KPK Sudah Pantau Kemenpora Sebelum Asian Games 2018
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui telah memantau Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) sejak sebelum perhelatan Asian Games 2018. Menurut KPK, ada beberapa indikasi-indikasi pelanggaran yang ditemukan pada saat itu.
"Kami mulai mengikuti ini sejak lama ya, awal-awal sebelum Asian Games banyak indikasi," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada wartawan, Jakarta, Kamis (20/12/2018)
Namun pada saat itu, kata Saut, KPK tidak bisa melakukan tindak lanjut karena belum ditemukannya petunjuk-petunjuk lanjutan. Karena saat itu KPK lebih memprioritaskan kesuksesan perhelatan Asian Games 2018.
"Tapi kita enggak bisa memperoleh lebih lanjut. Apalagi ketika itu kita dalam rangka menerima tamu-tamu, sehingga kemudian kita memprioritaskan selesai dululah kegiatan pesta besar itu. Tapi sebenarnya sebelum kegiatan itu sendiri, kita dapat indikasi-indikasi yang kemungkinan kita bisa lihat bagaimana proses selanjutnya di dalam pemeriksaan kasus ini," jelas Saut.
Diketahui KPK melakukan OTT pada Selasa 18 Desember 2018 di beberapa tempat di Jakarta. Dalam OTT tersebut KPK menetapkan lima orang tersangka terkait kasus dugaan suap terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.
Kelima tersangka itu yakni, sebagai pemberi yakini Sekjen Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy (EFH) dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awhuy (JEA). Sebagai penerima yaitu Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mulyana (MUL), lalu Adhi Purnomo (AP) selaku pejabat pembuat komitmen pada Kemenpora dan kawan-kawan, serta Eko Triyanto (ET) selaku Staf Kemenpora dan kawan-kawan.
KPK menduga telah terjadi kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13% dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu Rp3,4 miliar.
Akibat kelakuannya sebagai pemberi, Ending dan Jhonny disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai penerima, Mulyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk Adhi serta Eko dan kawan-kawan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
"Kami mulai mengikuti ini sejak lama ya, awal-awal sebelum Asian Games banyak indikasi," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada wartawan, Jakarta, Kamis (20/12/2018)
Namun pada saat itu, kata Saut, KPK tidak bisa melakukan tindak lanjut karena belum ditemukannya petunjuk-petunjuk lanjutan. Karena saat itu KPK lebih memprioritaskan kesuksesan perhelatan Asian Games 2018.
"Tapi kita enggak bisa memperoleh lebih lanjut. Apalagi ketika itu kita dalam rangka menerima tamu-tamu, sehingga kemudian kita memprioritaskan selesai dululah kegiatan pesta besar itu. Tapi sebenarnya sebelum kegiatan itu sendiri, kita dapat indikasi-indikasi yang kemungkinan kita bisa lihat bagaimana proses selanjutnya di dalam pemeriksaan kasus ini," jelas Saut.
Diketahui KPK melakukan OTT pada Selasa 18 Desember 2018 di beberapa tempat di Jakarta. Dalam OTT tersebut KPK menetapkan lima orang tersangka terkait kasus dugaan suap terkait penyaluran bantuan dari pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.
Kelima tersangka itu yakni, sebagai pemberi yakini Sekjen Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy (EFH) dan Bendahara Umum KONI Jhonny E Awhuy (JEA). Sebagai penerima yaitu Deputi IV Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Mulyana (MUL), lalu Adhi Purnomo (AP) selaku pejabat pembuat komitmen pada Kemenpora dan kawan-kawan, serta Eko Triyanto (ET) selaku Staf Kemenpora dan kawan-kawan.
KPK menduga telah terjadi kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13% dari total dana hibah Rp17,9 miliar, yaitu Rp3,4 miliar.
Akibat kelakuannya sebagai pemberi, Ending dan Jhonny disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai penerima, Mulyana disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 128 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk Adhi serta Eko dan kawan-kawan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(kri)