Hadapi Era Industri 4.0, Balai Latihan Kerja Harus Terus Berbenah
A
A
A
JAKARTA - Pengembangan sumber daya manusia (SDM) terus digelorakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadapi perkembangan teknologi yang bergerak cepat.
Demi mewujudkan keinginan itu, butuh alokasi anggaran yang cukup, khususnya Balai Latihan Kerja (BLK) yang memiliki peran penting dalam mencetak pekerja yang sesuai kebutuhan pasar.
Anggota Komisi IX DPR, Marinus Gea menilai kondisi BLK yang tersebar di daerah masih jauh tertinggal untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha di kawasan industri baru.
Menurut Marinus, untuk menghadapi era industri 4.0, BLK harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar yang cenderung berubah seiring perkembangan teknologi digital. Saat ini BLK masih menggunakan teknologi lama dengan standar pelatihan yang sudah tertinggal atau konvensional.
"Dunia kerja membutuhkan tenaga profesional yang mampu mengikuti perkembangan dengan teknologi yang ada. Ini yang jadi kesalahannya," tutur Marinus Gea, Kamis 11 April 2019.
Selain teknologi, kata dia, faktor kurikulum dan sumber daya manusia (SDM) juga harus dibenahi. Di BLK perlu mendapatkan pelatihan yang menyesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini. Dengan demikian, sambung dia, kegiatan pelatihan bisa mencetak tenaga kerja berkemampuan tinggi dan mampu bersaing dengan pekerja lainnya.
Marinus megungkapkan para pengurus BLK memiliki keinginan untuk mengganti teknologi dengan yang baru. Hal itu diketahuianya saat kunjungan kerja ke BLK, Namun itu sulit dilakukan karena terbentur anggaran.
"Kata mereka, bagaimana mengganti peralatan, anggarannya tidak ada. Ini kembali ke persoalan anggaran negara," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Sementara itu pada kesempatan berbeda, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten, Al Hamidi mengamini. Pihaknya banyak menemukan kendala untuk menghadapi industri 4.0 tersebut. Dua kendala yang dihadapi, yakni anggaran dan keterbatasan SDM.
Menurut Al Hamidi, pihaknya telah mendatangkan beberapa mesin bubut sesuai kebutuhan industri untuk digunakan BLK. Akan tetapi, jumlahnya masih jauh dari ideal. Sarana pendukung dengan teknologi kekinian pun menjadi masalah tersendiri bagi BLK, yakni kemampuan instruktur. .
Kendati demikian, dirinya berupaya optimal menghadapi era industri digital dengan melengkapi sarana sesuai kebutuhan industri saat ini. "Kita berikan pelatihan desain, komputer, fotografi dan juga bisnis online," katanya,
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyebutkan BLK Pemerintah berjumlah 514 sedangkan swasta jumlahnya lebih sedikit hanya 58. Hanya saja jika mengacu pada data Pantau PJTKI, jumlah BLK swasta jauh lebih banyak hingga mencapai 189.
Di level nasional, persoalan BLK ditegaskan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang akan membangun 1.000 BLK Komunitas pada 2019. Pembangunan BLK ditujukan antara lain untuk memaksimalkan bonus demografi pada 2025 hingga 2030. Bonus demografi yang berupa banyaknya angkatan kerja, harus diantisipasi dan jadi keuntungan bagi negara.
Pembangunan BLK Komunitas ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan tahun 2019 sebagai tahun pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan vokasi.
Anggaran dalam pembentukan 1.000 BLK Komunitas ini sebesar Rp1 triliun sehingga setiap lembaga atau komunitas yang melakukan perjanjian kerja sama dengan pemerintah mendapatkan dana sebesar Rp1 miliar.
Demi mewujudkan keinginan itu, butuh alokasi anggaran yang cukup, khususnya Balai Latihan Kerja (BLK) yang memiliki peran penting dalam mencetak pekerja yang sesuai kebutuhan pasar.
Anggota Komisi IX DPR, Marinus Gea menilai kondisi BLK yang tersebar di daerah masih jauh tertinggal untuk memenuhi kebutuhan pelaku usaha di kawasan industri baru.
Menurut Marinus, untuk menghadapi era industri 4.0, BLK harus mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar yang cenderung berubah seiring perkembangan teknologi digital. Saat ini BLK masih menggunakan teknologi lama dengan standar pelatihan yang sudah tertinggal atau konvensional.
"Dunia kerja membutuhkan tenaga profesional yang mampu mengikuti perkembangan dengan teknologi yang ada. Ini yang jadi kesalahannya," tutur Marinus Gea, Kamis 11 April 2019.
Selain teknologi, kata dia, faktor kurikulum dan sumber daya manusia (SDM) juga harus dibenahi. Di BLK perlu mendapatkan pelatihan yang menyesuaikan dengan kebutuhan industri saat ini. Dengan demikian, sambung dia, kegiatan pelatihan bisa mencetak tenaga kerja berkemampuan tinggi dan mampu bersaing dengan pekerja lainnya.
Marinus megungkapkan para pengurus BLK memiliki keinginan untuk mengganti teknologi dengan yang baru. Hal itu diketahuianya saat kunjungan kerja ke BLK, Namun itu sulit dilakukan karena terbentur anggaran.
"Kata mereka, bagaimana mengganti peralatan, anggarannya tidak ada. Ini kembali ke persoalan anggaran negara," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Sementara itu pada kesempatan berbeda, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten, Al Hamidi mengamini. Pihaknya banyak menemukan kendala untuk menghadapi industri 4.0 tersebut. Dua kendala yang dihadapi, yakni anggaran dan keterbatasan SDM.
Menurut Al Hamidi, pihaknya telah mendatangkan beberapa mesin bubut sesuai kebutuhan industri untuk digunakan BLK. Akan tetapi, jumlahnya masih jauh dari ideal. Sarana pendukung dengan teknologi kekinian pun menjadi masalah tersendiri bagi BLK, yakni kemampuan instruktur. .
Kendati demikian, dirinya berupaya optimal menghadapi era industri digital dengan melengkapi sarana sesuai kebutuhan industri saat ini. "Kita berikan pelatihan desain, komputer, fotografi dan juga bisnis online," katanya,
Menurut data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menyebutkan BLK Pemerintah berjumlah 514 sedangkan swasta jumlahnya lebih sedikit hanya 58. Hanya saja jika mengacu pada data Pantau PJTKI, jumlah BLK swasta jauh lebih banyak hingga mencapai 189.
Di level nasional, persoalan BLK ditegaskan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang akan membangun 1.000 BLK Komunitas pada 2019. Pembangunan BLK ditujukan antara lain untuk memaksimalkan bonus demografi pada 2025 hingga 2030. Bonus demografi yang berupa banyaknya angkatan kerja, harus diantisipasi dan jadi keuntungan bagi negara.
Pembangunan BLK Komunitas ini sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan tahun 2019 sebagai tahun pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan vokasi.
Anggaran dalam pembentukan 1.000 BLK Komunitas ini sebesar Rp1 triliun sehingga setiap lembaga atau komunitas yang melakukan perjanjian kerja sama dengan pemerintah mendapatkan dana sebesar Rp1 miliar.
(dam)