Songsong 2019 dengan Berpikir Positif dan Bertindak Optimistis
A
A
A
JAKARTA - Indonesia akan menghadapi banyak tantangan besar pada 2019 ini. Namun beberapa terobosan yang telah dilakukan di sejumlah sektor dengan didukung kesadaran dan semangat kebersamaan diyakini mampu untuk makin menguatkan bangsa ini.
Keyakinan tersebut disampaikan sejumlah tokoh bangsa yang dirangkum oleh KORAN SINDO, di antaranya mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma'arif dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat.
Pada 2019 ini diidentikkan dengan tahun pesta demokrasi seiring gelaran pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR dan DPD pada 17 April mendatang. Kendati tensi politik bakal meninggi, namun tidak akan sampai menimbulkan ketegangan yang berlebihan. Ini terjadi karena kesadaran dan kematangan demokrasi masyarakat Indonesia semakin meningkat.
Selain stabilitas politik, tantangan utama yang dihadapi Indonesia tahun ini adalah persoalan ekonomi. Meski belum sepenuhnya aman, namun tren pertumbuhan ekonomi yang ditopang menguatnya nilai tukar rupiah diyakini menjadikan Indonesia tak mudah goyah. Situasi ekonomi akan semakin membaik jika perang dagang dan gejolak-gejolak di level global bisa cepat mereda.
Di sisi lain, harga sejumlah komoditas Indonesia diyakini akan makin bersaing di pasar internasional. Potensi ini akan semakin membaik dengan banyaknya anak muda Indonesia yang memiliki kontribusi positif di era teknologi digital saat ini.
Beragam tantangan di tahun ini akan bisa dihadapi banga Indonesia jika masyarakat Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk terus bertindak ke arah yang lebih baik. Untuk itu, Ahmad Syafii Ma'arif mengajak semua elemen bangsa untuk optimistis dan selalu berpikir positif menghadapi tahun 2019.
Positif dalam berpikir ini penting karena menurut Buya Syafii, panggilan akrabnya, menjadi awal dari segalanya. Dengan berpikir positif, maka seseorang tidak akan menebar informasi hoax dan ujaran kebencian.
Buya mengakui pada 2018, bencana bertubi-tubi menerpa bangsa Indonesia termasuk tsunami. Namun dirinya meyakini masyarakat akan bangkit dan bersatu padu kembali. Bagi Buya, yang terpenting pada 2019 ini jangan sampai terjadi bencana akibat politik. “Yang penting jangan terjadi tsunami politik,” tegasnya di Sleman, Yogyakarta, kemarin.
Menurut Buya, hajatan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dalam demokrasi hal yang biasa. Dia mengakui, tidak semua pihak akan terpuaskan dengan kinerja pemerintah. Namun jika memang tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah, ada mekanisme yang mengatur yakni lewat ajang demokrasi lima tahunan.
“Kalau tidak suka tunggu lima tahun, jangan terlalu serius menghadapinya. Mari kita berpikir positif sajalah,” ujar guru besar Universitas Negeri Yogyakarta ini.
Demi kelangsungan hidup bangsa dan negara, Buya Syafii mengajak semua pihak dan elemen bangsa untuk selalu mengibarkan bendera optimisme. Soal kondisi ekonomi, dia menilai tidak terlalu buruk. Kondisi ekonomi saat ini juga pengaruh ekonomi global.
Menurut Buya, infrastruktur yang saat ini sedang digenjot oleh pemerintah seperti jalan tol, bendungan, bandara dan pelabuhan sudah bagus. Memang proyek infrastruktur ini tidak akan serta merta memberi dampak namun akan dirasakan dalam jangka panjang.
“Saat ini tol dari Jakarta tersambung ke Surabaya luar bisa harus kita hargai. Jangan lagi buat fitnah itu tidak beradab,” pintanya.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat juga optimistis karena meski negara saat ini tak henti diliputi perselisihan antar kelompok, namun di sisi lain masyarakat punya satu pemikiran yang sama bahwa bangsa ini harus bangkit dari keterpurukan. "Yang saya tahu, di balik riuh rendah itu semua sepakat bahwa bangsa harus bangkit," katanya.
Komaruddin menjelaskan, masa reformasi hingga saat ini sudah berusia 20 tahun. Hal ini artinya seluruh masyarakat harus kembali bergerak untuk bangkit membangun fase baru yang jauh dari segala bentuk keributan. Karena, kata dia, rakyat pun sudah lelah untuk menghadapi segala bentuk keributan tersebut.
Selain itu semua partaipun sudah sepakat bahwa Indonesia ini dibangun atas dasar Pancasila yang kokoh. "Dari sisi ancaman saya tidak khawatir jika ada riak. Sebab semua partai itu sepakat bahwa negara kesatuan ini kokoh karena ada ideologi," terangnya.
Mengenai bencana yang beberapa kali terjadi di Tanah Air, dia mengatakan bahwa di balik kejadian yang memilukan itu malah memunculkan generasi milenial yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kepedulian. Mereka membantu tanpa mempedulikan apa agama ataupun partai yang dipilih para korban.
"Ada kekuatan baru dari anak milenial. Mereka tidak melupakan agama dan partai tapi mementingkan kemanusiaan. Parpol harus menangkap kekuatan ini," katanya.
Potensi Digital dan Leisure
Managing Partner Inventure Indonesia Yuswohady mengakui pada 2019 ini Indonesia diperkirakan masih mengalami sejumlah tantangan dari sisi ekonomi. Setidaknya ada dua faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Pertama, berlanjutnya perang dagang (trade war) antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua, dinamika politik lokal dengan adanya pemilu yang memacu pelaku bisnis untuk wait and see.
“Di ekonomi global kita masih dihantui krisis, karena ini siklus 10 tahunan yang terjadi terakhir pada 2008, banyak kekhawatiran tahun 2019 krisis itu kembali terulang, penyebabnya salah satunya karena i,” kata Yuswohadi.
Menurutnya, selama ini Indonesia masih mengalami bullish investment spending. Namun ada kalanya hal tersebut menjadi terbalik hingga flat cenderung mengalami penurunan. Hal ini dilihat dari indikator ekonomi global seperti berlanjutnya trade war antara China dan AS.
“Proteksi AS diperkirakan terus berlanjut, karena perekonomian AS sedang bagus-bagusnya di era Presiden Trump akibatnya dolar AS menguat, dan melemahkan negara berkembang termasuk Indonesia,” terangnya.
Dari sisi ekonomi global, menurut dia, hal ini tentu saja kurang menguntungkan. Karena Indonesia dikhawatirkan masuk ke siklus bearish bullish. Jika perekonomian Indonesia tidak dikelola dengan bagus, maka bisa saja pertumbuhan ekonomi cenderung mengalami pelemahan.
Meski demikian, kata Yuswohadi, Indonesia tetap memiliki potensi ekonomi yang dapat dimaksimalkan, yaitu ekonomi berbasis digital dan leisure. Pasalnya, masyarakat yang didominasi oleh generasi milenial akan cenderung lebih tertarik mengonsumsi produk yang menawarkan pengalaman dan koneksi.
Oleh karenanya, Yuswo menyarankan kepada para pengusaha untuk melakukan percepatan perpindahan pelayanan menuju digital. Pada ekonomi berbasis digital terlihat dari kesuksesan beberapa perusahaan unicorn dari Tanah Air seperti Gojek, Bukalapak, Traveloka dan Tokopedia.
Hal tersebut tentunya dapat memotivasi beberapa perusahaan rintisan (start up) untuk mengembangkan bisnis modelnya. Di sisi lain, pemain besar juga melirik perusahaan start up seperti Astra Internasional dan Telkom. “Orang akan percaya diri ke digital, tahun 2019 industri fintech akan terus tumbuh, meskipun masih banyak kasus fintech tidak berizin, tapi industrinya akan terus mengalami pertumbuhan,” urainya.
Untuk ekonomi berbasis leisure pun tidak hanya terpaku pada sektor pariwisata, tapi juga industri pendukung lainnya seperti makanan, restoran, pusat olah raga (gym), beauty center yang akan semakin tumbuh dan kuat. Hal ini seiring dengan semakin banyak populasi dari generasi milenial.
Terkait momen pemilu pada tahun ini, menurut dia, hal tersebut tidak akan terlalu signifikan dampaknya ke perekonomian nasional. Pasalnya Indonesia telah berulang kali menggelar pesta demokasi seperti Pemilu legislatif dan pilpres.
Yang lebih diperhatikan pelaku bisnis yaitu siapa presiden-wakil presiden yang nanti akan terpilih. Jika Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’aruf Amin yang terpilih, semua akan berjalan bagus karena pemerintah tinggal melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah ada.
Namun sebaiknya, jika presiden terpilih Prabowo-Sandi, bisa jadi kebijakan yang diambil berbeda. “Bagi kalangan bisnis kebijakan yang berbeda itu membuat repot, karena sesuatu yang tidak pasti membuat pelaku bisnis wait and see,” ujarnya.
Menurut Yuswo, saat ini industri yang paling berdampak dari berbagai macam bencana alam di Tanah Air adalah sektor pariwisata. Kondisi ini juga akibat media asing yang gencar memberitakan bencana alam di Indonesia. Untuk merubahnya dibutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan pemda agar pariwisata bisa bergeliat lagi. (ainun najib/neneng zubaidah/heru febrianto)
Keyakinan tersebut disampaikan sejumlah tokoh bangsa yang dirangkum oleh KORAN SINDO, di antaranya mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma'arif dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat.
Pada 2019 ini diidentikkan dengan tahun pesta demokrasi seiring gelaran pemilihan presiden, wakil presiden, anggota DPR dan DPD pada 17 April mendatang. Kendati tensi politik bakal meninggi, namun tidak akan sampai menimbulkan ketegangan yang berlebihan. Ini terjadi karena kesadaran dan kematangan demokrasi masyarakat Indonesia semakin meningkat.
Selain stabilitas politik, tantangan utama yang dihadapi Indonesia tahun ini adalah persoalan ekonomi. Meski belum sepenuhnya aman, namun tren pertumbuhan ekonomi yang ditopang menguatnya nilai tukar rupiah diyakini menjadikan Indonesia tak mudah goyah. Situasi ekonomi akan semakin membaik jika perang dagang dan gejolak-gejolak di level global bisa cepat mereda.
Di sisi lain, harga sejumlah komoditas Indonesia diyakini akan makin bersaing di pasar internasional. Potensi ini akan semakin membaik dengan banyaknya anak muda Indonesia yang memiliki kontribusi positif di era teknologi digital saat ini.
Beragam tantangan di tahun ini akan bisa dihadapi banga Indonesia jika masyarakat Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk terus bertindak ke arah yang lebih baik. Untuk itu, Ahmad Syafii Ma'arif mengajak semua elemen bangsa untuk optimistis dan selalu berpikir positif menghadapi tahun 2019.
Positif dalam berpikir ini penting karena menurut Buya Syafii, panggilan akrabnya, menjadi awal dari segalanya. Dengan berpikir positif, maka seseorang tidak akan menebar informasi hoax dan ujaran kebencian.
Buya mengakui pada 2018, bencana bertubi-tubi menerpa bangsa Indonesia termasuk tsunami. Namun dirinya meyakini masyarakat akan bangkit dan bersatu padu kembali. Bagi Buya, yang terpenting pada 2019 ini jangan sampai terjadi bencana akibat politik. “Yang penting jangan terjadi tsunami politik,” tegasnya di Sleman, Yogyakarta, kemarin.
Menurut Buya, hajatan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dalam demokrasi hal yang biasa. Dia mengakui, tidak semua pihak akan terpuaskan dengan kinerja pemerintah. Namun jika memang tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah, ada mekanisme yang mengatur yakni lewat ajang demokrasi lima tahunan.
“Kalau tidak suka tunggu lima tahun, jangan terlalu serius menghadapinya. Mari kita berpikir positif sajalah,” ujar guru besar Universitas Negeri Yogyakarta ini.
Demi kelangsungan hidup bangsa dan negara, Buya Syafii mengajak semua pihak dan elemen bangsa untuk selalu mengibarkan bendera optimisme. Soal kondisi ekonomi, dia menilai tidak terlalu buruk. Kondisi ekonomi saat ini juga pengaruh ekonomi global.
Menurut Buya, infrastruktur yang saat ini sedang digenjot oleh pemerintah seperti jalan tol, bendungan, bandara dan pelabuhan sudah bagus. Memang proyek infrastruktur ini tidak akan serta merta memberi dampak namun akan dirasakan dalam jangka panjang.
“Saat ini tol dari Jakarta tersambung ke Surabaya luar bisa harus kita hargai. Jangan lagi buat fitnah itu tidak beradab,” pintanya.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat juga optimistis karena meski negara saat ini tak henti diliputi perselisihan antar kelompok, namun di sisi lain masyarakat punya satu pemikiran yang sama bahwa bangsa ini harus bangkit dari keterpurukan. "Yang saya tahu, di balik riuh rendah itu semua sepakat bahwa bangsa harus bangkit," katanya.
Komaruddin menjelaskan, masa reformasi hingga saat ini sudah berusia 20 tahun. Hal ini artinya seluruh masyarakat harus kembali bergerak untuk bangkit membangun fase baru yang jauh dari segala bentuk keributan. Karena, kata dia, rakyat pun sudah lelah untuk menghadapi segala bentuk keributan tersebut.
Selain itu semua partaipun sudah sepakat bahwa Indonesia ini dibangun atas dasar Pancasila yang kokoh. "Dari sisi ancaman saya tidak khawatir jika ada riak. Sebab semua partai itu sepakat bahwa negara kesatuan ini kokoh karena ada ideologi," terangnya.
Mengenai bencana yang beberapa kali terjadi di Tanah Air, dia mengatakan bahwa di balik kejadian yang memilukan itu malah memunculkan generasi milenial yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kepedulian. Mereka membantu tanpa mempedulikan apa agama ataupun partai yang dipilih para korban.
"Ada kekuatan baru dari anak milenial. Mereka tidak melupakan agama dan partai tapi mementingkan kemanusiaan. Parpol harus menangkap kekuatan ini," katanya.
Potensi Digital dan Leisure
Managing Partner Inventure Indonesia Yuswohady mengakui pada 2019 ini Indonesia diperkirakan masih mengalami sejumlah tantangan dari sisi ekonomi. Setidaknya ada dua faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Pertama, berlanjutnya perang dagang (trade war) antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua, dinamika politik lokal dengan adanya pemilu yang memacu pelaku bisnis untuk wait and see.
“Di ekonomi global kita masih dihantui krisis, karena ini siklus 10 tahunan yang terjadi terakhir pada 2008, banyak kekhawatiran tahun 2019 krisis itu kembali terulang, penyebabnya salah satunya karena i,” kata Yuswohadi.
Menurutnya, selama ini Indonesia masih mengalami bullish investment spending. Namun ada kalanya hal tersebut menjadi terbalik hingga flat cenderung mengalami penurunan. Hal ini dilihat dari indikator ekonomi global seperti berlanjutnya trade war antara China dan AS.
“Proteksi AS diperkirakan terus berlanjut, karena perekonomian AS sedang bagus-bagusnya di era Presiden Trump akibatnya dolar AS menguat, dan melemahkan negara berkembang termasuk Indonesia,” terangnya.
Dari sisi ekonomi global, menurut dia, hal ini tentu saja kurang menguntungkan. Karena Indonesia dikhawatirkan masuk ke siklus bearish bullish. Jika perekonomian Indonesia tidak dikelola dengan bagus, maka bisa saja pertumbuhan ekonomi cenderung mengalami pelemahan.
Meski demikian, kata Yuswohadi, Indonesia tetap memiliki potensi ekonomi yang dapat dimaksimalkan, yaitu ekonomi berbasis digital dan leisure. Pasalnya, masyarakat yang didominasi oleh generasi milenial akan cenderung lebih tertarik mengonsumsi produk yang menawarkan pengalaman dan koneksi.
Oleh karenanya, Yuswo menyarankan kepada para pengusaha untuk melakukan percepatan perpindahan pelayanan menuju digital. Pada ekonomi berbasis digital terlihat dari kesuksesan beberapa perusahaan unicorn dari Tanah Air seperti Gojek, Bukalapak, Traveloka dan Tokopedia.
Hal tersebut tentunya dapat memotivasi beberapa perusahaan rintisan (start up) untuk mengembangkan bisnis modelnya. Di sisi lain, pemain besar juga melirik perusahaan start up seperti Astra Internasional dan Telkom. “Orang akan percaya diri ke digital, tahun 2019 industri fintech akan terus tumbuh, meskipun masih banyak kasus fintech tidak berizin, tapi industrinya akan terus mengalami pertumbuhan,” urainya.
Untuk ekonomi berbasis leisure pun tidak hanya terpaku pada sektor pariwisata, tapi juga industri pendukung lainnya seperti makanan, restoran, pusat olah raga (gym), beauty center yang akan semakin tumbuh dan kuat. Hal ini seiring dengan semakin banyak populasi dari generasi milenial.
Terkait momen pemilu pada tahun ini, menurut dia, hal tersebut tidak akan terlalu signifikan dampaknya ke perekonomian nasional. Pasalnya Indonesia telah berulang kali menggelar pesta demokasi seperti Pemilu legislatif dan pilpres.
Yang lebih diperhatikan pelaku bisnis yaitu siapa presiden-wakil presiden yang nanti akan terpilih. Jika Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’aruf Amin yang terpilih, semua akan berjalan bagus karena pemerintah tinggal melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah ada.
Namun sebaiknya, jika presiden terpilih Prabowo-Sandi, bisa jadi kebijakan yang diambil berbeda. “Bagi kalangan bisnis kebijakan yang berbeda itu membuat repot, karena sesuatu yang tidak pasti membuat pelaku bisnis wait and see,” ujarnya.
Menurut Yuswo, saat ini industri yang paling berdampak dari berbagai macam bencana alam di Tanah Air adalah sektor pariwisata. Kondisi ini juga akibat media asing yang gencar memberitakan bencana alam di Indonesia. Untuk merubahnya dibutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan pemda agar pariwisata bisa bergeliat lagi. (ainun najib/neneng zubaidah/heru febrianto)
(thm)