Bukan Soal Menang-Kalah, Jurdil Lebih Utama dalam Pemilu
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merekomendasikan sejumlah pemungutan suara ulang di sejumlah lokasi. Tak hanya di luar negeri seperti di Malaysia, di dalam negeri juga terdapat rekomendasi serupa seperti di 103 TPS di Sumatera Barat, 20 TPS di Jawa Tengah, 112 TPS di Riau dan beberapa tempat lainnya.
Sementara Badan Pemenangan Nasional (BPN) menemukan 1.261 laporan kecurangan pada Pemilu 2019. Menyikapi persoalan tersebut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Ismail Rumadan mengingatkan azas dasar pelaksanaan Pemilu, yakni jujur dan adil (Jurdil).
Menurutnya, prinsip tersebut harus menjadi landasan para penyelenggara guna menjamin suara masing-masing orang dalam pesta demokrasi lima tahunan. Ia pun mengkritisi terdapat masalah dalam penerapan prinsip tersebut pada Pemilu 17 April lalu.
“Jurdil, nampak dari pemilu kemarin banyak masalah, kesalahan, kecurangan. Menurut saya masih jauh dari kata jurdil Pemilu kali ini,” jelas Ismail di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Ismail menambahkan, sebagai pelaksana, terdapat tanggung jawab moral dan hukum yang melekat pada para penyelenggara Pemilu. Karena itu, ia mengingatkan, jika terdapat kesalahan, KPU tidak cukup hanya melontarkan permintaan maaf ke publik.
“Sekecil apapun, sengaja atau tidak disengaja harus diselesaikan secara hukum. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf saja,” sambungnya.
Menang atau kalah, bukanlah tujuan utama dari tersenggaranya Pemilu karena pemenang sebenanrnya ialah rakyat. Sementara pertanggungjawaban hukum, kata Ismail untuk menjaga marwah demokrasi.
“Karena ini menyangkut marwah demokrasi kita. Bagaimana mewujudkan Pemilu yang Jurdil,” tandasnya.
Sementara Badan Pemenangan Nasional (BPN) menemukan 1.261 laporan kecurangan pada Pemilu 2019. Menyikapi persoalan tersebut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Ismail Rumadan mengingatkan azas dasar pelaksanaan Pemilu, yakni jujur dan adil (Jurdil).
Menurutnya, prinsip tersebut harus menjadi landasan para penyelenggara guna menjamin suara masing-masing orang dalam pesta demokrasi lima tahunan. Ia pun mengkritisi terdapat masalah dalam penerapan prinsip tersebut pada Pemilu 17 April lalu.
“Jurdil, nampak dari pemilu kemarin banyak masalah, kesalahan, kecurangan. Menurut saya masih jauh dari kata jurdil Pemilu kali ini,” jelas Ismail di Jakarta, Minggu (21/4/2019).
Ismail menambahkan, sebagai pelaksana, terdapat tanggung jawab moral dan hukum yang melekat pada para penyelenggara Pemilu. Karena itu, ia mengingatkan, jika terdapat kesalahan, KPU tidak cukup hanya melontarkan permintaan maaf ke publik.
“Sekecil apapun, sengaja atau tidak disengaja harus diselesaikan secara hukum. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf saja,” sambungnya.
Menang atau kalah, bukanlah tujuan utama dari tersenggaranya Pemilu karena pemenang sebenanrnya ialah rakyat. Sementara pertanggungjawaban hukum, kata Ismail untuk menjaga marwah demokrasi.
“Karena ini menyangkut marwah demokrasi kita. Bagaimana mewujudkan Pemilu yang Jurdil,” tandasnya.
(pur)