Jumlah Narapidana Dua Kali Lipat Kapasitas Lapas

Rabu, 05 Desember 2018 - 11:18 WIB
Jumlah Narapidana Dua...
Jumlah Narapidana Dua Kali Lipat Kapasitas Lapas
A A A
JAKARTA - Permasalahan yang belum terselesaikan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) saat ini adalah overcrowding atau kelebihan kapasitas dan peredaran narkoba.

Saat ini jumlah narapidana dan tahanan sekitar 245.963 orang, sementara kapasitas tampung lapas hanya separuhnya, yakni 125.749 orang.

”Ini yang membuat Presiden menempatkan program Penanggulangan Overcrowding sebagai bagian dari Revitalisasi Hukum,” kata Ratnaningsih Dasahasta, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staf Presiden dalam Seminar Reformasi Hukum, Revitalisasi Lembaga Pemasyarakatan di Kemenkumham, Jakarta, kemarin.

Tingginya jumlah tahanan juga membuat beban anggaran negara ikut membengkak. Ratna menyebut salah satu contohnya, beban biaya makan saja hampir mencapai Rp1 triliun per tahun. Belum lagi biaya pemeliharaan sarana dan prasarana lapas dan rutan. “Mengurangi jumlah napi di penjara perlu dilakukan, tapi butuh perubahan mendasar dari sistem hukum pidana kita,” kata Ratna.

Harusnya, menurut Ratna, penanggulangan overcrowding bukan hanya tanggung jawab Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Instansi lain yang termasuk dalam Integrated Criminal Justice System harus ikut bertanggung jawab.“Jika suplai napi bisa ditekan dan napi yang keluar tidak terhambat, maka overcrowding tidak akan terjadi. Akibatnya, Direktorat Pemasyarakatan harus bekerja keras memastikan hak napi dan tahanan tetap terjamin. Mereka kan hanya kehilangan hak atas kebebasannya, hak lainnya tetap harus kita berikan,” tegasnya.
Sekjen Kementerian Hukum dan HAM Bambang Rantam Sariwanto mengungkapkan, saat ini pemerintah sudah mengeluarkan Grand Design Penanganan Overcrowded pada Rutan Negara dan Lapas. Langkah ini diharapkan bisa mengatasi jumlah napi dan tahanan di lapas.

Bambang mengungkapkan, mulai 2013 hingga 2018, overcrowding yang terjadi di lapas dan rutan mengalami peningkatan cukup signifikan. “Pada 2013, selisih jumlah penghuni dengan kapasitas hunian sebesar 48.206 orang atau sekitar 43% dari total jumlah kapasitas lapas dan rutan yang ada. Kemudian pada 2016, terjadi peningkatan cukup signifikan, yaitu sebesar 84.757 orang atau sekira 71% dari jumlah kapasitas lapas dan rutan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, kenaikan kembali berlanjut pada 2017 sebesar 4%. Selisih jumlah penghuni dengan kapasitas hunian adalah mencapai 89.557 orang atau sekitar 75% dari jumlah kapasitas lapas dan rutan yang ada di seluruh Indonesia.

Sementara pada 2018 mengalami kenaikan cukup signifikan, menyentuh angka 105%, yakni 245.963 orang penghuni dari jumlah kapasitas 125.749 orang. Melihat itu, Bambang mengatakan, pihaknya akan membantu Ditjen Pas menangani permasalahan itu. Salah satunya melakukan revitalisasi sistem manajemen kerja dan pendataan di lapas.

“Kalau soal overcrowding dan narkoba, konsep awal dari teman-teman sudah pasti akan dibicarakan di tingkat Dirjen. Ini terutama soal digitalisasi, kemudian juga akan memanfaatkan teknologi informasi (IT) terkait dengan overstaying. Jadi, betul-betul ada perlindungan terhadap warga binaan sehingga tidak ada orang yang ditahan atau di dalam penjara melebihi waktu,” ungkapnya.

Kemudian terkait peredaran narkoba di dalam Lapas dan Rutan, Bambang menyatakan bahwa pihaknya akan meningkatkan pengamanan dan pengendalian yang dilakukan petugas lapas dan rutan. “Jadi, itu menjadi concern beliau (Dirjen Pas Sri Puguh Budi Utami). Supaya mereka juga paham, apa yang ditargetkan itu diimplementasikan, bukan sekadar dokumen, tapi diimplementasikan menjadi tanggung jawab,” tutur Bambang.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Sri Puguh Budi Utami mengakui, pihaknya kesulitan mengatasi kelebihan kapasitas di lapas. Namun, dia menargetkan masalah kelebihan kapasitas itu akan selesai pada 2019. “Kemarin waktu saya dipanggil KSP (Kantor Staf Presiden) saya jelaskan itu overcrowding selesai 2019,” tegasnya.

Sri menjelaskan, overcrowded terjadi karena laju pertumbuhan penghuni tidak sebanding dengan sarana hunian yang tersedia. Persentase input tahanan dan napi baru yang masuk ke dalam rutan negara maupun lapas jauh melebihi output tahanan dan napi yang keluar atau selesai menjalani masa pidananya.

“Meskipun pada dasarnya, Ditjen Pemasyarakatan telah berusaha mengurangi terjadinya overcrowded hunian dengan membangun rumah tahanan negara dan lembaga pemasyarakatan ataupun membangun ruang hunian baru guna menambah jumlah kapasitas hunian,” kata Sri Puguh. (Binti Mufarida)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0806 seconds (0.1#10.140)