7-17% Perempuan di Dunia Diprediksi Berisiko Derita Vaginismus
A
A
A
JAKARTA - Penderita vaginismus merupakan gangguan di mana otot di sekitar vagina mengencang dengan sendirinya saat penetrasi seksual. Vaginismus tidak mempengaruhi gairah seksual, namun dapat menghambat hubungan intim.
Hal ini yang diderita aktivis perempuan sekaligus pianis, Yuanita Meilia yang pernah menyandang penderita vaginismus. Yuanita menjelaskan, penyandang vaginismus kerap mendapat stigma buruk.
Bahkan kata dia, vaginismus menjadi pangkal perceraian dan konflik dalam rumah tangga.
Vaginismus sendiri menyebabkan rasa sakit, kesulitan, dan mengakibatkan rasa tidak puas saat beraktivitas seksual.
Kondisi ini dapat bervariasi dari rasa tidak nyaman ringan, hingga rasa perih dan sakit. Vaginismus dapat berlangsung seumur hidup (primer) atau sementara (sekunder).
Pengalamannya Yuanita ini dia tuturkan dalam sebuah lagu, 'Hatiku Untukmu, yang telah dirilis di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu 8 Maret 2019.
"Lagu ini saya peruntukan juga untuk memperingati International Woman’s Day. Saya menulis lagu ini saat saya mengalami penyakit vaginismus. Dan melalui perjuangannya bersama suami, saya akhirnya bisa sembuh setelah menjalani 8 tahun pernikahan," tutur Yuanita.
Perempuan berusia 36 tahun itu berharap, masyarakat bisa lebih mengenal dan tahu tentang vaginismus dan penanganannya. Sehingga sambung Yuanita, penderita vaginismus sering mendapatkan respons yang salah dan malah mengalami shaming atau dipermalukan.
"Semoga lagu ini dapat mewakili perasaan kaum perempuan di Indonesia. Di mana rasa lelah dan binggung karena kurangnya informasi dan tenaga medis yang cukup kompeten menangani penyakit vaginismus," ucap Yuanita.
Sementara itu, dr Robbi Asri Wicaksono, SpOG yang ikut hadir dalam peluncuran tersebut menjelaskan, 7-17 persen perempuan di dunia diprediksi beresiko menderita vaginismus.
Ironisnya lagi, belum ada kajian pasti yang ditetapkan sebagai akar penyebab vaginismus, sehingga tindakan pencegahan tak bisa diterapkan pada masalah ini. "Sayangnya masih banyak masyarakat yang malu untuk mengungkap penyakit yang dideritanya," kata Robbi.
Hal ini yang diderita aktivis perempuan sekaligus pianis, Yuanita Meilia yang pernah menyandang penderita vaginismus. Yuanita menjelaskan, penyandang vaginismus kerap mendapat stigma buruk.
Bahkan kata dia, vaginismus menjadi pangkal perceraian dan konflik dalam rumah tangga.
Vaginismus sendiri menyebabkan rasa sakit, kesulitan, dan mengakibatkan rasa tidak puas saat beraktivitas seksual.
Kondisi ini dapat bervariasi dari rasa tidak nyaman ringan, hingga rasa perih dan sakit. Vaginismus dapat berlangsung seumur hidup (primer) atau sementara (sekunder).
Pengalamannya Yuanita ini dia tuturkan dalam sebuah lagu, 'Hatiku Untukmu, yang telah dirilis di Grand Indonesia, Jakarta, Rabu 8 Maret 2019.
"Lagu ini saya peruntukan juga untuk memperingati International Woman’s Day. Saya menulis lagu ini saat saya mengalami penyakit vaginismus. Dan melalui perjuangannya bersama suami, saya akhirnya bisa sembuh setelah menjalani 8 tahun pernikahan," tutur Yuanita.
Perempuan berusia 36 tahun itu berharap, masyarakat bisa lebih mengenal dan tahu tentang vaginismus dan penanganannya. Sehingga sambung Yuanita, penderita vaginismus sering mendapatkan respons yang salah dan malah mengalami shaming atau dipermalukan.
"Semoga lagu ini dapat mewakili perasaan kaum perempuan di Indonesia. Di mana rasa lelah dan binggung karena kurangnya informasi dan tenaga medis yang cukup kompeten menangani penyakit vaginismus," ucap Yuanita.
Sementara itu, dr Robbi Asri Wicaksono, SpOG yang ikut hadir dalam peluncuran tersebut menjelaskan, 7-17 persen perempuan di dunia diprediksi beresiko menderita vaginismus.
Ironisnya lagi, belum ada kajian pasti yang ditetapkan sebagai akar penyebab vaginismus, sehingga tindakan pencegahan tak bisa diterapkan pada masalah ini. "Sayangnya masih banyak masyarakat yang malu untuk mengungkap penyakit yang dideritanya," kata Robbi.
(maf)