DPR Sesalkan Masih Ada RS Tolak Pasien BPJS Kesehatan
A
A
A
JAKARTA - DPR menyesalkan masih banyaknya penolakan pasien pengguna BPJS Kesehatan yang dilakukan pihak rumah sakit (RS), baik itu RS milik pemerintah pusat, daerah maupun swasta.
“Penyebab penolakannya pun bermacam-macam. Seperti penyakit yang tidak dapat dibiayai BPJS, kedua alasan kerusakan peralalatan operasi dan bilamana membutuhkan CT scan RS selalu melakukan penolakan karena itu masuk biaya yang tidak ditanggung BPJS,” kata Anggota Fraksi Partai Golkar DPR Ivan Doly Gultom di Jakarta, Senin (4/3/2019).
Menurut Ivan, pasien seringkali dirujuk pihak RS ke RS lainnya dengan alasan keterbatasan alat medis, obat dan kamar rawat. Pasien BPJS yang masuk golongan ekonomi miskin terkadang juga harus membiayai penggunaan mobil ambulan sendiri, karena ambulan yang dimiliki RS selalu tidak terdsedia saat pasien BPJS membutuhkan.
“Hendaknya pemerintah juga memberikan fasilitas obat yang lebih baik kepada pasien BPJS. Artinya, kuwalitas obat paling tidak di atas generik agar khasiatnya juga lebih ampuh mengobati penyakit mereka,” kata Ivan.
Ivan juga mengusulkan agar pasien kecelakaan lalu lintas ( lalin) perorangan atau kecelakaan lebih dari satu orang juga harus dibiayai BPJS dan jangan ada pengecualian. Sebab, korban kecelakaan dinilai layak mendapatkan pembiayaan RS dari BPJS, karena mereka juga telah membayar iuaran bulanannya.
Ivan mengecam keras modus RS yang seringkali menjebak pasien dengan mendorongnya ke kasir RS. Pasien biasanya diminta bayar biaya administrasi atau obat-obatan yang murah.
“Setelah pasien melakukan pembayaran secara tunai, maka kartu kepesertaan BPJS yang mereka miliki tidak dapat dipergunakan lagi. karena saat itu mereka telah terdaftar di RS sebagai pasien umum dengan membayar biaya RS secara tunai,” kata Ivan.
Menurut Ivan, kondisi ini menandakan masih buruknya, pelayanan BPJS terhadap pasien. Untuk apa program BPJS yang di canangkan pemerintah, kalau manfaatnya tidak bisa dirasakan oleh masyarakat miskin. Padahal, jumlah masyarakat miskin di Indonesia adalah mayoritas,” katanya.
Ivan mengimbau agar ada kerja sama yang baik antara pemerintah dalam hal ini Kemenkes dengan BPJS dan Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta, agar pihak RS tidak lagi mencari cari alasan untuk menghindari pembayaran dengan BPJS Kesehatan.
“Untuk apa program BPJS yang dicanangkan pemerintah, kalau manfaatnya tidak bisa dirasakan masyarakat miskin,” kata Ivan.
Dia menceritakan, di daerah pemilihan (dapil) nya, yakni Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu, masih banyak warga yang mengeluhkan buruknya pelayanan RS kepada peserta BPJS dan banyaknya BPJS warga yang ditolak oleh pihak RS karena penggunaan pada kasus pengobatan tertentu.
“Saya melihat pentingnya di sini, pemerintah dan BPJS memberikan sosialisasi dengan berbagai bentuk iklan, spanduk, maupun standing banner di setiap RS, Puskesmas, klinik, dan lainnya, agar pemberitahuan dimaksud sampai kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin,” pungkas Ivan.
“Penyebab penolakannya pun bermacam-macam. Seperti penyakit yang tidak dapat dibiayai BPJS, kedua alasan kerusakan peralalatan operasi dan bilamana membutuhkan CT scan RS selalu melakukan penolakan karena itu masuk biaya yang tidak ditanggung BPJS,” kata Anggota Fraksi Partai Golkar DPR Ivan Doly Gultom di Jakarta, Senin (4/3/2019).
Menurut Ivan, pasien seringkali dirujuk pihak RS ke RS lainnya dengan alasan keterbatasan alat medis, obat dan kamar rawat. Pasien BPJS yang masuk golongan ekonomi miskin terkadang juga harus membiayai penggunaan mobil ambulan sendiri, karena ambulan yang dimiliki RS selalu tidak terdsedia saat pasien BPJS membutuhkan.
“Hendaknya pemerintah juga memberikan fasilitas obat yang lebih baik kepada pasien BPJS. Artinya, kuwalitas obat paling tidak di atas generik agar khasiatnya juga lebih ampuh mengobati penyakit mereka,” kata Ivan.
Ivan juga mengusulkan agar pasien kecelakaan lalu lintas ( lalin) perorangan atau kecelakaan lebih dari satu orang juga harus dibiayai BPJS dan jangan ada pengecualian. Sebab, korban kecelakaan dinilai layak mendapatkan pembiayaan RS dari BPJS, karena mereka juga telah membayar iuaran bulanannya.
Ivan mengecam keras modus RS yang seringkali menjebak pasien dengan mendorongnya ke kasir RS. Pasien biasanya diminta bayar biaya administrasi atau obat-obatan yang murah.
“Setelah pasien melakukan pembayaran secara tunai, maka kartu kepesertaan BPJS yang mereka miliki tidak dapat dipergunakan lagi. karena saat itu mereka telah terdaftar di RS sebagai pasien umum dengan membayar biaya RS secara tunai,” kata Ivan.
Menurut Ivan, kondisi ini menandakan masih buruknya, pelayanan BPJS terhadap pasien. Untuk apa program BPJS yang di canangkan pemerintah, kalau manfaatnya tidak bisa dirasakan oleh masyarakat miskin. Padahal, jumlah masyarakat miskin di Indonesia adalah mayoritas,” katanya.
Ivan mengimbau agar ada kerja sama yang baik antara pemerintah dalam hal ini Kemenkes dengan BPJS dan Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta, agar pihak RS tidak lagi mencari cari alasan untuk menghindari pembayaran dengan BPJS Kesehatan.
“Untuk apa program BPJS yang dicanangkan pemerintah, kalau manfaatnya tidak bisa dirasakan masyarakat miskin,” kata Ivan.
Dia menceritakan, di daerah pemilihan (dapil) nya, yakni Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu, masih banyak warga yang mengeluhkan buruknya pelayanan RS kepada peserta BPJS dan banyaknya BPJS warga yang ditolak oleh pihak RS karena penggunaan pada kasus pengobatan tertentu.
“Saya melihat pentingnya di sini, pemerintah dan BPJS memberikan sosialisasi dengan berbagai bentuk iklan, spanduk, maupun standing banner di setiap RS, Puskesmas, klinik, dan lainnya, agar pemberitahuan dimaksud sampai kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin,” pungkas Ivan.
(pur)