Paviliun Indonesia Sukses Jalankan Misi Soft Diplomacy
A
A
A
JAKARTA - Paviliun Indonesia berhasil menjalankan misi "soft diplomacy" untuk mendukung tim perunding Indonesia di Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke 24 di Katowice, Polandia. Sebanyak 52 sesi panel diskusi yang digelar memberi gambaran detail bagi delegasi negara lain bagaimana kebijakan dan aksi nyata pengendalian perubahan iklim yang dilakukan semua aktor Indonesia di tingkat tapak.
Utusan khusus Presiden untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, menyatakan, diskusi panel dan aktivitas lain di Paviliun Indonesia memberi jalur kedua ketika negosiasi sesungguhnya di meja perundingan tidak menemui titik temu.
Paviliun Indonesia, kata Rachmat, juga bisa menjangkau lebih banyak delegasi dan peserta konferensi perubahan iklim. "Hal ini penting, karena aksi pengendalian perubahan iklim lebih membutuhkan dukungan banyak orang ketimbang satu-dua politisi," ujarnya saat menutup penyelenggaraan Paviliun Indonesia, Jumat (14/12/2018) sore waktu setempat.
Negosiasi Konferensi Perubahan Iklim sendiri berjalan alot. Sampai menjelang berakhirnya konferensi, belum disepakati Katowice Rulebook yang akan menjadi panduan bagaimana Persetujuan Paris dilaksanakan.
Berdasarkan Persetujuan Paris, negara-negara di dunia setuju untuk saling bekerja sama menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat celsius dibandingkan dengan masa pra revolusi industri.
Sementara itu, Penanggung Jawab Paviliun Indonesia Agus Justianto menjelaskan, sebanyak 52 sesi diskusi panel diselenggarakan dengan menghadirkan 225 pembicara dan dilaksanakan selama penyelenggaraan Paviliun Indonesia.
"Pembicara yang tampil adalah pelaku utama aksi pengendalian perubahan iklim, baik dari Indonesia maupun negara lain," kata Agus yang juga Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menyajikan topik diskusi yang relevan dan pembicara yang berpengaruh membuat sesi diskusi di Paviliun Indonesia selalu dipadati peserta. Setidaknya 3.000 orang peserta secara total, hadir mengikuti sesi yang digelar sementara jumlah pengunjung bisa mencapai 5.000 orang.
Agus menjelaskan, Paviliun Indonesia menghadirkan 3 cabang kekuasaan yang paling penting, yaitu Legislatif, diwakili oleh kehadiran Komisi IV dan Komisi VII DPR, Yudikatif yang diwakili oleh kehadiran Mahkamah Agung, dan Eksekutif yang hadir dari berbagai kementerian dan kembaga.
“Dari materi yang disampaikan oleh ketiga elemen tersebut, Indonesia semakin percaya diri untuk terus mengupayakan pengendalian perubahan iklim melalui berbagai kebijakan dan aksi nyata oleh seluruh elemen bangsa, dan tidak hanya bergantung pada salah satu aktor,” katanya.
Agus melanjutkan, pembicara yang hadir adalah pelaku penting dalam pengendalian perubahan iklim mulai dari tingkat tapak hingga tingkat internasional yang berbicara tentang kelautan, gambut hingga hutan. Mereka juga mewakili masyarakat adat hingga tokoh terkemuka. Salah satunya adalah Al Gore, Wakil Presiden ke-45 Amerika Serikat dan Pendiri The Climate Realty Project.
Agus melanjutkan, dari berbagai diskusi yang telah berlansung di Paviliun Indonesia, para pihak diharapkan semakin yakin bahwa Indonesia tidak akan sendirian dalam mengendalikan perubahan iklim. Indonesia sudah dan akan terus memperoleh dukungan dari berbagai negara dan organisasi di dunia, termasuk melalui pengembangan kerja sama Selatan-Selatan.
Utusan khusus Presiden untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, menyatakan, diskusi panel dan aktivitas lain di Paviliun Indonesia memberi jalur kedua ketika negosiasi sesungguhnya di meja perundingan tidak menemui titik temu.
Paviliun Indonesia, kata Rachmat, juga bisa menjangkau lebih banyak delegasi dan peserta konferensi perubahan iklim. "Hal ini penting, karena aksi pengendalian perubahan iklim lebih membutuhkan dukungan banyak orang ketimbang satu-dua politisi," ujarnya saat menutup penyelenggaraan Paviliun Indonesia, Jumat (14/12/2018) sore waktu setempat.
Negosiasi Konferensi Perubahan Iklim sendiri berjalan alot. Sampai menjelang berakhirnya konferensi, belum disepakati Katowice Rulebook yang akan menjadi panduan bagaimana Persetujuan Paris dilaksanakan.
Berdasarkan Persetujuan Paris, negara-negara di dunia setuju untuk saling bekerja sama menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat celsius dibandingkan dengan masa pra revolusi industri.
Sementara itu, Penanggung Jawab Paviliun Indonesia Agus Justianto menjelaskan, sebanyak 52 sesi diskusi panel diselenggarakan dengan menghadirkan 225 pembicara dan dilaksanakan selama penyelenggaraan Paviliun Indonesia.
"Pembicara yang tampil adalah pelaku utama aksi pengendalian perubahan iklim, baik dari Indonesia maupun negara lain," kata Agus yang juga Kepala Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menyajikan topik diskusi yang relevan dan pembicara yang berpengaruh membuat sesi diskusi di Paviliun Indonesia selalu dipadati peserta. Setidaknya 3.000 orang peserta secara total, hadir mengikuti sesi yang digelar sementara jumlah pengunjung bisa mencapai 5.000 orang.
Agus menjelaskan, Paviliun Indonesia menghadirkan 3 cabang kekuasaan yang paling penting, yaitu Legislatif, diwakili oleh kehadiran Komisi IV dan Komisi VII DPR, Yudikatif yang diwakili oleh kehadiran Mahkamah Agung, dan Eksekutif yang hadir dari berbagai kementerian dan kembaga.
“Dari materi yang disampaikan oleh ketiga elemen tersebut, Indonesia semakin percaya diri untuk terus mengupayakan pengendalian perubahan iklim melalui berbagai kebijakan dan aksi nyata oleh seluruh elemen bangsa, dan tidak hanya bergantung pada salah satu aktor,” katanya.
Agus melanjutkan, pembicara yang hadir adalah pelaku penting dalam pengendalian perubahan iklim mulai dari tingkat tapak hingga tingkat internasional yang berbicara tentang kelautan, gambut hingga hutan. Mereka juga mewakili masyarakat adat hingga tokoh terkemuka. Salah satunya adalah Al Gore, Wakil Presiden ke-45 Amerika Serikat dan Pendiri The Climate Realty Project.
Agus melanjutkan, dari berbagai diskusi yang telah berlansung di Paviliun Indonesia, para pihak diharapkan semakin yakin bahwa Indonesia tidak akan sendirian dalam mengendalikan perubahan iklim. Indonesia sudah dan akan terus memperoleh dukungan dari berbagai negara dan organisasi di dunia, termasuk melalui pengembangan kerja sama Selatan-Selatan.
(thm)