KPK Perpanjang Penahanan Bupati, Posisi Wabup Cianjur Akan Kosong
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Bupati Cianjur nonaktif Irvan Rivano Muchtar terkait kasus dugaan korupsi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018.
"Perpanjangan penahanan selama 30 hari. Mulai 11 Februari hingga 12 Maret 2019," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (14/2/2019).
Saat ini posisi Wakil Bupati Cianjur ada kemungkinan akan terus kosong, karena secara aturan Bupati definitif baru akan diangkat setelah ada putusan pengadilan yang punya kekuatan hukum tetap (Inkrah). Jika itu terjadi saat sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan maka posisi Wakil Bupati tidak perlu diisi.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan, secara aturan hukum selama belum ada putusan pengadilan yang punya kekuatan hukum tetap (Inkrah), Cianjur akan tetap dipimpin oleh Plt Bupati.
"Plt itu tidak perlu wakil, karena dia sebenarnya tetap wakil, hanya pelaksana tugas," katanya.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 86 Ayat 1. Apabila kepala daerah diberhentikan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Inkrah).
"Pada kasus Bupati yang sedang ditahan dan menjalani proses hukum, pada dasarnya jabatannya tidak bisa diisi sebelum Inkrah, karena itulah ada Plt. Setelah Inkrah barulah wakil bisa diangkat menjadi Bupati definitif dan dicari pengisi jabatan Wakil Bupati, prosesnya melalui DPRD," ujar Margarito.
Semua tergantung pada proses hukum yang sedang berjalan di KPK, yang akan dilanjutkan sidang di pengadilan hingga ada putusan, setelah itupun masih ada kemungkinan banding.
Saat ini proses hukum yang menjerat Bupati Cianjur non aktif Irvan Rivano Muchtar masih dalam masa penyidikan KPK, dan belum lama ini dilakukan perpanjangan masa penahanan.
Kendati demikian, jika divonis bersalah dan secara hukum sudah inkrah, Wakil Bupati baru bisa diangkat menjadi Bupati definitif. Jika saat itu, sisa masa jabatannya kurang dari 18 bulan, maka tidak ada pengisian posisi Wakil Bupati.
Karena menurut UU Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 176 Ayat 4, pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Wali Kota dilakukan jika masa jabatannya lebih dari 18 bulan.
Margarito membenarkan, bahwa ada kemungkinan Cianjur tidak akan memiliki Wakil Bupati kalau saat Inkrah menjelang habisnya masa jabatan.
"Ya bisa jadi begitu, apakah ini sesuatu yang tidak menyenangkan. Ini adalah resiko dari hukum yang kita pilih, kita tidak punya pilihan lain kecuali harus tunduk pada hukum yang kita sepakati," tuturnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018. Empat orang tersebut yakni, Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar (IRM), Kadisdik Cianjur, Cecep Sobandi (CS).
Kemudian Kabid SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Rosidin (Ros), dan Kakak Ipar Bupati Cianjur, Tubagus Cepy Sethiady (TCS). Bupati Cianjur bersama Cecep Sobandi dan Rosidin diduga meminta atau memotong pembayaran terkait DAK Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018 sebesar sekira 14,5 persen dari total nilai uang Rp46,8 miliar.
Bupati Irvan sendiri diduga telah menerima fee 7 persen dari alokasi dana pendidikan tersebut. Bupati Cianjur diduga menggunakan jasa Ketua Majelis Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Cianjur berinisial R dan bendaharanya berinisial T untuk menagih fee dari DAK Pendidikan pada sekira 140 Kepala Sekolah di Cianjur yang mendapat dana alokasi khusus pendidikan.
Sementara itu, Kakak Ipar Bupati Cianjur, Tubagus Cepy berperan menjadi perantara dalam pemberian uang DAK Pendidikan dari para kepala sekolah untuk Bupati Cianjur. Sebab, para kepala sekolah sudah mengenal Cepy sebagai orang kepercayaan Bupati Cianjur.
Atas perbuatanya, Irvan, Cecep, Rosidin, dan Tubagus Cepy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau huruf e atau Pasal 12 huruf B UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
"Perpanjangan penahanan selama 30 hari. Mulai 11 Februari hingga 12 Maret 2019," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (14/2/2019).
Saat ini posisi Wakil Bupati Cianjur ada kemungkinan akan terus kosong, karena secara aturan Bupati definitif baru akan diangkat setelah ada putusan pengadilan yang punya kekuatan hukum tetap (Inkrah). Jika itu terjadi saat sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan maka posisi Wakil Bupati tidak perlu diisi.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mengatakan, secara aturan hukum selama belum ada putusan pengadilan yang punya kekuatan hukum tetap (Inkrah), Cianjur akan tetap dipimpin oleh Plt Bupati.
"Plt itu tidak perlu wakil, karena dia sebenarnya tetap wakil, hanya pelaksana tugas," katanya.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 86 Ayat 1. Apabila kepala daerah diberhentikan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Inkrah).
"Pada kasus Bupati yang sedang ditahan dan menjalani proses hukum, pada dasarnya jabatannya tidak bisa diisi sebelum Inkrah, karena itulah ada Plt. Setelah Inkrah barulah wakil bisa diangkat menjadi Bupati definitif dan dicari pengisi jabatan Wakil Bupati, prosesnya melalui DPRD," ujar Margarito.
Semua tergantung pada proses hukum yang sedang berjalan di KPK, yang akan dilanjutkan sidang di pengadilan hingga ada putusan, setelah itupun masih ada kemungkinan banding.
Saat ini proses hukum yang menjerat Bupati Cianjur non aktif Irvan Rivano Muchtar masih dalam masa penyidikan KPK, dan belum lama ini dilakukan perpanjangan masa penahanan.
Kendati demikian, jika divonis bersalah dan secara hukum sudah inkrah, Wakil Bupati baru bisa diangkat menjadi Bupati definitif. Jika saat itu, sisa masa jabatannya kurang dari 18 bulan, maka tidak ada pengisian posisi Wakil Bupati.
Karena menurut UU Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 176 Ayat 4, pengisian kekosongan jabatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati dan Wakil Wali Kota dilakukan jika masa jabatannya lebih dari 18 bulan.
Margarito membenarkan, bahwa ada kemungkinan Cianjur tidak akan memiliki Wakil Bupati kalau saat Inkrah menjelang habisnya masa jabatan.
"Ya bisa jadi begitu, apakah ini sesuatu yang tidak menyenangkan. Ini adalah resiko dari hukum yang kita pilih, kita tidak punya pilihan lain kecuali harus tunduk pada hukum yang kita sepakati," tuturnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018. Empat orang tersebut yakni, Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar (IRM), Kadisdik Cianjur, Cecep Sobandi (CS).
Kemudian Kabid SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Rosidin (Ros), dan Kakak Ipar Bupati Cianjur, Tubagus Cepy Sethiady (TCS). Bupati Cianjur bersama Cecep Sobandi dan Rosidin diduga meminta atau memotong pembayaran terkait DAK Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018 sebesar sekira 14,5 persen dari total nilai uang Rp46,8 miliar.
Bupati Irvan sendiri diduga telah menerima fee 7 persen dari alokasi dana pendidikan tersebut. Bupati Cianjur diduga menggunakan jasa Ketua Majelis Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Cianjur berinisial R dan bendaharanya berinisial T untuk menagih fee dari DAK Pendidikan pada sekira 140 Kepala Sekolah di Cianjur yang mendapat dana alokasi khusus pendidikan.
Sementara itu, Kakak Ipar Bupati Cianjur, Tubagus Cepy berperan menjadi perantara dalam pemberian uang DAK Pendidikan dari para kepala sekolah untuk Bupati Cianjur. Sebab, para kepala sekolah sudah mengenal Cepy sebagai orang kepercayaan Bupati Cianjur.
Atas perbuatanya, Irvan, Cecep, Rosidin, dan Tubagus Cepy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f atau huruf e atau Pasal 12 huruf B UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(maf)