KSP Ingatkan Pentingnya Antisipasi Hoaks
A
A
A
JAKARTA - Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani menyebut pihaknya menyadari dewasa ini penyelenggaraan Pemilu memiliki tantangan tersendiri, dimana penataan sistem Pemilu serentak masih terus harus disempurnakan.
Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang memiliki dampak positif untuk kemajuan bangsa, namun dalam penyelenggaraan Pemilu, konteks banyaknya disinformasi, ujaran kebencian, dan konten-konten yang mengandung berita bohong yang bertebaran, dan meresahkan, mengadu domba, serta memecah belah juga turut menjadi perhatian tersendiri.
"Meski data KPU menunjukkan bahwa secara umum tingkat partisipasi publik dalam pemilu beberapa tahun terkahir berada dalam tataran baik, 70 persen. Namun kemunculan hoaks, berita bohong, dan ujaran kebencian penting untuk diantisipasi," ucap Jaleswari mengutip sambutan pengantar Kepala KSP Jenderal TNI (Purn) Moeldoko pada Diskusi Publik dengan tajuk 'Pemilu, Hoaks, dan Penegakan Hukum' di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Menurut Jaleswari, antisipasi kabar hoaks penting untuk masyarakat agar tidak terjebak dalam berita-berita politik yang tidak benar dan berpotensi menjatuhkan kandidat-kandidat peserta Pemilu baik legislatif maupun eksekutif.
"Pada saat masyarakat dihadapkan pada perkembangan teknologi yang sangat masif, penyebaran hoaks menjadi bukan hanya hambatan dalam berdemokrasi melainkan juga tantangan dalam peningkatan literasi digital mayarakat kita," ujarnya.
Selain itu, tantangan literasi digital dan hambatan demokrasi berupa hoaks dalam Pemilu sudah semestinya dijawab kolektif secara bersama.
"Sudah semestinya semua pemangku kepentingan bisa membedakan misalnya antara program dan propaganda, photo hoaks dan photoshop, tranding dan trolling, jurnalism dan sensasional, share dan scare," tuturnya.
Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang memiliki dampak positif untuk kemajuan bangsa, namun dalam penyelenggaraan Pemilu, konteks banyaknya disinformasi, ujaran kebencian, dan konten-konten yang mengandung berita bohong yang bertebaran, dan meresahkan, mengadu domba, serta memecah belah juga turut menjadi perhatian tersendiri.
"Meski data KPU menunjukkan bahwa secara umum tingkat partisipasi publik dalam pemilu beberapa tahun terkahir berada dalam tataran baik, 70 persen. Namun kemunculan hoaks, berita bohong, dan ujaran kebencian penting untuk diantisipasi," ucap Jaleswari mengutip sambutan pengantar Kepala KSP Jenderal TNI (Purn) Moeldoko pada Diskusi Publik dengan tajuk 'Pemilu, Hoaks, dan Penegakan Hukum' di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019).
Menurut Jaleswari, antisipasi kabar hoaks penting untuk masyarakat agar tidak terjebak dalam berita-berita politik yang tidak benar dan berpotensi menjatuhkan kandidat-kandidat peserta Pemilu baik legislatif maupun eksekutif.
"Pada saat masyarakat dihadapkan pada perkembangan teknologi yang sangat masif, penyebaran hoaks menjadi bukan hanya hambatan dalam berdemokrasi melainkan juga tantangan dalam peningkatan literasi digital mayarakat kita," ujarnya.
Selain itu, tantangan literasi digital dan hambatan demokrasi berupa hoaks dalam Pemilu sudah semestinya dijawab kolektif secara bersama.
"Sudah semestinya semua pemangku kepentingan bisa membedakan misalnya antara program dan propaganda, photo hoaks dan photoshop, tranding dan trolling, jurnalism dan sensasional, share dan scare," tuturnya.
(pur)