Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi

Selasa, 15 Januari 2019 - 06:15 WIB
Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi
Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi
A A A
POLITIK dinasti masih banyak terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Sistem demokrasi yang tumbuh belum sepenuhnya mampu menghapus politik dinasti. Ironisnya lagi, sejumlah politik dinasti menyeret para pelakunya terjerumus dalam praktik korupsi. Berikut adalah daftarnya.

1. Dinasti Atut di Banten
Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menempatkan kerabatnya di pemerintahan Banten. Atut merupakan tersangka sejumlah kasus korupsi bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Di antaranya kasus suap terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar kasus korupsi pengadaan alkes di Banten.
Anak Atut, Andika Hazrumy, menjabat sebagai anggota DPD Banten 2009-2014 yang juga Wakil Gubernur Banten terpilih saat ini, sementara istrinya Ade Rossi Khoerunisa menjabat sebagai anggota DPRD Kota Serang 2009-2014. Ratu Tatu Chasanah, saudara Atut yang menjadi Bupati Kabupaten Serang.

Dinasti Banten keluarga Atut berawal dari sang ayah, Tubagus Chasan Sochib. Pria yang dikenal memegang kendali Banten itu mengantarkan pasangan Djoko Munandar-Ratu Atut sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2001.

2. Dinasti Kukar

Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi


Kasus Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari menunjukan dinasti politik di suatu daerah kental dengan korupsi. Sebelum Rita tersandung kasus korupsi, ayah Rita, yang juga mantan Bupati Kutai Kertanegara, Syaukani Hassan Rais lebih dulu menjadi terpidana kasus korupsi. Syaukani merupakan terpidana penyalahgunaan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat.

Sementara Rita, merupakan tersangka tiga kasus korupsi. Kasus pertama yakni terkait suap pemberian operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT Sawit Golden Prima. Dalam kasus ini, dia menerima suap Rp 6 miliar.

Kasus berikutnya yakni Rita diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya. Dia diduga menyamarkan gratifikasi senilai Rp 436 miliar. Dia juga menjadi tersangka pencucian uang karena menyamarkan gratifikasi.

3. Dinasti Cimahi

Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi


Wali Kota Cimahi periode 2012-2017 Atty Suharti bersama suaminya, Itoc Tochija, menjadi tersangka kasus penerimaan suap terkait proyek pembangunan pasar di Cimahi, dengan nilai total proyek mencapai Rp57 miliar. Atty dan suaminya ditangkap petugas KPK setelah diduga menerima suap dari dua pengusaha.

Dalam kasus di Cimahi, Itoc merupakan Wali Kota Cimahi dalam dua periode sebelumnya. Posisinya kemudian digantikan oleh istrinya, Atty Suharti. Dalam penyelidikan, ternyata Itoc berperan aktif dalam mengendalikan kebijakan, termasuk mengatur pemenang tender dalam proyek pembangunan Pemkot Cimahi.

4. Dinasti Fuad di Bangkalan
Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi
Fuad Amin Imron memimpin Kabupaten Bangkalan, Madura selama 10 tahun atau dua periode mulai 2003 sebelum turun takhta pada 2013. Fuad kemudian digantikan putranya, Makmun Ibnu Fuad, Bupati Bangkalan Periode 2013-2018. Makmun saat itu menjadi bupati termuda dengan usia 26 tahun.
Pada 2014, Fuad yang terbentur aturan menjabat Bupati Bangkalan karena sudah dua periode, dilantik putranya menjadi anggota DPRD Bangkalan. Dia kemudian terpilih menjadi Ketua DPRD Bangkalan 2014-2019.

Ayah dan anak itu kemudian memimpin lembaga eksekutif dan legislatif di Bangkalan. Pada Desember 2014, Fuad ditangkap oleh KPK.

5. Dinasti Klaten

Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi


Dinasti politik di Klaten menjadi sorotan terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK Bupati Klaten periode 2016–2021, Sri Hartini pada Desember 2016. Sri menjadi tersangka terkait jual beli jabatan di Klaten. Kepemimpinan di kabupaten tersebut tak pernah lepas dari pasangan suami-istri sejak tahun 2000.

Sri Hartini merupakan istri dari mantan Bupati Klaten periode 2000-2005, Haryanto Wibowo yang kemudian digantikan Sunarna. Pada pilkada 2010, Sunarna menggandeng Sri Hartini sebagai wakilnya.

Keduanya pun memenangi pilkada 2010. Setelah menjabat dua periode tahun 2005-2015, Sunarna kemudian digantikan Sri Hartini. Sri dilantik bersama Wakil Bupati Klaten Sri Mulyani pada 17 Februari 2016.

Uniknya, Sri Mulyani merupakan istri Sunarna. Terpilihnya Hartini dan Mulyani membuat Klaten sejak 2000, dipimpin bupati dan wakil bupati dari dua keluarga, yaitu keluarga Sunarna dan Haryanto.

6. Dinasti Banyuasin
Politik Dinasti Indonesia dalam Cengkeraman Korupsi
Bupati Banyuasin periode 2013-2018, Yan Anton Ferdian ditangkap KPK terkait kasus suap proyek di dinas pendidikan Banyuasin. Yan termasuk bupati termuda saat dia ditangkap KPK September 2016. Dia melanjutkan tampuk kekuasaan yang sebelumnya diduduki ayahnya, Amiruddin Inoed, selama 12 tahun.

Dalam kasus ini, Yan diduga menjanjikan sebuah proyek di Dinas Pendidikan kepada pengusaha berinisial Zulfikar, yang merupakan direktur CV PP. Sebagai imbalan, dia meminta Rp1 miliar kepada Zulfikar. Yan Anton diduga menggunakan uang dari Zulfikar untuk menunaikan ibadah haji. (Wahyono)

Sumber: ICW
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5437 seconds (0.1#10.140)