Perludem: Pemilu Serentak dan Presidential Threshold Perlu Dievaluasi

Minggu, 28 April 2019 - 17:45 WIB
Perludem: Pemilu Serentak...
Perludem: Pemilu Serentak dan Presidential Threshold Perlu Dievaluasi
A A A
JAKARTA - Fenomena banyaknya anggota KPPS yang meninggal dunia dan sakit karena beban kerja yang menumpuk menjadi sorotan dan evalusi sejumlah organisasi pemantau pemilu antara lain Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini berharap agar sistem keserentakan pemilu dievalusi. Menurutnya, serentak yang dimaksud adalah agar pemilu nasional untuk memilih Caleg DPR, DPD dan pejabat pusat seperti presiden dan wakil presiden. Berikutnya, 2,5 tahun untuk kesentakan pemilu untuk memilih DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Tak hanya soal keserentakan pemilu yang dianggap menjadi masalah pada Pemilu 2019. Menurutnya, sistem penerapan ambang batas presiden juga menjadi sorotan. Dia berharap, ke depan ambang batas presiden (presidential threshold) ditiadakan.

"Itu usulan kami, sudah sejak lama. Kami kan, Perludem dua kali uji materi dan ditolak. 2019 pemilu yang tidak relax, pemilu yang banyak tekanan bagi pemilih karena kita terpolarisasi bukan secara alamiah pilihan politik, tetapi dipaksa. Dipaksa karena ada ambang batas pencalonan presiden yang membuat kita terbatas mempunyai pilihan," ujar Titi di Jakarta, Minggu (28/4/2019).

Menurut Titi, kenapa sistem ambang batas presiden perlu ditinjau ulang. Sebab, dengan penerapan tersebut polarisasi yang terjadi di masyarakat pada Pemilu 2019 ini semakin menguat. Kata dia, dengan menghilangkan ambang batas maka masyarakat akan memiliki banyak pilihan. Meski banyak pilihan, kata Titi, calon independen tidak diperkenankan karena ketentuan yang berhak mengusung adalah partai politik.

Titi mengaku lembaganya tak khawatir bahwa semakin banyak pasangan capres dan cawapres akan menimbulkan gejala yang negatif dalam demokrasi Indonesia. Buktinya pilkada yang menghadirkan banyak paslon tetap baik-baik saja. M

Ditambahkannya, semakin calon kepala daerahnya banyak, semakin beragam pilihan, semakin baik di dalam mengkanalisasi aspirasi politik warga dan semakin mampu untuk mencegah polarisasi.

"Kan politik kita jadinya lebih beragam, jadi lebih diskursus sosialnya juga lebih substansial dan isu politik identitas yang menganggap dirinya lebih dominan itu enggak akan muncul karena orang akan sibuk dengan capresnya yang beragam itu," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6955 seconds (0.1#10.140)