Perkuat Kebangsaan dengan Selalu Menjaga Keragaman
A
A
A
JAKARTA - Keragaman berupa ras, etnis, agama di Indonesia dinilai mulai terusik dengan gejala bangkitnya primordialisme dan politik identitas.
Untuk mencegah terjadinya hal itu, penting bagi masyarakat untuk mengingat dan menguatkan kembali semangat persaudaraan, kebangsaan dalam perbedaan yang dimiliki bangsa ini.
Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI Purn Supiadin Aries Saputra mengatakan, perbedaan dalam kehidupan di Indonesia adalah keniscayaan sungguh sangat luar biasa dan tidak boleh diingkari.
Perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia melebihi perbedaan yang dimiliki negara lain. “Sekarang bagaimana caranya supaya perbedaan itu menjadi kekuatan. Kalau dia sudah menjadi kekuatan dan kebersamaan, maka dia akan menjadi sebuah persaudaraan. Kuncinya sederhana, bagaimana kita membangun persaudaraan dari sebuah perbedaan,” tutur Supiadin.
Supiadin mengatakan itu di sela-sela pembukaan acara Rapat Koordinasi Pembentukan Kelompok Kerja Pandamping Sasarn Deradikalisasi wilayah DKI Jakarta, jawa barat, Banten dan Lampung yang digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), di Jakarta, Rabu 13 Maret 2019.
Mantan Asisten Operasi Panglima TNI ini menuturkan, cara bangsa Indonesia untuk dapat menyikapi perbedaan agar semua bisa menjadi bersaudara, yakni mengambil nilai-nilai positif dari sebuah perbedaan dengan mengesampingkan hal-hal negatif.
“Kelemahan dalam perbedaan itu harus kita hindari, jangan itu diangkat, tapi yang diangkat adalah tentang kebersamaan dalam perbedaan itu. Karena begitu kita memulai mengangkat kelemahan dalam perbedaan, maka di situlah awal dari sebuah disintegrasi atau perpecahan. Untuk itu ambil hal-hal positif dalam sebuah perbedaan,” kata alumni Akmil tahun 1975 ini
Dia mengatakan, selama ini masyarakat seolah-olah seperti lupa dengan apa yang diperbuat para pendahulu bangsa yang terdiri atas berbagai suku, agama, ras bisa bersemangat untuk menyatukan bangsa ini di tengah-tengah perbedaan yang ada.
Hal tersebut, kata dia, juga dipengaruhi oleh kultur maupun pengaruh keteladanan dari pimpinannya.
“Orang itu tentunya juga melihat bagaimana pemimpinnya menyikapi perbedaan ini, kadang mereka melihat ‘oh kok dia selalu menghina orang’. Nah ini yang kadang ditiru orang. Biasanya orang cenderung mudah meniru hal yang tidak baik, karena untuk meniru yang baik itu sulit sekali dan perlu waktu,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut dia, faktor-faktor yang bisa menimbulkan perpecahan dalam perbedaan seperti saling menghina dan sebagainya ini harus dihindari. Selain itu teladan kepemimpinan dari tokoh-tokoh masyarakat juga harus diperhatikan dengan seksama
“Tokoh-tokoh seperti ulama, tokoh masyarakat itu harus menjadi teladan dalam membangun kebersamaan dalam perbedaan. Jangan sampai justru tokoh-tokoh di masyarakat ini menjadi ‘kompor kompor’ untuk memecah dalam sebuah perbedaan,” ujar mantan Pangdam Iskandar Muda dan Pangdam IX/Udayana.
Menurut dia, dampak dan bahaya yang akan terjadi jika masyarakat tidak bisa menjaga dan melestarikan keberagaman adalah munculnya friksi-friksi, baik antar kebinekaan, suku maupun antar agama kita bisa terfriksi.
Jika friksi itu tidak dapat dikendalikan maka akan dapat menimbulkan konflik. “Kalau konflik terjadi terus-menerus kita akan terjadi perpecahan, kita ini negara dengan suku-suku, kebinekaan yang paling besar di dunia. Contohnya Afhganistan itu cuma empat suku, Pakistan, India itu cuma berapa suku? Sementara kita (Indonesia) ribuan suku. Inilah anugrah dan faktanya kita bisa bersatu," tuturnya.
Menurut dia, jika masyarakat salah dalam menyikapi perbedaan yang dimiliki bisa menjadi potensi perpecahan dalam kehidupan kebangsaan.
Supiadin mengimbau seluruh elemen bangsa untuk bisa menjaga ini semua agar jangan sampai ada friksi atau gesekan-gesekan.
“Semua harus menghormati satu sama lain, dari situ nanti akan terjadi semangat kebersamaan, hidup kebersamaan maka akan terjadi harmonisasi, saling menghargai, saling menghormati dalam perbedaan supaya sama-sama saling memiliki,” ujarnya.
Supiadin juga menyoroti maraknya hoaks dan ujaran kebencian yang banyak berkembang melalui media sosial (medsos). Diaa juga meminta generasi muda ikut membantu berperan dalam mengkampanyekan bahwa perbedaaan yang dimiliki bangsa bisa menjadi alat untuk menguatkan kembali identitas Nation-State.
“Generasi muda atau generasi milenial saat ini paling banyak menggunakan medsos karena mereka termasuk generasi cerdas. Sehari-hari kehidupan mereka itu tidak bisa lepas dari medsos, baik menggunakan dari smartphone, internet, laptop atau gadged lainnya. Oleh karena itu gunakan teknologi informasi ini untuk membangun kebersamaan untuk menguatkan Nation State itu,” tuturnya.
Mantan Komandan Korem 071/Wijaya Kusuma ini juga meminta generasi milenial tidak mengeluarkan ujaran ujaran kebencian, fitnah, melalui medsos.
“Milenial harus ikut mengampanyekan semangat persaudaraan, persatuan dalam kebinekaan ini di media-media sosial bahwa kita ini satu, bangsa Indonesia," tuturnya
Untuk mencegah terjadinya hal itu, penting bagi masyarakat untuk mengingat dan menguatkan kembali semangat persaudaraan, kebangsaan dalam perbedaan yang dimiliki bangsa ini.
Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI Purn Supiadin Aries Saputra mengatakan, perbedaan dalam kehidupan di Indonesia adalah keniscayaan sungguh sangat luar biasa dan tidak boleh diingkari.
Perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia melebihi perbedaan yang dimiliki negara lain. “Sekarang bagaimana caranya supaya perbedaan itu menjadi kekuatan. Kalau dia sudah menjadi kekuatan dan kebersamaan, maka dia akan menjadi sebuah persaudaraan. Kuncinya sederhana, bagaimana kita membangun persaudaraan dari sebuah perbedaan,” tutur Supiadin.
Supiadin mengatakan itu di sela-sela pembukaan acara Rapat Koordinasi Pembentukan Kelompok Kerja Pandamping Sasarn Deradikalisasi wilayah DKI Jakarta, jawa barat, Banten dan Lampung yang digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), di Jakarta, Rabu 13 Maret 2019.
Mantan Asisten Operasi Panglima TNI ini menuturkan, cara bangsa Indonesia untuk dapat menyikapi perbedaan agar semua bisa menjadi bersaudara, yakni mengambil nilai-nilai positif dari sebuah perbedaan dengan mengesampingkan hal-hal negatif.
“Kelemahan dalam perbedaan itu harus kita hindari, jangan itu diangkat, tapi yang diangkat adalah tentang kebersamaan dalam perbedaan itu. Karena begitu kita memulai mengangkat kelemahan dalam perbedaan, maka di situlah awal dari sebuah disintegrasi atau perpecahan. Untuk itu ambil hal-hal positif dalam sebuah perbedaan,” kata alumni Akmil tahun 1975 ini
Dia mengatakan, selama ini masyarakat seolah-olah seperti lupa dengan apa yang diperbuat para pendahulu bangsa yang terdiri atas berbagai suku, agama, ras bisa bersemangat untuk menyatukan bangsa ini di tengah-tengah perbedaan yang ada.
Hal tersebut, kata dia, juga dipengaruhi oleh kultur maupun pengaruh keteladanan dari pimpinannya.
“Orang itu tentunya juga melihat bagaimana pemimpinnya menyikapi perbedaan ini, kadang mereka melihat ‘oh kok dia selalu menghina orang’. Nah ini yang kadang ditiru orang. Biasanya orang cenderung mudah meniru hal yang tidak baik, karena untuk meniru yang baik itu sulit sekali dan perlu waktu,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut dia, faktor-faktor yang bisa menimbulkan perpecahan dalam perbedaan seperti saling menghina dan sebagainya ini harus dihindari. Selain itu teladan kepemimpinan dari tokoh-tokoh masyarakat juga harus diperhatikan dengan seksama
“Tokoh-tokoh seperti ulama, tokoh masyarakat itu harus menjadi teladan dalam membangun kebersamaan dalam perbedaan. Jangan sampai justru tokoh-tokoh di masyarakat ini menjadi ‘kompor kompor’ untuk memecah dalam sebuah perbedaan,” ujar mantan Pangdam Iskandar Muda dan Pangdam IX/Udayana.
Menurut dia, dampak dan bahaya yang akan terjadi jika masyarakat tidak bisa menjaga dan melestarikan keberagaman adalah munculnya friksi-friksi, baik antar kebinekaan, suku maupun antar agama kita bisa terfriksi.
Jika friksi itu tidak dapat dikendalikan maka akan dapat menimbulkan konflik. “Kalau konflik terjadi terus-menerus kita akan terjadi perpecahan, kita ini negara dengan suku-suku, kebinekaan yang paling besar di dunia. Contohnya Afhganistan itu cuma empat suku, Pakistan, India itu cuma berapa suku? Sementara kita (Indonesia) ribuan suku. Inilah anugrah dan faktanya kita bisa bersatu," tuturnya.
Menurut dia, jika masyarakat salah dalam menyikapi perbedaan yang dimiliki bisa menjadi potensi perpecahan dalam kehidupan kebangsaan.
Supiadin mengimbau seluruh elemen bangsa untuk bisa menjaga ini semua agar jangan sampai ada friksi atau gesekan-gesekan.
“Semua harus menghormati satu sama lain, dari situ nanti akan terjadi semangat kebersamaan, hidup kebersamaan maka akan terjadi harmonisasi, saling menghargai, saling menghormati dalam perbedaan supaya sama-sama saling memiliki,” ujarnya.
Supiadin juga menyoroti maraknya hoaks dan ujaran kebencian yang banyak berkembang melalui media sosial (medsos). Diaa juga meminta generasi muda ikut membantu berperan dalam mengkampanyekan bahwa perbedaaan yang dimiliki bangsa bisa menjadi alat untuk menguatkan kembali identitas Nation-State.
“Generasi muda atau generasi milenial saat ini paling banyak menggunakan medsos karena mereka termasuk generasi cerdas. Sehari-hari kehidupan mereka itu tidak bisa lepas dari medsos, baik menggunakan dari smartphone, internet, laptop atau gadged lainnya. Oleh karena itu gunakan teknologi informasi ini untuk membangun kebersamaan untuk menguatkan Nation State itu,” tuturnya.
Mantan Komandan Korem 071/Wijaya Kusuma ini juga meminta generasi milenial tidak mengeluarkan ujaran ujaran kebencian, fitnah, melalui medsos.
“Milenial harus ikut mengampanyekan semangat persaudaraan, persatuan dalam kebinekaan ini di media-media sosial bahwa kita ini satu, bangsa Indonesia," tuturnya
(dam)