Pengamat Sebut Ada Ketidakwajaran dalam Pemilu 2019
A
A
A
JAKARTA - Dugaan indikasi kecurangan yang ditampilkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sistem perhitungan suara (Situng) untuk memenangkan pasangan capres dan cawapres petahana masih menjadi sorotan publik. Terlebih banyak video dan foto beredar di sosial media yang menunjukkan perbedaan hasil perhitungan antara-masyarakat dengan KPU.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengatakan, terbongkarnya kecurangan yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu itu berkat kecanggihan teknologi informasi yang menjadi alternatif penyebaran informasi selain media mainstream.
"Bukan rahasia lagi telah terjadi banyak ketidakwajaran pada pemilihan umum (pemilu) 2019 ini. Dengan kemajuan teknologi yang sangat progresif, masyarakat dapat memperoleh berita dengan cepat. Terima kasih kepada media sosial khususnya aplikasi Whatsapp yang memungkinkan hal tersebut terjadi," ujar Anthony dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/4/2019).
Dia juga mengungkapkan peristiwa surat suara yang tercoblos beberapa waktu lalu di Malaysia. Menurutnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak sewajarnya terjadi.
"Lihat saja, video pencoblosan surat suara sebelum jadwal pemilu yang menguntungkan salah satu pasangan calon presiden (paslon) dan calon legislatif (caleg) tertentu dapat beredar begitu cepat di berbagai media sosial," ungkapnya.
Ironisnya, sambung Anthony, kecurangan pemilu yang secara nyata terekam dan tersebar di sosial media masih terus terjadi. Bahkan, pelakunya diduga kuat penyelenggara pemilu itu sendiri.
"Ketidakwajaran tersebut masih berlanjut pada perhitungan suara di KPU yang menggunakan aplikasi yang dikenal dengan Situng (Sistem Informasi Perhitungan Suara) KPU. Ketidakwajaran ini terjadi karena banyak kesalahan input data TPS ke dalam sistem Situng KPU yang sejauh ini hanya menguntungkan paslon 01 saja. Karena hanya menguntungkan paslon 01 saja maka kesalahan input data ditengarai sebagai ketidakwajaran input, alias curang," tambah Anthony.
Diketahui sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan telah terjadi kesalahan memasukkan data pada Situng KPU, seperti dimuat di berbagai media nasional.
"Di sini ada beberapa persoalan utama terkait kesalahan input data. Pertama, harus diakui manusia dapat melakukan kesalahan, dan itu adalah manusiawi. Dan sekarang masyarakat diminta untuk maklum atas kesalahan manusia ini, meskipun kesalahan tersebut secara kasat mata terpola memberi keuntungan kepada paslon 01 saja," sesal Anthony.
Seharusnya, tegas Anthony, Situng KPU sudah dirancang untuk mendeteksi dan memprediksi human error dan mencegahnya agar tidak terjadi.
"Kalau kesalahan input masih dapat terjadi pada aplikasi Situng KPU ini, maka Situng KPU ini harus dinyatakan tidak layak digunakan khususnya untuk kepentingan nasional yang sangat penting seperti Pilpres dan Pileg karena menyangkut martabat bangsa dan negara dalam melaksanakan demokrasi," tandasnya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengatakan, terbongkarnya kecurangan yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu itu berkat kecanggihan teknologi informasi yang menjadi alternatif penyebaran informasi selain media mainstream.
"Bukan rahasia lagi telah terjadi banyak ketidakwajaran pada pemilihan umum (pemilu) 2019 ini. Dengan kemajuan teknologi yang sangat progresif, masyarakat dapat memperoleh berita dengan cepat. Terima kasih kepada media sosial khususnya aplikasi Whatsapp yang memungkinkan hal tersebut terjadi," ujar Anthony dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/4/2019).
Dia juga mengungkapkan peristiwa surat suara yang tercoblos beberapa waktu lalu di Malaysia. Menurutnya, hal tersebut merupakan hal yang tidak sewajarnya terjadi.
"Lihat saja, video pencoblosan surat suara sebelum jadwal pemilu yang menguntungkan salah satu pasangan calon presiden (paslon) dan calon legislatif (caleg) tertentu dapat beredar begitu cepat di berbagai media sosial," ungkapnya.
Ironisnya, sambung Anthony, kecurangan pemilu yang secara nyata terekam dan tersebar di sosial media masih terus terjadi. Bahkan, pelakunya diduga kuat penyelenggara pemilu itu sendiri.
"Ketidakwajaran tersebut masih berlanjut pada perhitungan suara di KPU yang menggunakan aplikasi yang dikenal dengan Situng (Sistem Informasi Perhitungan Suara) KPU. Ketidakwajaran ini terjadi karena banyak kesalahan input data TPS ke dalam sistem Situng KPU yang sejauh ini hanya menguntungkan paslon 01 saja. Karena hanya menguntungkan paslon 01 saja maka kesalahan input data ditengarai sebagai ketidakwajaran input, alias curang," tambah Anthony.
Diketahui sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan telah terjadi kesalahan memasukkan data pada Situng KPU, seperti dimuat di berbagai media nasional.
"Di sini ada beberapa persoalan utama terkait kesalahan input data. Pertama, harus diakui manusia dapat melakukan kesalahan, dan itu adalah manusiawi. Dan sekarang masyarakat diminta untuk maklum atas kesalahan manusia ini, meskipun kesalahan tersebut secara kasat mata terpola memberi keuntungan kepada paslon 01 saja," sesal Anthony.
Seharusnya, tegas Anthony, Situng KPU sudah dirancang untuk mendeteksi dan memprediksi human error dan mencegahnya agar tidak terjadi.
"Kalau kesalahan input masih dapat terjadi pada aplikasi Situng KPU ini, maka Situng KPU ini harus dinyatakan tidak layak digunakan khususnya untuk kepentingan nasional yang sangat penting seperti Pilpres dan Pileg karena menyangkut martabat bangsa dan negara dalam melaksanakan demokrasi," tandasnya.
(mhd)