TKI Harus Berubah Jadi Pekerja Profesional
A
A
A
JAKARTA - Tenaga kerja Indonesia (TKI) harus menjadi lebih profesional karena berpotensi menjadi aset negara. TKI ke depan juga harus dilatih agar mereka bisa menembus pasar negara maju.
Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Tatang Budie Utama Razak mengatakan, Indo nesia akan memiliki bonus demografi yang luar biasa pada 2030 mendatang. Dengan adanya peraturan perundangan yang baru maka wajah TKI yang hanya dikenal sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) harus diubah menjadi pekerja profesional.
Tatang menjelaskan, dengan akan dibentuknya badan baru sebagai pengganti BNP2TKI sebagai amanah UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, TKI yang hanya dianggap sebagai liabilitas harus diubah menjadi aset negara.
“Kita ubah TKI dari liabilitas menjadi aset sehingga TKI sebagai aset bisa kita lindungi,” katanya seusai forum tematik Bakohumas yang membahas tentang UU No 18/2017 di Jakarta kemarin.
Dia menerangkan bahwa pemerintah tidak ingin TKI menjadi liabilitas karena banyak TKI dikirim tanpa prosedur dan bekerja di level rendah, seperti buruh kelapa sawit di Malaysia. Padahal, TKI punya potensi bekerja di level atas.
Hal ini bisa terjadi jika TKI sebagai aset sebab mereka akan dikawal mulai dari perekrutan, pelatihan dan penempatan oleh pemerintah. “Jika bicara TKI itu bisa menjadi engineer, finance, danhospitality. Faktanya kita bisa isi pasar (pekerja profesional) dan demand-nya sangat tinggi,” katanya.
Mantan dubes RI untuk Kuwait ini mengungkapkan, mengirim pekerja formal dan profesional itu bisa dilakukan. Di Kuwait dulunya ada 70.000 TKI PLRT, dan hanya ratusan pekerja profesional serta formal, lalu semua berubah kini karena PLRT jumlahnya tinggal 3.000-an dan jumlah profesional terus meningkat hingga sekitar 3.000-an juga.
Tatang menjelaskan, BNP2TKI yang nantinya akan berubah menjadi badan baru pun akan mencari peluang sektor tenaga kerja formal di negara lain. Bukan hanya Korea, katanya, juga ke Eropa, Amerika, dan Jepang. “Polandia itu basis logistiknya Uni Eropa. Dia membutuhkan banyak transporter untuk logistik. Gajinya bisa sampai Rp25 jutaan,” katanya.
Agar bisa menembus pasar pekerja profesional itu, TKI harus memiliki standar kualifikasi yang tinggi, misalnya saja di Kuwait itu mensyaratkan tenaga caregiver berijazah S-1. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, pemerintah harus mengubah sistem penempatan dan pengiriman pekerja migran ke luar negeri secara drastis. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah perlunya membuat mekanisme survei penempatan.
Survei ini dilakukan untuk menilai apakah tempat kerja atau calon pemberi kerja yang akan mempekerjakan para pekerja migran Indonesia, khusus nya pekerja migran yang menjadi asisten rumah tangga, layak untuk mempekerjakan mereka. Beberapa kriteria yang dapat diberlakukan, misalnya rekam jejak mereka terkait tindakan kriminal. (Neneng Zubaidah)
Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Tatang Budie Utama Razak mengatakan, Indo nesia akan memiliki bonus demografi yang luar biasa pada 2030 mendatang. Dengan adanya peraturan perundangan yang baru maka wajah TKI yang hanya dikenal sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) harus diubah menjadi pekerja profesional.
Tatang menjelaskan, dengan akan dibentuknya badan baru sebagai pengganti BNP2TKI sebagai amanah UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, TKI yang hanya dianggap sebagai liabilitas harus diubah menjadi aset negara.
“Kita ubah TKI dari liabilitas menjadi aset sehingga TKI sebagai aset bisa kita lindungi,” katanya seusai forum tematik Bakohumas yang membahas tentang UU No 18/2017 di Jakarta kemarin.
Dia menerangkan bahwa pemerintah tidak ingin TKI menjadi liabilitas karena banyak TKI dikirim tanpa prosedur dan bekerja di level rendah, seperti buruh kelapa sawit di Malaysia. Padahal, TKI punya potensi bekerja di level atas.
Hal ini bisa terjadi jika TKI sebagai aset sebab mereka akan dikawal mulai dari perekrutan, pelatihan dan penempatan oleh pemerintah. “Jika bicara TKI itu bisa menjadi engineer, finance, danhospitality. Faktanya kita bisa isi pasar (pekerja profesional) dan demand-nya sangat tinggi,” katanya.
Mantan dubes RI untuk Kuwait ini mengungkapkan, mengirim pekerja formal dan profesional itu bisa dilakukan. Di Kuwait dulunya ada 70.000 TKI PLRT, dan hanya ratusan pekerja profesional serta formal, lalu semua berubah kini karena PLRT jumlahnya tinggal 3.000-an dan jumlah profesional terus meningkat hingga sekitar 3.000-an juga.
Tatang menjelaskan, BNP2TKI yang nantinya akan berubah menjadi badan baru pun akan mencari peluang sektor tenaga kerja formal di negara lain. Bukan hanya Korea, katanya, juga ke Eropa, Amerika, dan Jepang. “Polandia itu basis logistiknya Uni Eropa. Dia membutuhkan banyak transporter untuk logistik. Gajinya bisa sampai Rp25 jutaan,” katanya.
Agar bisa menembus pasar pekerja profesional itu, TKI harus memiliki standar kualifikasi yang tinggi, misalnya saja di Kuwait itu mensyaratkan tenaga caregiver berijazah S-1. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, pemerintah harus mengubah sistem penempatan dan pengiriman pekerja migran ke luar negeri secara drastis. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah perlunya membuat mekanisme survei penempatan.
Survei ini dilakukan untuk menilai apakah tempat kerja atau calon pemberi kerja yang akan mempekerjakan para pekerja migran Indonesia, khusus nya pekerja migran yang menjadi asisten rumah tangga, layak untuk mempekerjakan mereka. Beberapa kriteria yang dapat diberlakukan, misalnya rekam jejak mereka terkait tindakan kriminal. (Neneng Zubaidah)
(nfl)