Profesor AS Akui Musik Dangdut Sudah Go International
A
A
A
JAKARTA - Musik dangdut tak dapat dilepaskan dari perkembangan seni asli Indonesia. Kini musik ini telah digandrungi oleh dunia. Bahkan para penggiat musik di Amerika Serikat (AS).
Bukti dangdut telah go international terlihat dari kegiatan Dangdut Cowboys Performance yang diadakan Universitas Mercu Buana. Diadakan di Auditorium kampus setempat, para musisi asal Negeri Paman Sam tampil memperlihatkan kemampuannya membawakan irama musik dangdut.
Menyatukan musik dangdut dengan busana koboi, para musikus "bule" itu tampil antraktif. Yang menarik, para pemain musiknya, mulai dari gendang, suling, gitar, piano dan vokal dibawakan oleh para ilmuwan.
Mereka bergelar profesor dan dosen di universitas ternama di Amerika Serikat. Sebagai vokalis, Megan, seorang dosen di Pittsburg University. Dia tampil bersama Prof Andrew Noah, profesornya dangdut asal Amerika.
Para "pedangdut" intelektual ini sanggup menyihir ratusan mahasiswa di Auditorium UMB untuk bergoyang. Sebut saja lagu ciptaan Raja Dangdut Rhoma Irama seperti "Bujangan", "Kegagalan Cinta", dan "Terajana" yang begitu apik mereka nyanyikan. Bahkan saat mereka bernyanyi, ada penonton yang mencoba nyawer atau memberikan uang pecahan Rp50.000-100.000.
Meski asli keturunan Amerika, lidah Prof Andrew dan Megan, sangat fasih bernyanyi bahasa Indonesia. Bahkan cengkok khas dangdut terdengar jelas dari mulut keduanya.
"Terajana, terajana, ini lagunya, lagu India. Merdu suara, hai penyanyinya," atau pada bagian lagu Kegagalan Cinta "Ho.. Ho.. Ya nasib ya nasib, mengapa begini. Baru pertama bercinta, sudah menderita," dendang Prof Andrew.
Menurut Prof Andrew, orang-orang Amerika tidak akan mengerti lirik yang dinyanyikan. Namun mereka sangat menikmati dan dibuat terkesima dengan alunan musik dangdut yang kaya akan instrumen musik.
"Soal arti, mereka tidak paham. Karena perlu mempelajari budaya dan asal usulnya dulu, baru paham. Tapi mereka menikmati musik dangdut, di sana banyak penggemarnya," tutur pria yang melakukan penelitian dangdut pada 2007 lalu.
Menurut dia, band tersebut terbentuk oleh personel yang merupakan tenaga pengajar di Pittsburg University. Mayoritas sebagai lulusan S3 yang juga mempelajari soal dangdut, musik gamelan, wayang dan budaya Sunda di Indonesia.
Menurut dia, dangdut punya nilai musik internasional. "Dalam satu sajian musik dangdut, bisa gabungan dari genre rock, jazz sampai country. Jadi bisa pertukaran budaya antara Amerika dengan Indonesia," papar Andrew.
Bukti dangdut telah go international terlihat dari kegiatan Dangdut Cowboys Performance yang diadakan Universitas Mercu Buana. Diadakan di Auditorium kampus setempat, para musisi asal Negeri Paman Sam tampil memperlihatkan kemampuannya membawakan irama musik dangdut.
Menyatukan musik dangdut dengan busana koboi, para musikus "bule" itu tampil antraktif. Yang menarik, para pemain musiknya, mulai dari gendang, suling, gitar, piano dan vokal dibawakan oleh para ilmuwan.
Mereka bergelar profesor dan dosen di universitas ternama di Amerika Serikat. Sebagai vokalis, Megan, seorang dosen di Pittsburg University. Dia tampil bersama Prof Andrew Noah, profesornya dangdut asal Amerika.
Para "pedangdut" intelektual ini sanggup menyihir ratusan mahasiswa di Auditorium UMB untuk bergoyang. Sebut saja lagu ciptaan Raja Dangdut Rhoma Irama seperti "Bujangan", "Kegagalan Cinta", dan "Terajana" yang begitu apik mereka nyanyikan. Bahkan saat mereka bernyanyi, ada penonton yang mencoba nyawer atau memberikan uang pecahan Rp50.000-100.000.
Meski asli keturunan Amerika, lidah Prof Andrew dan Megan, sangat fasih bernyanyi bahasa Indonesia. Bahkan cengkok khas dangdut terdengar jelas dari mulut keduanya.
"Terajana, terajana, ini lagunya, lagu India. Merdu suara, hai penyanyinya," atau pada bagian lagu Kegagalan Cinta "Ho.. Ho.. Ya nasib ya nasib, mengapa begini. Baru pertama bercinta, sudah menderita," dendang Prof Andrew.
Menurut Prof Andrew, orang-orang Amerika tidak akan mengerti lirik yang dinyanyikan. Namun mereka sangat menikmati dan dibuat terkesima dengan alunan musik dangdut yang kaya akan instrumen musik.
"Soal arti, mereka tidak paham. Karena perlu mempelajari budaya dan asal usulnya dulu, baru paham. Tapi mereka menikmati musik dangdut, di sana banyak penggemarnya," tutur pria yang melakukan penelitian dangdut pada 2007 lalu.
Menurut dia, band tersebut terbentuk oleh personel yang merupakan tenaga pengajar di Pittsburg University. Mayoritas sebagai lulusan S3 yang juga mempelajari soal dangdut, musik gamelan, wayang dan budaya Sunda di Indonesia.
Menurut dia, dangdut punya nilai musik internasional. "Dalam satu sajian musik dangdut, bisa gabungan dari genre rock, jazz sampai country. Jadi bisa pertukaran budaya antara Amerika dengan Indonesia," papar Andrew.
(mhd)