Daerah Induk Wajib Danai Pemekaran

Rabu, 02 Januari 2019 - 11:42 WIB
Daerah Induk Wajib Danai Pemekaran
Daerah Induk Wajib Danai Pemekaran
A A A
JAKARTA - Pemerintah terus mematangkan aturan baru soal usulan pemekaran wilayah. Salah satunya terkait kewajiban daerah induk untuk membiayai wilayah pemekaran sebelum ditetapkan sebagai daerah otonom baru (DOB). Aturan ini merupakan salah satu terobosan untuk memecahkan persoalan besarnya anggaran yang harus ditanggung oleh pemerintah pusat dalam membiayai wilayah baru hasil pemekaran.

Selain itu, aturan ini juga menjadi barrier bagi daerah-daerah agar berpikir serius sebelum memutuskan memekarkan wilayah mereka. Aturan ini juga memastikan sebelum menjadi DOB, proses pemekaran daerah dimulai dengan daerah persiapan selama kurang lebih tiga tahun.

“Perbedaan menonjol dulu sekarang adalah dimekarkan langsung uang turun (anggaran) dari pusat sehingga di tanggung APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara). Hari ini dengan desain baru dibiayai oleh daerah induk,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono kemarin.

Dia mengatakan, jika daerah induk tidak mau berbagi anggaran, maka pemekaran tidak bisa dilakukan. Hal inilah yang menurutnya belum banyak diketahui oleh elite di daerah. “Kalau daerah induk punya APBD (anggaran pendapatan belanja daerah) Rp4 triliun, siap-siap dibagi ke yang baru. Maksimum 60-40. Kalau tidak siap seperti itu, tidak usah pemekaran,” ucapnya.

Setelah menjadi daerah persiapan pun tidak ada jaminan menjadi DOB. Dia mengatakan akan ada proses evaluasi berkali untuk melihat daerah tersebut dapat menjadi DOB atau tidak.

“Ketika prospek baik da lam 2-3 tahun bisa ditetapkan daerah baru. Ketika tidak baik kembali ke induk, tidak jadi mekar,” ungkapnya. Pria yang akrab disapa Soni ini mengaku usulan pemekaran daerah terus masuk ke Kemendagri. Dia mengatakan sejauh ini terdapat 314 usulan DOB yang masuk.

“Jadi rupanya usulan tidak bisa dihentikan karena memang tidak dilarang. Hanya kebijakan hari ini pemekaran dihentikan sementara atau moratorium,” tuturnya. Dia menyebut ada dua alasan yang menyebabkan pemerintah masih belum membuka kran pemekaran daerah.

Pertama, dua aturan teknis berupa rancangan peraturan pemerintah (RPP) masih belum di tuntaskan.

Dua RPP tersebut yakni terkait desain besar penataan daerah (desertada) dan penataan daerah. Desertada ini merupakan estimasi jumlah provinsi dan kabupaten/kota dalam kurun waktu 25 tahun ke depan.

“(Desertada) inilah yang agak lama dalam penyelesaian grand design karena yang dibuat dan usulan yang dibuka, ternyata tidak nyambung.
Ini masih perlu kajian lebih mendalam. Lalu RPP tentang penataan daerah merupakan mekanisme atau prosedur bagaimana mulai pembentukan daerah persiapan, kemudian penataan daerah, sampai penggabungan daerah itu disusun,” jelasnya.

Selain faktor aturan teknis yang belum selesai, Soni menyebut moratorium pemekaran daerah merupakan keputusan politik. Salah satu alasannya keterbatasan keuangan negara mengingat anggaran untuk pemekaran tidaklah murah.

“Ada hambatan, ada prioritas lain yang lebih penting. Di tengah-tengah itu selama masa pemberhentian sementara kami melakukan evaluasi. Evaluasi terhadap 18 DOB usia di bawah lima tahun ternyata hanya enam daerah yang kategori baik, selebihnya sedang, bahkan kurang. Lebih baik kami konsentrasi bagaimana daerah-daerah ini kita benahi,” paparnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengakui usulan DOB merupakan hak konstitusional masyarakat daerah. Namun, dia mengatakan banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pemekaran daerah. “Kami terus dikejar DPD, Komisi III, dan teman-teman daerah.

DPD minta 5-10 disetujui. Lah memilih tiga-empat daerah saja repot. Persiapannya saja pertahun perlu Rp300 miliar. Kali segitu. Sekarang saja masih banyak kapolres yang merangkap tiga kabupaten,” ungkapnya.

Dia menyebut usulan pemekaran yang masuk antara lain beberapa provinsi baru misalnya saja provinsi baru di Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan lainnya.

“Buton minta jadi provinsi. Sintang dan Barito juga. Cirebon ingin pisah dari Jawa Barat. Sukabumi dan Bogor minta satu provinsi sendiri. Lampung juga ada satu provinsi. Nias satu provinsi. Kemudian Tapanulis Selatan yang meliputi sembilan kabupaten/ kota minta sendiri. Itu yang provinsi,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan sebelumnya daerah induk hanya dibebankan dana hibah untuk DOB. Dia mengatakan karena berbentuk dana hibah banyak daerah induk yang tidak konsisten.

“Ada yang hanya ngasih setengah. Ada yang ditunda-tunda. Ada yang sama sekali tidak ngasih. Jadi memang tepat anggaran daerah persiapan dibebankan di induk Jadi di APBD daerah induk ada alokasi belanja untuk daerah persiapan. Kan belum ada DPRD jadi daerah persiapan tidak bisa punya APBD sendiri,” paparnya. (Dita Angga)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3448 seconds (0.1#10.140)