Program Kartu Nikah Dimulai di 67 Kota Besar
A
A
A
JAKARTA - Inovasi Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan kartu nikah bagi pengantin baru mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak.
Meski demikian, Kemenag belum bisa melaksanakan kebijakan ini secara menyeluruh di Indonesia. Pada 2018 ini program kartu nikah baru akan diterapkan di 67 kota besar. Cakupan wilayah ini tergolong masih minim lantaran jumlah kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 500 lebih.
Kemenag menyatakan, penerapan kebijakan ini akan dilakukan bertahap dengan menyesuaikan kesiapan dan kemampuan suatu daerah.
Direktur Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah Kemenag Mohsen mengatakan, kendati belum bisa totalitas menyasar seluruh wilayah, pihaknya berharap program ini bisa segera terwujud.
Kemenag bahkan telah menargetkan pada 2019 jumlah kartu nikah yang bisa dicetak mencapai 2,5 juta buah. Pada tahap awal kartu ini diberikan bagi pasangan yang menikah setelah aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah Web) diluncurkan pada 8 November lalu.
Kendati demikian, ke depan sangat dimungkinkan kartu nikah juga dapat diberikan kepada pasangan yang menikah sebelum aplikasi Simkah itu diluncurkan.
“Inovasi ini diharapkan output-nya langsung dapat dirasakan masyarakat. Masyarakat kini tidak perlu repot lagi untuk membawa buku nikah, cukup kartu nikah saja,” kata Mohsen.
Keistimewaan kartu nikah ini adalah terdata di Simkah yang merupakan aplikasi berbasis online berisi data-data dari pasangan pengantin.
Aplikasi ini juga terhubung dengan aplikasi data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri. “Jadi bila seseorang dicatatkan pernikahannya di aplikasi Simkah, otomatis status perkawinan di data Dukcapilnya pun akan berubah,” jelas Mohsen.
Jangan Boros Anggaran
Kalangan DPR tetap meminta Kemenag untuk berhati-hati menerapkan kebijakan ini, khususnya dalam menyiapkan anggarannya. DPR menilai kebijakan ini sangat bagus untuk merespons kebutuhan masyarakat saat ini.
Namun di sisi lain, jangan sampai ada pemborosan anggaran karena kartu ini tidak menggantikan buku nikah. “Memang ada masyarakat yang ingin juga dapat buku sebagai kenangan. Itu tidak apa-apa. Ya dapat buku ya dapat kartu. Asal, sekali lagi kita desak Kemenag agar bekerja lebih efisien,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Sodik mengakui memang dalam anggaran Kemenag di APBN 2019 sudah dimasukkan anggaran untuk buku nikah maupun kartu nikah.
Hal itu juga disetujui oleh seluruh fraksi. Menurut dia, alasan fraksi-fraksi DPR hanya menyetujui penambahan anggaran untuk kartu nikah ini hanya pada 2019 karena dikhawatirkan akan membebani pemerintah.
Jadi pada tahun berikutnya, biaya ini akan dibebankan kepada calon pengantin di mana mereka akan mendapatkan buku dan kartu nikah. Ini yang menjadi tugas Kemenag untuk melakukan efisiensi biaya untuk buku dan kartu nikah itu agar tidak terlalu membebani.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mempersilakan kepada Komisi VIII bersama dengan Kemenag dan stakeholder terkait untuk melakukan rapat kerja (raker) guna mematangkan kebijakan kartu nikah ini.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis memandang kebijakan kartu nikah ini cenderung pada pemborosan anggaran. Terlebih, sudah banyak kartu-kartu yang dipegang oleh masyarakat. “Sudah ada KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar), PKH (Program Keluarga Harapan), dan kartu-kartu lain,” kata dia.
Menurut Iskan, akan lebih baik jika pemerintah meminimalisasi penggunaan kartu dalam sistem administrasi ke pendudukan dan program pemerintah.“Apalagi harus dicetak, dengan jumlah penduduk berapa biayanya?” katanya. (Kiswondari)
Meski demikian, Kemenag belum bisa melaksanakan kebijakan ini secara menyeluruh di Indonesia. Pada 2018 ini program kartu nikah baru akan diterapkan di 67 kota besar. Cakupan wilayah ini tergolong masih minim lantaran jumlah kabupaten dan kota di Indonesia mencapai 500 lebih.
Kemenag menyatakan, penerapan kebijakan ini akan dilakukan bertahap dengan menyesuaikan kesiapan dan kemampuan suatu daerah.
Direktur Bina Kantor Urusan Agama (KUA) dan Keluarga Sakinah Kemenag Mohsen mengatakan, kendati belum bisa totalitas menyasar seluruh wilayah, pihaknya berharap program ini bisa segera terwujud.
Kemenag bahkan telah menargetkan pada 2019 jumlah kartu nikah yang bisa dicetak mencapai 2,5 juta buah. Pada tahap awal kartu ini diberikan bagi pasangan yang menikah setelah aplikasi Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah Web) diluncurkan pada 8 November lalu.
Kendati demikian, ke depan sangat dimungkinkan kartu nikah juga dapat diberikan kepada pasangan yang menikah sebelum aplikasi Simkah itu diluncurkan.
“Inovasi ini diharapkan output-nya langsung dapat dirasakan masyarakat. Masyarakat kini tidak perlu repot lagi untuk membawa buku nikah, cukup kartu nikah saja,” kata Mohsen.
Keistimewaan kartu nikah ini adalah terdata di Simkah yang merupakan aplikasi berbasis online berisi data-data dari pasangan pengantin.
Aplikasi ini juga terhubung dengan aplikasi data Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri. “Jadi bila seseorang dicatatkan pernikahannya di aplikasi Simkah, otomatis status perkawinan di data Dukcapilnya pun akan berubah,” jelas Mohsen.
Jangan Boros Anggaran
Kalangan DPR tetap meminta Kemenag untuk berhati-hati menerapkan kebijakan ini, khususnya dalam menyiapkan anggarannya. DPR menilai kebijakan ini sangat bagus untuk merespons kebutuhan masyarakat saat ini.
Namun di sisi lain, jangan sampai ada pemborosan anggaran karena kartu ini tidak menggantikan buku nikah. “Memang ada masyarakat yang ingin juga dapat buku sebagai kenangan. Itu tidak apa-apa. Ya dapat buku ya dapat kartu. Asal, sekali lagi kita desak Kemenag agar bekerja lebih efisien,” kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Sodik mengakui memang dalam anggaran Kemenag di APBN 2019 sudah dimasukkan anggaran untuk buku nikah maupun kartu nikah.
Hal itu juga disetujui oleh seluruh fraksi. Menurut dia, alasan fraksi-fraksi DPR hanya menyetujui penambahan anggaran untuk kartu nikah ini hanya pada 2019 karena dikhawatirkan akan membebani pemerintah.
Jadi pada tahun berikutnya, biaya ini akan dibebankan kepada calon pengantin di mana mereka akan mendapatkan buku dan kartu nikah. Ini yang menjadi tugas Kemenag untuk melakukan efisiensi biaya untuk buku dan kartu nikah itu agar tidak terlalu membebani.
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mempersilakan kepada Komisi VIII bersama dengan Kemenag dan stakeholder terkait untuk melakukan rapat kerja (raker) guna mematangkan kebijakan kartu nikah ini.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis memandang kebijakan kartu nikah ini cenderung pada pemborosan anggaran. Terlebih, sudah banyak kartu-kartu yang dipegang oleh masyarakat. “Sudah ada KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar), PKH (Program Keluarga Harapan), dan kartu-kartu lain,” kata dia.
Menurut Iskan, akan lebih baik jika pemerintah meminimalisasi penggunaan kartu dalam sistem administrasi ke pendudukan dan program pemerintah.“Apalagi harus dicetak, dengan jumlah penduduk berapa biayanya?” katanya. (Kiswondari)
(nfl)