Bijak Gunakan Medsos Bisa Hindari Hoaks dan Ujaran Kebencian
A
A
A
JAKARTA - Indonesia dengan keragaman yang dimilikinya dinilai rawan provokasi fitnah, dan ujaran kebencian di media sosial (medsos).
Ujaran kebencian dan berita bohong (hoaks) menjadi alat yang mampu merusak kerukunan menjadi konflik dan persatuan menjadi perpecahan.
Gesekan antarmasyarakat di dunia nyata menjadi rawan akibat provokasi kebencian di dunia maya.
Penegakan hukum yang terus dilakukan penegak hukum seolah tidak membuat jera. Kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian tetap marak di medsos. Untuk itu, di tahun 2019 perlu adanya gerakan Hari Bebas Kebencian (#HateFreeDay) untuk Perdamaian bangsa demi mewujudkan persatuan di masyarakat
“Tahun 2019 ini kalau bicara merefleksikan diri, kita harus berhati-hati dalam menghadapi berita yang terdengar mengerikan atau bombastis,” tutur artis dan presenter Olga Lydia di Jakarta, Senin (7/1/2019).
Dia mengajak masyarakat lebih bijaksana untuk memikirkan ulang semua berita yang masuk ke dalam telinga, mata dan bahkan pikiran.
"Bahwa tidak semua yang disiarkan itu adalah kebenaran. Ini penting agar medsos bersih dari ujaran kebencian dan hoaks," tandasnya.
Menurut dia, jika ujaran kebencian dibiarkan berkembang tanpa penindakan maka bisa dibayangkan hanya segelintir kelompok orang diuntungkan karena pemerintahan yang goyah.
Akibatnya, sambung dia, ratusan juta orang akan menderita karena ekonomi mandek, bisnis mandek, keamanan tidak terjamin.
“Kalau pemerintahan tidak kokoh, tentunya tidak akan ada investasi dan sebagainya. Ini yang akan sangat berbahaya kalau dibiarkan,” tutur aktivis anti-hoaks ini.
Di tengah situasi politik yang semakin memanas menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019, Olga mengimbau masyarakat menahan diri agar tidak mudah terprovokasi terhadap hasutan kebencian baik di dunia maya ataupun di dunia nyata.
Menurut dia, ujaran kebencian yang viral dan bisa mempengaruhi banyak orang akan menimbulkan keresahan bahkan ketakutan.
“Kita harus berhati-hati dalam membaca berita yang dapat membuat kita takut, marah, benci, emosi. Mungkin perlu dicek lagi kebenaran berita itu, jadi masyarakt harus bisa menahan diri juga, jangan mudah terpancing,” tuturnya.
Dia berharap para pegiat dunia maya untuk lebih aktif mengkampanyekan Hari Bebas Kebencian (Hate Free Day) demi mewujudkan perdamaian bangsa.
Caranya dengan selalu meneliti dan bijak dalam menerima informasi yang dapat menghasut ataupun memecah belah masyarakat serta tidak usah ikut menyebar informasi tersebut
Dia percaya orang yang gembira, peduli terhadap lingkungannya akan menghilangkan kebencian dari dalam dirinya. Itu akan lebih produktif bagi masyarakat. Kalau masyarakat produktif, maka semua akan beruntung dan ujung ujungnya negara dan bangsa menjadi lebih baik.
“Itu yang sebenarnya sama-sama kita inginkan di negeri ini dengan menciptakan Hate Free Day, baik di medsos maupun di dunia nyata,” kata Olga.
Oleh karena itu, lanjutnya, Hate Free Day harus menjadi tujuan dan misi-dari pribadi masing-masing orang bahwa semua harus berhati-hati, sebelum membenci sesuatu apapun.
Sebab, sambung dia, efek kebencian sangat besar, tidak hanya buat orang banyak, tetapi juga buat diri sendiri.
Dia berharap agar pemerintah yang demokratis seperti sekarang ini juga bisa menjadi pemerintahan yang transparan agar masyarakat mengetahui apa yang dilakukan pemerintah beserta alasannya.
Dia memberikan contoh masyarakat agar tidak perlu benci kepada pemerintah yang membangun daerah timur Indonesia yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit daripada di Jawa atau Sumatera.
“Kita harus tahu alasannya bahwa itu adalah untuk rasa keadilan dan pemerataan bangsa yang berlandaskan Pancasila. Dengan seperti itu kita akan dijauhkan dari rasa iri, juga kebencian,” tuturnya.
Ujaran kebencian dan berita bohong (hoaks) menjadi alat yang mampu merusak kerukunan menjadi konflik dan persatuan menjadi perpecahan.
Gesekan antarmasyarakat di dunia nyata menjadi rawan akibat provokasi kebencian di dunia maya.
Penegakan hukum yang terus dilakukan penegak hukum seolah tidak membuat jera. Kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian tetap marak di medsos. Untuk itu, di tahun 2019 perlu adanya gerakan Hari Bebas Kebencian (#HateFreeDay) untuk Perdamaian bangsa demi mewujudkan persatuan di masyarakat
“Tahun 2019 ini kalau bicara merefleksikan diri, kita harus berhati-hati dalam menghadapi berita yang terdengar mengerikan atau bombastis,” tutur artis dan presenter Olga Lydia di Jakarta, Senin (7/1/2019).
Dia mengajak masyarakat lebih bijaksana untuk memikirkan ulang semua berita yang masuk ke dalam telinga, mata dan bahkan pikiran.
"Bahwa tidak semua yang disiarkan itu adalah kebenaran. Ini penting agar medsos bersih dari ujaran kebencian dan hoaks," tandasnya.
Menurut dia, jika ujaran kebencian dibiarkan berkembang tanpa penindakan maka bisa dibayangkan hanya segelintir kelompok orang diuntungkan karena pemerintahan yang goyah.
Akibatnya, sambung dia, ratusan juta orang akan menderita karena ekonomi mandek, bisnis mandek, keamanan tidak terjamin.
“Kalau pemerintahan tidak kokoh, tentunya tidak akan ada investasi dan sebagainya. Ini yang akan sangat berbahaya kalau dibiarkan,” tutur aktivis anti-hoaks ini.
Di tengah situasi politik yang semakin memanas menjelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019, Olga mengimbau masyarakat menahan diri agar tidak mudah terprovokasi terhadap hasutan kebencian baik di dunia maya ataupun di dunia nyata.
Menurut dia, ujaran kebencian yang viral dan bisa mempengaruhi banyak orang akan menimbulkan keresahan bahkan ketakutan.
“Kita harus berhati-hati dalam membaca berita yang dapat membuat kita takut, marah, benci, emosi. Mungkin perlu dicek lagi kebenaran berita itu, jadi masyarakt harus bisa menahan diri juga, jangan mudah terpancing,” tuturnya.
Dia berharap para pegiat dunia maya untuk lebih aktif mengkampanyekan Hari Bebas Kebencian (Hate Free Day) demi mewujudkan perdamaian bangsa.
Caranya dengan selalu meneliti dan bijak dalam menerima informasi yang dapat menghasut ataupun memecah belah masyarakat serta tidak usah ikut menyebar informasi tersebut
Dia percaya orang yang gembira, peduli terhadap lingkungannya akan menghilangkan kebencian dari dalam dirinya. Itu akan lebih produktif bagi masyarakat. Kalau masyarakat produktif, maka semua akan beruntung dan ujung ujungnya negara dan bangsa menjadi lebih baik.
“Itu yang sebenarnya sama-sama kita inginkan di negeri ini dengan menciptakan Hate Free Day, baik di medsos maupun di dunia nyata,” kata Olga.
Oleh karena itu, lanjutnya, Hate Free Day harus menjadi tujuan dan misi-dari pribadi masing-masing orang bahwa semua harus berhati-hati, sebelum membenci sesuatu apapun.
Sebab, sambung dia, efek kebencian sangat besar, tidak hanya buat orang banyak, tetapi juga buat diri sendiri.
Dia berharap agar pemerintah yang demokratis seperti sekarang ini juga bisa menjadi pemerintahan yang transparan agar masyarakat mengetahui apa yang dilakukan pemerintah beserta alasannya.
Dia memberikan contoh masyarakat agar tidak perlu benci kepada pemerintah yang membangun daerah timur Indonesia yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit daripada di Jawa atau Sumatera.
“Kita harus tahu alasannya bahwa itu adalah untuk rasa keadilan dan pemerataan bangsa yang berlandaskan Pancasila. Dengan seperti itu kita akan dijauhkan dari rasa iri, juga kebencian,” tuturnya.
(dam)