Ada Survei Tak Transparan, Ini Kata Rektor Ibnu Chaldun
A
A
A
JAKARTA - Jelang pemilihan presiden (Pilpres), lima lembaga survei menjagokan petahana kembali memegang tampuk kekuasaan. New Indonesia Research & Consulting (NIRC) misalnya, menempatkan pasangan Jokowi-Maruf dengan 55,8% suara dibanding 34,3% milik Prabowo-Sandi.
Selanjunta Indo Barometer memprediksi Jokowi mendapat 50,2% suara, SMRC menempatkan Jokowi dengan 57,6% dan Alvara Research Center memprediksi Jokowi unggul dengan perolehan suara sebesar 53,9%.
Hanya survei Litbang Kompas yang menempatkan prosentase suara petahana tak sampai 50%. Namun, bagaimana dengan validitasnya?
Rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta, Musni Umar mengaku resah dengan dengan maraknya survei yang tidak transparan, baik dari aspek metodogi maupun pendanaan.
Dalam hal metodologi, Musni mengkritik survei yang justru mengarahkan responden agar memilih sesuatu yang sudah disetting.
Meski data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara, menurutnya setiap orang, baik itu responden maupun bukan, bisa berubah tergantung konteks dan situasi yang dihadapi.
"Fenomena yang kita saksikan di saat kampanye dengan hasil wawancara saya dengan masyarakat itu sama sekali tidak tercermin dari hasil survei yang ada," terang Musni di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Selanjutnya dari sisi netralitas, Musni menyebut hasil survei lembaga survei cenderung bias. Terlebih pendanaan survei tersebut juga misterius.
"Jadi dia tidak mandiri, siapa yang mendanai tentu lembaga survei itu dia akan mengikutiyang mendanai," tandasnya.
Selanjunta Indo Barometer memprediksi Jokowi mendapat 50,2% suara, SMRC menempatkan Jokowi dengan 57,6% dan Alvara Research Center memprediksi Jokowi unggul dengan perolehan suara sebesar 53,9%.
Hanya survei Litbang Kompas yang menempatkan prosentase suara petahana tak sampai 50%. Namun, bagaimana dengan validitasnya?
Rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta, Musni Umar mengaku resah dengan dengan maraknya survei yang tidak transparan, baik dari aspek metodogi maupun pendanaan.
Dalam hal metodologi, Musni mengkritik survei yang justru mengarahkan responden agar memilih sesuatu yang sudah disetting.
Meski data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara, menurutnya setiap orang, baik itu responden maupun bukan, bisa berubah tergantung konteks dan situasi yang dihadapi.
"Fenomena yang kita saksikan di saat kampanye dengan hasil wawancara saya dengan masyarakat itu sama sekali tidak tercermin dari hasil survei yang ada," terang Musni di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Selanjutnya dari sisi netralitas, Musni menyebut hasil survei lembaga survei cenderung bias. Terlebih pendanaan survei tersebut juga misterius.
"Jadi dia tidak mandiri, siapa yang mendanai tentu lembaga survei itu dia akan mengikutiyang mendanai," tandasnya.
(pur)