Tren Suara Mengambang Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 tinggal tersisa sekitar sebulan lagi. Sisa waktu masa kampanye yang kurang dari sebulan harus dimanfaatkan betul oleh kedua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) untuk menggenjot elektabilitas.
Saat ini, berdasarkan hasil survei terbaru Alvara Research Center, masih ada sekitar 11,4% persen ceruk suara yang bisa diperebutkan kedua pasangan calon dari pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters). Pemilih yang belum memutuskan ini ada sedikit kenaikan dibandingkan survei sebelumnya. Pada survei Desember 2018 lalu sebesar 10,6%.
“Ada ceruk pemilih yaitu pemilih muda di mana prosentase yang belum memutuskan pilihan lebih besar dibandingkan generasi lainnya. Selain itu, partipasi mereka dalam menggunakan hak pilih juga lebih rendah. Hal ini berpotensi menjadi golput (tidak memilih),” ujar CEO & Founder Alvara Research Center Hasanuddin Ali saat merilis hasil survei di Jakarta, kemarin.
Survei dilakukan pada 22 Februari–2 Maret 2019 dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan melakukan wawancara terhadap 1.201 responden di seluruh provinsi.
Rentang margin of error sebesar 2,88% dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasan menambahkan, kedua kandidat harus mewaspadai fenomena golput dan kejenuhan psikologis pemilih menjelang tahap-tahap akhir masa kampanye Pemilu 2019.
Dari hasil survei tersebut diketahui pa sangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin masih konsisten unggul di kisaran 53,9 %, sementara elektabilitas paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebesar 34,7%.
“Tidak terjadi lonjakan yang luar biasa untuk kedua pasang kandidat dibanding survei-survei sebelumnya. Jokowi-Kiai Ma’ruf masih stabil di angka 53-55 persen sedangkan Prabowo-Sandi di kisaran 33-35 persen,” papar Hasan. Menurutnya, tren elektabilitas dari waktu ke-waktu kedua paslon cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Bahkan, dibanding survei sebelumnya, keduanya mengalami penurunan turun tipis sehingga jumlah pemilih yang belum memutuskan sedikit ber tambah. “Posisinya kedua pasang kandidat sama-sama turun 0,4 persen sedangkan yang belum memutuskan naik 0,8 persen,” urainya.
Dari hasil survei juga diketahui bahwa dari 11,4% calon pemilih yang belum menentukan pilihan, mereka yang cenderung memilih Jokowi-Kiai Ma’ruf sebesar 68,1% sedangkan yang condong memilih Prabowo-Sandi sebanyak 31,9%.“Ternyata yang belum memutuskan, condong ke Jokowi-Kiai Ma’ruf. Kayanya kalau melihat angka elektabilitas dan yang belum memutuskan, peluang kenaikan suara Jokowi-Kiai Ma’ruf lebih tinggi dibanding Prabowo-Sandi kalau kita gabungkan dari elektabilitas dan yang belum memutuskan,” tuturnya.
Di sisi lain, soliditas pemilih ke dua paslon sudah cukup tinggi (hard voters) di atas 70%. Pemilih pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf soliditasnya mencapai 80,7% sedangkan soliditas pemilih pasangan Prabowo-Sandi sebesar 78,2%. “Artinya pemilih Jokowi-Kiai Ma’ruf sedikit lebih solid dibanding pemilih Prabowo-Sandi,” urainya.
Dijelaskan, kemenangankan di dat capres-cawapres akan sangat ditentukan oleh perebutan suara di ceruk pemilih Jawa dan Sumatera, pemilih muda, pemilih kelas menengah, dan pemilih muslim. “Elektabilitas pada ceruk tersebut yang perlu diperhatikan,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan wilayah, pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf unggul di hampir semua area kepulauan dengan elektabilitas lebih dari 50% sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya unggul di Sumatera dengan selisih yang tidak begitu jauh.
Di Sumatera, Prabowo-Sandi unggul 46,3% di banding Jokowi-Kiai Ma’ruf sebesar 40,2%. Dan mereka yang belum memutuskan 13,5%. Sebelumnya tren tingginya suara mengambang juga ditangkap oleh PolMark Research Center (PRC) Indonesia.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan 7 Oktober 2018-12 Februari 2019 angka mengambang mencapai 33,8% pemilih. Meskipun pasangan Jokowi- KMA tetap unggul 40,4% berbanding Prabowo-Sandi 25,8%. Menurut Founder dan CEO Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah gap 14,6% antara kedua pasangan capres-cawapres disebutnya kecil.
Karena masih ada 33,8% pemilih yang belum menentukan pilihannya. “Dengan masih adanya siswa waktu 34 hari lagi, jarak keduanya kecil. Karena masih ada 33,8% undicided voters,” kata Eep pada Forum Pikiran Akal dan Nalar yang digelar oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dan PRC di Hotel Grand Arkenso Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Dalam survei tersebut juga membeberkan bagaimana kader-kader parpol yang tak solid dalam menjalankan instruksi pada Pilpres. Misalnya, ada 5,9% kader PDIP yang mendukung Prabowo-Sandi dan 19,5% belum menentukan pilihan. Hal yang sama di tubuh PPP (30%), Nasdem (24,1%), PKB (15,7%), Golkar (30,6%), Perindo (27,9%), Hanura (24,7%), PSI (12,9%) dan PKPI (29,7%) yang kadernya mendukung paslon 02.
Sama halnya di koalisi parpol lawan. Di tubuh gerindra (11%), Demokrat (28,5%), PAN (25%), PKS (15,7%), Berkarya (14,9%) yang kadernya mendukung palson 01. “Kalau kenyataan ini tak dibuka, semua orang termanjakan denga laporan lapangan. Lader solid 110%. Kader sudah pasti tak mungkin membelot. Padahal dalam politik tak seperti itu. apalagi di Indonesia tak ada partai dengan ikatan iden titas yang kuat," beber Eep. (Abdul Rochim/Ahmad Antoni)
Saat ini, berdasarkan hasil survei terbaru Alvara Research Center, masih ada sekitar 11,4% persen ceruk suara yang bisa diperebutkan kedua pasangan calon dari pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters). Pemilih yang belum memutuskan ini ada sedikit kenaikan dibandingkan survei sebelumnya. Pada survei Desember 2018 lalu sebesar 10,6%.
“Ada ceruk pemilih yaitu pemilih muda di mana prosentase yang belum memutuskan pilihan lebih besar dibandingkan generasi lainnya. Selain itu, partipasi mereka dalam menggunakan hak pilih juga lebih rendah. Hal ini berpotensi menjadi golput (tidak memilih),” ujar CEO & Founder Alvara Research Center Hasanuddin Ali saat merilis hasil survei di Jakarta, kemarin.
Survei dilakukan pada 22 Februari–2 Maret 2019 dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan melakukan wawancara terhadap 1.201 responden di seluruh provinsi.
Rentang margin of error sebesar 2,88% dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasan menambahkan, kedua kandidat harus mewaspadai fenomena golput dan kejenuhan psikologis pemilih menjelang tahap-tahap akhir masa kampanye Pemilu 2019.
Dari hasil survei tersebut diketahui pa sangan capres-cawapres nomor urut 01, Joko Widodo - KH Ma’ruf Amin masih konsisten unggul di kisaran 53,9 %, sementara elektabilitas paslon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebesar 34,7%.
“Tidak terjadi lonjakan yang luar biasa untuk kedua pasang kandidat dibanding survei-survei sebelumnya. Jokowi-Kiai Ma’ruf masih stabil di angka 53-55 persen sedangkan Prabowo-Sandi di kisaran 33-35 persen,” papar Hasan. Menurutnya, tren elektabilitas dari waktu ke-waktu kedua paslon cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Bahkan, dibanding survei sebelumnya, keduanya mengalami penurunan turun tipis sehingga jumlah pemilih yang belum memutuskan sedikit ber tambah. “Posisinya kedua pasang kandidat sama-sama turun 0,4 persen sedangkan yang belum memutuskan naik 0,8 persen,” urainya.
Dari hasil survei juga diketahui bahwa dari 11,4% calon pemilih yang belum menentukan pilihan, mereka yang cenderung memilih Jokowi-Kiai Ma’ruf sebesar 68,1% sedangkan yang condong memilih Prabowo-Sandi sebanyak 31,9%.“Ternyata yang belum memutuskan, condong ke Jokowi-Kiai Ma’ruf. Kayanya kalau melihat angka elektabilitas dan yang belum memutuskan, peluang kenaikan suara Jokowi-Kiai Ma’ruf lebih tinggi dibanding Prabowo-Sandi kalau kita gabungkan dari elektabilitas dan yang belum memutuskan,” tuturnya.
Di sisi lain, soliditas pemilih ke dua paslon sudah cukup tinggi (hard voters) di atas 70%. Pemilih pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf soliditasnya mencapai 80,7% sedangkan soliditas pemilih pasangan Prabowo-Sandi sebesar 78,2%. “Artinya pemilih Jokowi-Kiai Ma’ruf sedikit lebih solid dibanding pemilih Prabowo-Sandi,” urainya.
Dijelaskan, kemenangankan di dat capres-cawapres akan sangat ditentukan oleh perebutan suara di ceruk pemilih Jawa dan Sumatera, pemilih muda, pemilih kelas menengah, dan pemilih muslim. “Elektabilitas pada ceruk tersebut yang perlu diperhatikan,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan wilayah, pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf unggul di hampir semua area kepulauan dengan elektabilitas lebih dari 50% sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno hanya unggul di Sumatera dengan selisih yang tidak begitu jauh.
Di Sumatera, Prabowo-Sandi unggul 46,3% di banding Jokowi-Kiai Ma’ruf sebesar 40,2%. Dan mereka yang belum memutuskan 13,5%. Sebelumnya tren tingginya suara mengambang juga ditangkap oleh PolMark Research Center (PRC) Indonesia.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan 7 Oktober 2018-12 Februari 2019 angka mengambang mencapai 33,8% pemilih. Meskipun pasangan Jokowi- KMA tetap unggul 40,4% berbanding Prabowo-Sandi 25,8%. Menurut Founder dan CEO Polmark Indonesia, Eep Saefulloh Fatah gap 14,6% antara kedua pasangan capres-cawapres disebutnya kecil.
Karena masih ada 33,8% pemilih yang belum menentukan pilihannya. “Dengan masih adanya siswa waktu 34 hari lagi, jarak keduanya kecil. Karena masih ada 33,8% undicided voters,” kata Eep pada Forum Pikiran Akal dan Nalar yang digelar oleh Partai Amanat Nasional (PAN) dan PRC di Hotel Grand Arkenso Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Dalam survei tersebut juga membeberkan bagaimana kader-kader parpol yang tak solid dalam menjalankan instruksi pada Pilpres. Misalnya, ada 5,9% kader PDIP yang mendukung Prabowo-Sandi dan 19,5% belum menentukan pilihan. Hal yang sama di tubuh PPP (30%), Nasdem (24,1%), PKB (15,7%), Golkar (30,6%), Perindo (27,9%), Hanura (24,7%), PSI (12,9%) dan PKPI (29,7%) yang kadernya mendukung paslon 02.
Sama halnya di koalisi parpol lawan. Di tubuh gerindra (11%), Demokrat (28,5%), PAN (25%), PKS (15,7%), Berkarya (14,9%) yang kadernya mendukung palson 01. “Kalau kenyataan ini tak dibuka, semua orang termanjakan denga laporan lapangan. Lader solid 110%. Kader sudah pasti tak mungkin membelot. Padahal dalam politik tak seperti itu. apalagi di Indonesia tak ada partai dengan ikatan iden titas yang kuat," beber Eep. (Abdul Rochim/Ahmad Antoni)
(nfl)