangan pikir gue juga gak menderita soal tiket pesawat ini, dengan frekuensi yang lumayan sering gue ikut menyadari lebih baik gue bayar sewajarnya, namun maskapainya bisa maintenance pesawat dengan baik, karena nyawa gue mahal banget," sambungnya
Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengaku masih mengkaji mengenai wacana menarik masuk maskapai asing ke Indonesia untuk meningkatkan kompetisi. Budi menyebutkan, kehadiran maskapai asing untuk menekan harga tiket di dalam negeri harusnya hanya alternatif terakhir saja.
"Efektif atau tidak tergantung kesiapan mereka sendiri. Tapi sebenarnya saya masih menaruh harapan bahwa maskapai yang ada melakukan reformasi supaya ada keseimbangan harga, supply dan demand. Sehingga maskapai asing (itu) second alternatif," ujar Budi di Jakarta, Senin (10/6/2019).
Dia mengatakan, dirinya saat ini tengah mengkaji wacana tersebut bersama Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. "Ini bagian konseptual, saya sedang pelajari untuk menyampaikan Menko dan Presiden," jelasnya.
(maf)