Pemilu 2019 Akan Berjalan Aman dan Lancar, Ini Indikatornya
A
A
A
JAKARTA - Suasana menjelang hari pemungutan suara Pemilu pada 17 April 2019 mendatang tetap berjalan aman dan kondusif.
Hal itu diungkapkan pengamat intelijen Ngasiman Djoyonegoro menanggapi isu yang berkembang bahwa Pemilu serentak 2019 akan diwarnai kericuhan.Pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yang mengancam akan menggerakkan people power jika hasil pemilu curang menjadi salah satu pemicunya.
“Suasana menjelang hari pencoblosan tetap aman dan kondusif. Hasil kajian kami, potensi adanya kericuhan sudah diantisipasi dengan sangat baik oleh aparat keamanan,” tutur pengamat intelijen yang juga Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro, Kamis 4 April 2019.
Menurut pria yang bisa disapa Simon itu, suasana akan tetap aman dan kondusif karena empat alasan. Pertama, TNI, Polri, dan tokoh masyarakat kompak dan sinergi mengawal jalannya Pemilu 2019 agar tetap aman dan damai.
Kedua, masyarakat Indonesia sudah makin dewasa dan sulit untuk diprovokasi. Ketiga, penyelenggara pemilu benar-benar netral dan menjalankan tugasnya dengan sangat baik.Keempat, kedua kontestan Pilpres 2019 sudah berkomitmen dengan bersama-sama menggelar deklarasi pemilu damai saat masa kampanye dimulai September 2018 lalu.
“Banyak indikator mengapa jalannya Pemilu 2019 tetap kondusif. Selain ada komitmen dari kedua kontestan pilpres, masyarakat makin dewasa, serta penyelenggara pemilu yang on the track, sinergi TNI, Polri dan tokoh masyarakat, menurut saya indikator paling utama yang membuat pemilu tetap aman dan damai,” tutur Simon.
Simon menjelaskan selama ini sejak satu tahun menjelang Pemilu 2019, TNI dan Polri berusaha keras mengajak dan menjaga agar suasana tetap kondusif dengan berdialog sekaligus melakukan safari ke berbagai tokoh masyarakat, mulai dari ulama, tokoh adat, pimpinan ormas dan lain sebagainya.
“Upaya sinergi TNI-Polri merangkul tokoh masyarakat untuk menciptakan suasana aman dan kondusif sangat luar biasa. Diskusi dan tukar pikiran terus dilakukan dengan berbagai tokoh masyarakat guna mewujudkan pemilu damai,” tutur penulis buku berjudul Intelijen di Era Digital (2018) itu.
Sebab, menurut Simon, TNI, Polri, dan tokoh masyarakat memiliki tugas pokok masing-masing. Jika TNI punya tugas menjaga pertahanan dan kedaulatan negara, serta Polri punya tugas menjaga keamanan negara, maka Tokoh Masyarakat punya tugas menjaga masyarakat akar rumput.
“Sinergi ketiganya tentu sangat penting mengingat ancaman yang muncul sekarang tidak hanya berbentuk fisik, namun juga dalam bentuk abstrak, seperti ujaran kebencian, hoaks,” katanya.
Simon berpandangan di era post-truth saat ini, sebuah kebohongan sudah makin samar. Era post-truth ditandai dengan iklim yang menempatkan emosi dan hasrat lebih menonjol ketimbang objektivitas dan rasionalitas.
“Di era post-truth, pertarungan politik tidak hanya di darat, namun juga marak di dunia maya melalui perang urat saraf atau psywar. Ungkapan Amin Rais yang belakangan lagi rame boleh jadi bagian dari psywar itu,” tutur Simon.
Karena itu, Simon menyayangkan tokoh yang pernah jadi Ketua MPR itu menggulirkan wacana tersebut. Jika tidak sepakat atau menemukan kecurangan dalam pemilu, kata dia, jalur yang ditempuh adalah jalur hukum sesuai dengan aturan konstitusi.
“Sebagai tokoh pelaku sejarah reformasi yang juga ikut membentuk Mahkamah Konstitusi dan lainnya, tidak tepat beliau menyerukan begitu. Kita ini negara hukum, semua ada aturannya. Jika menemukan adanya kecurangan pemilu tentu yang ditempuh adalah jalur konstitusional, bukan jalur bar-bar,” ujarnya.
Simon berharap tokoh seperti Amien Rais sebaiknya memberikan ungkapan-ungkapan yang optimistik bagi anak bangsa, bukan malah membuat suasana makin keruh.
"Waspada penting namun dalam melihat Indonesia kita mesti terus optimis. Indonesia dengan wilayah yang luas, memiliki ribuan pulau, ratusan etnis dan bahasa, serta jumlah populasi penduduk sangat besar, harus dirawat dengan semangat kerja yang optimis demi menjawab tantangan global yang makin komplek seperti era Revolusi Industri 4.0, Internet of Things (IoT), 5G, kecerdasan buatan,," tutur Simon.
Menurut Simon, para tokoh republik ini perlu menebarkan hal-hal positif yang menginspirasi anak bangsa, bukan malah sebaliknya."Intinya kita semua punya kewajiban menjaga suasana tetap aman dan kondustif," tutur Simon.
Hal itu diungkapkan pengamat intelijen Ngasiman Djoyonegoro menanggapi isu yang berkembang bahwa Pemilu serentak 2019 akan diwarnai kericuhan.Pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais yang mengancam akan menggerakkan people power jika hasil pemilu curang menjadi salah satu pemicunya.
“Suasana menjelang hari pencoblosan tetap aman dan kondusif. Hasil kajian kami, potensi adanya kericuhan sudah diantisipasi dengan sangat baik oleh aparat keamanan,” tutur pengamat intelijen yang juga Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro, Kamis 4 April 2019.
Menurut pria yang bisa disapa Simon itu, suasana akan tetap aman dan kondusif karena empat alasan. Pertama, TNI, Polri, dan tokoh masyarakat kompak dan sinergi mengawal jalannya Pemilu 2019 agar tetap aman dan damai.
Kedua, masyarakat Indonesia sudah makin dewasa dan sulit untuk diprovokasi. Ketiga, penyelenggara pemilu benar-benar netral dan menjalankan tugasnya dengan sangat baik.Keempat, kedua kontestan Pilpres 2019 sudah berkomitmen dengan bersama-sama menggelar deklarasi pemilu damai saat masa kampanye dimulai September 2018 lalu.
“Banyak indikator mengapa jalannya Pemilu 2019 tetap kondusif. Selain ada komitmen dari kedua kontestan pilpres, masyarakat makin dewasa, serta penyelenggara pemilu yang on the track, sinergi TNI, Polri dan tokoh masyarakat, menurut saya indikator paling utama yang membuat pemilu tetap aman dan damai,” tutur Simon.
Simon menjelaskan selama ini sejak satu tahun menjelang Pemilu 2019, TNI dan Polri berusaha keras mengajak dan menjaga agar suasana tetap kondusif dengan berdialog sekaligus melakukan safari ke berbagai tokoh masyarakat, mulai dari ulama, tokoh adat, pimpinan ormas dan lain sebagainya.
“Upaya sinergi TNI-Polri merangkul tokoh masyarakat untuk menciptakan suasana aman dan kondusif sangat luar biasa. Diskusi dan tukar pikiran terus dilakukan dengan berbagai tokoh masyarakat guna mewujudkan pemilu damai,” tutur penulis buku berjudul Intelijen di Era Digital (2018) itu.
Sebab, menurut Simon, TNI, Polri, dan tokoh masyarakat memiliki tugas pokok masing-masing. Jika TNI punya tugas menjaga pertahanan dan kedaulatan negara, serta Polri punya tugas menjaga keamanan negara, maka Tokoh Masyarakat punya tugas menjaga masyarakat akar rumput.
“Sinergi ketiganya tentu sangat penting mengingat ancaman yang muncul sekarang tidak hanya berbentuk fisik, namun juga dalam bentuk abstrak, seperti ujaran kebencian, hoaks,” katanya.
Simon berpandangan di era post-truth saat ini, sebuah kebohongan sudah makin samar. Era post-truth ditandai dengan iklim yang menempatkan emosi dan hasrat lebih menonjol ketimbang objektivitas dan rasionalitas.
“Di era post-truth, pertarungan politik tidak hanya di darat, namun juga marak di dunia maya melalui perang urat saraf atau psywar. Ungkapan Amin Rais yang belakangan lagi rame boleh jadi bagian dari psywar itu,” tutur Simon.
Karena itu, Simon menyayangkan tokoh yang pernah jadi Ketua MPR itu menggulirkan wacana tersebut. Jika tidak sepakat atau menemukan kecurangan dalam pemilu, kata dia, jalur yang ditempuh adalah jalur hukum sesuai dengan aturan konstitusi.
“Sebagai tokoh pelaku sejarah reformasi yang juga ikut membentuk Mahkamah Konstitusi dan lainnya, tidak tepat beliau menyerukan begitu. Kita ini negara hukum, semua ada aturannya. Jika menemukan adanya kecurangan pemilu tentu yang ditempuh adalah jalur konstitusional, bukan jalur bar-bar,” ujarnya.
Simon berharap tokoh seperti Amien Rais sebaiknya memberikan ungkapan-ungkapan yang optimistik bagi anak bangsa, bukan malah membuat suasana makin keruh.
"Waspada penting namun dalam melihat Indonesia kita mesti terus optimis. Indonesia dengan wilayah yang luas, memiliki ribuan pulau, ratusan etnis dan bahasa, serta jumlah populasi penduduk sangat besar, harus dirawat dengan semangat kerja yang optimis demi menjawab tantangan global yang makin komplek seperti era Revolusi Industri 4.0, Internet of Things (IoT), 5G, kecerdasan buatan,," tutur Simon.
Menurut Simon, para tokoh republik ini perlu menebarkan hal-hal positif yang menginspirasi anak bangsa, bukan malah sebaliknya."Intinya kita semua punya kewajiban menjaga suasana tetap aman dan kondustif," tutur Simon.
(dam)