Konsisten dengan Politik yang Bermoral

Jum'at, 19 April 2019 - 06:26 WIB
Konsisten dengan Politik...
Konsisten dengan Politik yang Bermoral
A A A
Shamsi Ali
Putra bangsa di New York, AS

DUA hari lalu, bangsa Indonesia telah melangsungkan pesta demokrasi lima tahunan. Sungguh membanggakan karena antusias warga yang luar biasa itu sekaligus menepis tuduhan jika Islam tidak sejalan, bahkan menolak demokrasi.

Proses demokrasi yang telah lama berlangsung di negara ini, bagi saya sebagai da’i di Amerika, tentu merupakan kebanggaan sekaligus modal dalam menyampaikan Islam yang sesungguhnya. Bahwa Islam bukan agama yang asing di hadapan demokrasi. Justru esensinya demokrasi merangkul nilai-nilai keislaman.

Islam dan demokrasi ini sekaligus menjadi sesuatu yang seharusnya dibanggakan bangsa ini. Indonesia menjadi unik karena karakternya yang mampu mengawinkan antara demokrasi dan nilai-nilai agama (Islam). Sesuatu yang banyak negara gagal dilakukan, terutama di dunia Islam.

Tapi mungkin yang patut juga dibanggakan adalah bahwa kesadaran politik bangsa Indonesia sekaligus sebagai negara Muslim terbesar dunia, tentu prilaku politik bangsa ini tidak terlepas dari nilai dan norma-norma ajaran Islam. Karenanya karakter politik bangsa ini berlandaskan akhlakul karimah (karakter mulia).

Berbicara tentang akhlak dalam perpoltikan atau politik yang bermoral, tentu banyak hal yang terkait. Tapi saya akan membatasi catatan singkat ini pada beberapa hal.

Pertama, bahwa politik Islam itu tidak dibangun di atas hawa nafsu dan kerakusan kekuasaan. Karenanya proses yang berjalan tidak menghalalkan segala cara, termasuk kecurangan dan semacamnya. Kecurangan atau ketidak jujuran dalam proses hanya akan melukai keindahan akhlakul karimah dalam politik Islam itu sendiri.

Hal lain, berbagai hoaks dan kebohongan yang kerap dikembangkan di masa kampanye juga menyalahi nilai-nilai akhlakul karimah itu. Runyamnya, seringkali informasi-informasi bohong ini susah untuk diklarifikasi, khususnya di zaman keterbukaan media sosial. Akibatnya, masyarakat yang memang sedang mengalami emosi tinggi, tanpa sadar ikut terlibat dalam penyebarannya.

Kedua, akhlakul karimah dalam politik juga menjaga kita dalam keyakinan dasar bahwa kekuasaan itu adalah milik Allah SWT. Kekuasaan itu diberikan kepada siapa yang dikehendaki dan diambil kembali dari siapa Dia kehendaki.Allah memuliakan (dengan kekuasaan itu) siapa yang Dia kehendaki dan menghinakan (dengannya) siapa yang Dia kehendaki. Di tangan Allah-lah terletak segala kebaikan dan Dia berkuasa atas segala sesuatu.
Realita itu membangun karakter yang seimbang (balance) dalam perpolitikan. Di satu sisi bekerja keras untuk menang. Di sisi lain yakin bahwa kerja kerasnya itu tidak menentukan, hanya penyebab semata. Ketentuan itu tetap ada di tangan yang merajai langit dan bumi.

Ketiga, ketika yang merajai langit dan bumi telah menjatuhkan ketentuan-Nya atau lazimnya dikenal dengan takdir maka dengan sendirinya diterima sebagai keputusan terbaik. Konsekuensi positif dari keimanan kepada qadarullah (ketentuan Allah) di atas menjadikan semua pihak menahan diri dari kekecewaan yang berlebihan.

Apalagi pihak yang belum beruntung (menang), sudah pasti merasakan kekecewaan itu. Tapi dengan keimanan kepada ketentuan Allah maka hal tersebut dapat disikapi secara proporsional.

Keempat, akhlakul karimah dalam politik juga menuntut keberanian untuk membenarkan kesalahan-kesalahan yang ada dalam prosesnya. Karenanya jika ada ketidaklaziman, kecurangan misalnya, tentu dengan dorongan iman juga kesalahan-kesalahan itu harus diperbaiki. Usaha memperbaiki kesalahan-kesadaran itu bahkan melalui proses hukum sekalipun jika diperlukan.

Politik Islam itu orientasinya adalah maslahah ammah (public interest). Bukan kepentingan sempit, perorangan atau kelompok. Bahkan pelaku politik dalam Islam berani mengorbankan kepentingan sempitnya demi kepentingan umum.

Di sinilah saya ingin sekaligus mengingatkan bahwa apapun realitanya (hasilnya) di hari-hari mendatang ini, kedamaian dan ketentraman Indonesia harus didahulukan. Bahwa ada ketidaksesuaian dalam proses politik, jangan sampai mengorbankan kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.

Terakhir, hal lain yang harus dipastikan dalam politik yang ber-akhlakul karimah adalah aspek dakwahnya. Jangan sampai di satu sisi kita mengaku berpolitik secara Islam (islami), namun di sisi lain justru menampakkan perilaku yang tidak islami.

Percayalah, tantangan dakwah terbesar saat ini bukan Islamophobia. Bukan kebencian dan permusuhan orang lain. Melainkan gagalnya umat ini merepresentasi keindahan Islam dalam kehidupan. Termasuk di dalamnya dalam menyikapi dunia perpolitikan.

Semoga Allah menjaga bangsa dan negara ini. Memberikan pemimpin yang diridhai-Nya. Yang mampu menjadi sopir mumpuni bagi ‘mobil’ Indonesia yang mewah dan cantik ini. Amin!

Tanah Betawi, 18 April 2019
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0987 seconds (0.1#10.140)